NlNI PASUNG JAGAT segera turun dari tempat yang tinggi itu. Gerakan turunnya bersalto satu kali. Jubahnya berkelebat bagaikan hembusan angin gelap. Ketika ia mendaratkan kakinya di tanah, jubahnya masih bergerak melambai turun bagaikan sayap seekor garuda. la berdiri dengan tegak, sambil tetap berpegang pada tongkat melengkung setinggi telinganya.
Badai Kelabu pasang kuda-kuda dengan penuh waspada. Tangan kanannya sudah terangkat di atas kepala, telapak tangannya terbuka menghadap ke depan, tangan kirinya sedikit terlipat di depan dada, sebagai persiapan menangkis serangan mendadak dari depan.
"Hi hi hi hi...," Nini Pasung Jagat tertawakan gaya siaga dari lawannya. "Untuk apa kamu bersiap menggunakan kuda-kuda seperti itu, Badai Kelabu? Apakah kamu pikir kamu bisa mengalahkan diriku? Apakah kamu pikir kamu bisa mematahkan seranganku?"
"Majulah kalau kau ingin mencoba ilmuku, Nini Pasung Jagat!"
"Hi hi hi hi...! Gurumu saja tunduk di depanku, apalagi kamu
Blarrr...! Blarrr...!Tiba-tiba dua gulungan asap itu pecah dan menimbulkan ledakan yang mengguncang bumi. Pohon-pohon bergetar, daunnya berguguran. Tubuh Badai Kelabu pun terhempas bagai dilemparkan oleh tangan raksasa. Hampir saja ia membentur gugusan batu jika tidak segera berkelit lalu berguling di rerumputan.Di atas tanah tinggi, Tanjung Bagus tersentak. Duduknya sampai terlonjak ke atas dan ia memekik latah. "Kambing, kucing, kodok, jangkrik, babi ngepet...! Suara apa itu tadi, ya...!"Ia menjadi tegang dan ketakutan. Buru-buru ia menelungkupkan diri dengan kepala sedikit tersumbul mencari tahu penyebab suara ledakan yang menggelegar itu. Sedangkan Nini Pasung Jagat terkesiap beberapa saat lamanya, ia terbungkam mulutnya dan berhenti bergerak bagaikan patung. Tapi matanya memandang kepulan asap yang membubung tinggi akibat dua ledakan jurus 'Rembulan Berdarah'nya itu.Dalam hatinya ia membatin, "Keparat mana yang bisa meledakkan jurus 'Rembulan Ber
"Hiaaaat...!" tiba-tiba terdengar pekikan keras melayang melewati kepala Nini Pasung Jagat. Rupanya Tanjung Bagus tak sabar melihat lagak Melati Sewu yang beberapa waktu lalu hampir merenggut nyawanya dalam satu pertarungan di tepi pantai. Tanjung Bagus telah mencabut dua trisulanya. Satu dimainkan dalam keadaan berputar, satu lagi cepat ditusukkan ke dada Melati Sewu. Tapi dengan cekatan Melati Sewu miringkan badan sehingga tusukan itu mengenai tempat kosong. Seketika itu juga tangan Melati Sewu menghantam dalam gerakan menyamping.Buhggg...!Cukup kuat pukulan menyamping dari Melati Sewu. Kena telak di bawah pundak kiri Tanjung Bagus. Pukulan itu membuat Tanjung Bagus memekik tertahan dengan langkah tersentak mundur dua tindak. Tapi ia cepat tegakkan kepala dan kedua trisulanya diadukan di atas kepala.Trangng...!Perpaduan dua trisula itu menimbulkan loncatan api biru yang segera menyambar Melati Sewu."Hiaaat...!"Melati Sewu mencabut pe
Mereka segera lupakan hal itu, karena Tanjung Bagus punya kebiasaan latah. Tapi seringainya menandakan seringai kesakitan yang sungguh-sungguh. Aneh juga, jika gerakan itu hanya karena latah, tak perlu Tanjung Bagus menyeringai kesakitan, juga tak perlu mulutnya mengeluarkan darah kental. Pendekar Kera Sakti tetap tersenyum kalem memandangi Nini Pasung Jagat.Yang dipandangi heran juga dalam hatinya. Pendekar Kera Sakti segera berkata, "Mengapa tak kau gunakan pukulan 'Rembulan Berdarah'! Mungkin pukulan 'Rembulan Berdarah' bisa membuatku bergeser dua tindak!""Manusia sombong! Untuk membuatmu bergeser dua tindak, tak perlu menggunakan jurus 'Rembulan Berdarah'. Cukup dengan menggunakan pukulan 'Iblis Menjilat Karang', kau akan terlempar mundur lima tombak lebih jauhnya!"Pendekar Kera Sakti tertawa pendek. "Pukulan macam apa itu? 'Iblis Menjilat Karang', jelas itu pukulan iblis kurang kerjaan!"Merasa diremehkan, Nini Pasung Jagat segera sentakkan tangan
"Hmm...! Enak sekali. Buah ini rasanya seperti jambu sukun! Manis dan segar!" kata Pendekar Kera Sakti sambil mengunyah buah Malagasi.Dalam kecemasan yang mendebarkan jantung, Badai Kelabu mendapat bisikan dari Melati Sewu, "Hitunglah sampai dua puluh kali. Belum mencapai hitungan kelima belas, dia akan jatuh ke tanah dan mati terkapar seperti perampok yang dulu itu!"Karena Badai Kelabu dicekam kecemasan yang membingungkan, maka Melati Sewu sendiri yang menghitung dengan suara pelan, "Satu, dua, tiga, empat...."Badai Kelabu bergegas mendekati Pendekar Kera Sakti dan berkata, "Pendekar Kera Sakti, kumohon buang buah itu! Jangan teruskan makan buah itu, Pendekar Kera Sakti! Aku sudah cukup lama tinggal di pulau ini, aku tahu mana buah yang bisa dimakan dan yang tidak! Percayalah padaku, Pendekar Kera Sakti! Badanmu akan menjadi biru dan kamu akan mati!""Nyatanya sudah lebih dari lima gigitan, badanku tidak biru!"Mata perempuan itu memandang deng
Pada waktu itu, Badai Kelabu datang sehabis memeriksa sekeliling dan mengatakan, "Tak ada manusia di sekeliling sini!""Lupakan manusia itu! Bantu aku memegang temanmu ini”Badai Kelabu segera menyandarkan Melati Sewu di tubuhnya, sementara Baraka sudah berada di belakangnya.Baraka menempelkan telapak tangannya ke dada yang membekas tangan dengan lima jari. Sedikit berada dibawah gundukan bukit kembar indah milik Melati Sewu yang begitu menggugah selera bagi yang melihatnya.Dari telapak tangan Baraka, keluar aura kemerahan yang merupakan wujud dari 'Tenaga Matahari Merah' miliknya. Dengan 'Tenaga Matahari Merah' miliknya, Baraka berusaha mendorong keluar racun yang mengendap di tubuh Melati Sewu. Beberapa helaan nafas, terlihat dari dada yang membekas tangan dengan lima jari, mengeluarkan uap berwarna kemerahan. Setelah cukup lama Baraka mengeluarkan racun itu dari tubuh Melati Sewu. Selanjutnya dengan mengeraskan dua jari tangan kanannya, Barata
"Hmmm...!" Baraka manggut-manggut, seakan ikut merasakan keguncangan hati Dewa Racun saat itu.Lalu, Pendekar Kera Sakti ajukan tanya, "Lalu, apa kelebihan Melati Sewu setelah meminum Air Tuk Sewu itu, Dewa Racun?""Men... men... menurut kabar yang kudengar, orang yang meminum Air Tuk Sewu akan mencapai usia sampai seribu tahun, semasa ia tidak melakukan suatu tindakan yang amat ter... ter... terlarang, yaitu zinah! Tapi kalau dia pernah melakukan zinah, dia kehilangan kekuatan khasiat dari Air Tuk Sewu. Kec... kecuali ia lakukan dengan suami sendiri, itu tak mengurangi khasiat Air Tuk Sewu!"Pendekar Kera Sakti menarik napas setelah bungkam beberapa saat, lalu ia ucapkan kata pelan, "Mudah-mudahan Air Tuk Sewu sudah tidak berguna lagi bagi hidup Melati Sewu!""Berr... berr... berguna atau tidak, aku tak mau peduli. Tapi yang kutuntut adalah kematian Gayanti!""Maksudmu bagaimana, Dewa Racun?""Aku harus menuntut balas atas kematian itu kepa
Di pendapa, Pendekar Kera Sakti sempat ajukan tanya kepada Melati Sewu, "Siapa sebenarnya Nini Pasung Jagat itu?""Dia orang sesat!" jawab Melati Sewu. "Dulu dia punya banyak murid, tapi semua muridnya lari kepada kami, karena dia tak segan-segan menjatuhkan hukuman mati kepada muridnya untuk satu kesalahan kecil. Kini dia hanya punya satu murid, yaitu Tanjung Bagus itu. Apakah kau punya minat naksir Tanjung Bagus?"Pendekar Kera Sakti tertawa dan memancingnya dengan pertanyaan, "Kalau aku punya minat naksir dia, apakah tak layak?""Sangat tak layak! Karena dia itu sebenarnya lelaki. Dia seorang yang punya kelainan dalam jiwanya. Dia merasa dirinya sebagai wanita, bukan sebagai lelaki. Padahal dia punya nama asli Legowo! Bukan Tanjung Bagus. Kalau kau naksir dia, kau akan kecele."Pendekar Kera Sakti kembali tertawa, walau sebenarnya dia sudah tahu bahwa Tanjung Bagus itu banci, dan dia tak punya minat apa-apa kepada Tanjung Bagus. Dia hanya ingin menggir
Pendekar Kera Sakti hanya menggenggam kain putih menyerupai sapu tangan itu. Sebelum sampai di kamar yang dimaksud, Baraka menggaruk kepalanya kembali. Lalu, ia ikuti langkah Badai Kelabu yang masuk di sebuah ruangan lebar. Di situ bau busuk sudah tercium tajam. Tapi Baraka tetap tenang.Badai Kelabu sudah mulai tutupkan kain ke hidungnya. la memberi isyarat pada Baraka agar segera menutup hidung, tapi Pendekar Kera Sakti hanya tersenyum, sepertinya tak pernah merasakan bau busuk yang memualkan perut itu.Sebuah pintu kamar dibuka, Pendekar Kera Sakti dan Badai Kelabu masuk. Tetap saja Pendekar Kera Sakti tidak menutup hidungnya. la bisa bernapas dengan lancar, tanpa merasa terganggu bau busuk yang lebih tajam itu."Guru," kata Badai Kelabu. "Inilah tabib muda yang saya katakan tadi! Dia bersedia menyembuhkan Guru!""Hmmm... ya, suruh dia segera melakukan pengobatan untukku!" ucap orang yang berbaring dengan sekujur tubuh membusuk hitam.Hanya bagi
Trangg, Trangg..! Wuutt! Wuutt! Trangg...! Breett...!Selama perpaduan pedang di udara, percikan bunga api terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan pertarungan itu. Tapi kecepatan gerak pedang keduanya tak bisa dilihat jelas oleh setiap orang. Hanya mereka yang terbiasa melihat kecepatan gerak pedang seperti itu saja yang bisa menyaksikannya, seperti Kusuma Sumi dan Pita Biru.Dalam sekejap mereka sudah berpindah tempat saat kaki mendarat. Tapi keduanya masih tegak berdiri dengan kaki merenggang kokoh. Rlndu Malam menggenggam pedangnya dengan satu tangan, tubuhnya tetap tanpa luka dan cidera apapun. Tapi Dewa Rayu yang juga tanpa luka sedikit pun itu sempat merasa malu karena sabuk kain pengikat celana dan tali celananya putus oleh sabetan pedang Rindu Malam. Celana itu sempat melorot sedikit ketika ia menapakkan kaki ditanah, lalu buru-buru dicekal dengan tangan kirinya."Ih...!" Dewa Rayu celingukan, malu sekali. Suara yang mengikik datang dari arah Pita
“Siapa kau sebenarnya?" tanya Rindu Malam dengan menahan hati berdebar-debar."Aku yang berjuluk Dewa Rayu!""Dewa Rayu?!" gumam lirih Kusuma Sumi yang tak berbarengan dengan gumam Pita Biru. Akibatnya Rindu Malam melirik ke arah mereka. Keduanya sama-sama malu ditahan karena gumaman tadi bernada kagum.“Namaku sebenarnya adalah Aryawinuda, Putra Raja Pengging yang dibuang oleh Ibu tiriku sejak usia delapan tahun."“Kasihan!" desah Pita Biru. Karena jaraknya amat dekat dengan Kusuma Sumi, maka tulang kakinya terkena tendangan kecil Kusuma Sumi yang menyuruhnya diam dengan isyarat kaki. Pita Biru menggerutu sambil mendesis sakit.Dewa Rayu kembali berkata dengan Suaranya yang berkharisma, “Aku dirawat oleh Paman Patih Janursulung, dan kemudian minggat dari Istana bersamaku dan akhirnya menjadi seorang resi di Bukit Karangapus"Tiga wajah cantik bungkam, bagaikan terkesima oleh cerita si tampan bermata bening itu. Rindu
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p