DI BAGIAN barat pulau itu, terdapat sebuah bukit karang tanpa tanaman sedikit pun kecuali lumut pada tebingnya. Bukit karang itu mempunyai bebatuan karang yang bertonjolan di sana-sini, seperti patok-patok makam raksasa. Di atas bukit karang itulah Ratu Pekat dan si Mata Elang mengejar orang yang mencuri Cempaka Ungu.
Pada saat itu, Cempaka Ungu terkulai tak jauh dari kaki seorang berpakaian abu-abu muda, agak keputih-putihan, ia mengenakan sabuk hitam besar dengan hiasan kepala burung gagak di perutnya. Tubuhnya agak besar, tapi masih kalah besar dengan Singo Bodong. Di kedua pinggangnya terselip piringan logam baja yang tipis separo lingkaran. Bagian yang lurus dari piringan itu berbentuk rata, tapi punya lubang besar untuk memasukkan keempat jarinya, sedangkan bagian yang lengkung bergerigi tajam. Piringan itu menyerupai kipas yang terbuat dari baja. Besar ukurannya sebesar kipas biasa. Warnanya putih mengkilap. Orang itulah yang berjuluk Gagak Neraka.
Rambutnya pan
Dengan sedikit merendahkan badan, Baraka masih sempat menggaruk-garuk kepalanya. Sementara itu, Dewa Racun tertawa dengan mulut dibekap pakai tangan sendiri."Ada apa...?""Ratu Pekat menyangka Tengkorak Terbang mempunyai ilmu 'Lebur Samudera'! Karena mereka sangka, Singo Bodong adalah Dadung Amuk yang ilmunya telah hilang musnah karena pukulan 'Lebur Samudera'. Hi hi hi hi...!""Apanya yang lucu?" Baraka bahkan tampak bingung."Mereka tidak tahu, bahwa orang yang mereka tangkap itu Singo Bodong yang tidak punya ilmu apa-apa.""Siapa tahu dugaan mereka benar, bahwa Singo Bodong itu memang Dadung Amuk.""Tidak, tidak!" potong Dewa Racun. "Kita tidak perlu memikirkan hal itu, Baraka, karena yang penting adalah menyelamatkan dia; orang besar yang polos dan bodoh itu, terlepas siapa dia sebenarnya, entah Singo Bodong atau Dadung Amuk.""Ya, begitu saja!" jawab Baraka sambil mengangguk tegas."Lalu, bagaimana? Apakah kita mau turun
Tengkorak Terbang segera mengangkat tubuh Cempaka Ungu yang masih tertotok jalan darahnya itu, lalu selekasnya tinggalkan tempat tersebut, bergabung kembali kepada Ratu Pekat. Sang Ratu sentakkan satu jari tengahnya ke bagian belakang telinga Cempaka Ungu. Seketika itu, totokan jalan darah menjadi bebas dan Cempaka Ungu hembuskan napas lega.Terdengar Gagak Neraka tertawa sambil berkata, "Aku tahu.... Aku tahu kau memang jago untuk hal ini, Dadung Amuk! Sebaiknya mari kita tinggalkan pulau ini dan jangan usik mereka lagi!""Kamu siapa?" terdengar pula suara Singo Bodong bernada heran."Sudahlah, jangan main-main lagi!" kata Gagak Neraka sambil menepuk-nepuk pundak Singo Bodong. "Mari pulang, Sobat!""Pulang ke mana!" Singo Bodong menolak tarikan tangan Gagak Neraka. Ia kerutkan dahi semakin tajam. Saat itu pula dalam hati Baraka berkata, "Kalau begitu, dia memang bukan Dadung Amuk! Bukan! Kalau dia Dadung Amuk yang punya ilmu cukup tinggi itu, pasti dia a
Dalam kejap berikutnya tubuh itu sudah kembali tegak dan mengibaskan tangan kanannya dari kiri ke kanan.Wuuut...! Brett...!Tubuh Tengkorak Terbang yang sedang menyerang ke tempat kosong akibat terjungkalnya Gagak Neraka itu, menjadi sasaran empuk bagi senjata di tangan kanan Gagak Neraka. Pinggang kurus terbungkus kulit itu pun robek tercabik. Panjangnya dari pinggang sampai ke dekat ketiak. Tengkorak Terbang tersentak saat itu. Ia jatuh berlutut dan memegangi lukanya yang amat sakit. Luka itu ternyata bergerak makin lebar, makin lebar lagi, dan terus bergerak melebar dengan sendirinya. Jika bukan karena racun yang ada di gerigi senjata Gagak Neraka, tak mungkin luka itu bergerak melebar.Si Mata Elang semakin gusar melihat Tengkorak Terbang terluka. Ia segera melompat dan mencabut pedangnya yang pendek itu dari sarungnya.Sreeet...!"Mampus kau, Jahanaaam...!" teriak si Mata Elang.Traang...! Pedang dikibaskan, tapi ditangkis oleh Gagak N
Melihat Singo Bodong lepas dari totokannya, Gagak Neraka sempat kerutkan dahi dan merasa heran. Tetapi ia segera tahu, bahwa totokannya telah dilepaskan oleh Pendekar Kera Sakti melalui tudingan tangannya tadi.Gagak Neraka hanya membatin, "Boleh juga permainan bocah ingusan ini! Bisa melepaskan totokan dari jarak jauh." Tetapi, di mulut Gagak Neraka terucap kata lain. Ia ajukan tanya kepada Baraka, "Mengapa kau menghendaki temanku tinggal di sini? Apakah kau punya dendam kepada Dadung Amuk?""Tidak," jawab Pendekar Kera Sakti. "Kalau dia adalah Dadung Amuk, untuk apa aku menahannya? Bawalah pulang. Itu urusanmu. Tapi karena dia bukan Dadung Amuk, maka aku menahan niatmu untuk membawanya pergi.""Kau gila! Kau pikir mataku rabun!""Matamu tidak rabun, Gagak Neraka, tapi pikiranmu yang sedikit rabun, karena kau tidak bisa membedakan mana Dadung Amuk, dan mana yang bukan!""Kuhancurkan mulutmu itu jika kau mencoba mengelabuiku sekali lagi, Pendekar K
"Apa yang kukatakan dulu benar, bukan! Kau mirip sekali dengan orang yang bernama Dadung Amuk!" kata Pendekar Kera Sakti."Tap... tapi... tapi aku tidak punya saudara kembar! Aku lahir tunggal, artinya sendirian!""Kita selidiki nanti, siapa Dadung Amuk sebenarnya, dan ada hubungan apa denganmu!""Hei, Baraka... lihat, orang itu mampu berdiri dan melarikan diri dengan cepat!""Biarkan!" jawab Pendekar Kera Sakti melihat Gagak Neraka melarikan diri menyusuri pantai, mungkin ia menuju ke perahunya untuk segera meninggalkan pulau itu. Tetapi, pada saat itu Baraka melihat Cempaka Ungu mengejar Gagak Neraka dengan cepat pula."Ratu, tahan dia!" seru Baraka. "Gagak Neraka masih punya kekuatan simpanan! Berbahaya jika dilepaskan kepada anak gadismu!""Cempaka!" seru Ratu Pekat. Seruan itu tak terlalu keras, tapi membuat Cempaka Ungu berhenti dan menutup kedua telinganya dengan tangan, ia tampak kesakitan di bagian telinganya. Rupanya, itulah cara y
Baraka, murid Setan Bodong, membenarkan dugaan Dewa Racun. Jika tidak ada orang yang memberitahukan adanya tawanan yang akan dihukum gantung, tak mungkin Gagak Neraka datang ke Pulau Beliung dan mengamuk, menaburkan racun Angin Jantan. Anehnya Ratu Pekat kurang tertarik dengan dugaan Dewa Racun itu.Di dalam kamar yang disediakan untuk beristirahat, Pendekar Kera Sakti sempat terpikir apa sebab Ratu Pekat tidak mempercayai dugaan Dewa Racun. Apakah karena pihak Ratu Pekat bermusuhan dengan pihak Dewa Racun, atau karena sesuatu hal, sehingga pada waktu itu Ratu Pekat membantah dengan suara keras."Tidak mungkin! Orang-orangku tidak ada yang berjiwa pengkhianat! Jangan kau menebar racun lewat mulutmu, Kerdil!""Kalau kau seorang Ratu yang cerdas, kau tidak akan menyanggah pendapatku, Nyai! Tapi kalau kau seorang Ratu yang picik, kau akan terjebak oleh kepicikanmu sendiri!" kata Dewa Racun dengan berani.Ratu Pekat menggeram jengkel sambil melemparkan pandan
"Apakah karena tadi punggungku ditepuk oleh Pendekar Kera Sakti, sehingga ada ilmunya yang masuk ke tubuhku, dan membuat obor itu padam karena hembusan menguapku?" pikir Singo Bodong sambil meraba-raba dalam kegelapan menuju pembaringan.Begitu ia temukan, ia pun berbaring dengan hati berdebar-debar. "Jika benar Pendekar Kera Sakti menyalurkan salah satu ilmunya ke tubuhku melalui tepukan punggung tadi, oh... alangkah hebatnya dia? Alangkah mujurnya nasibku? Paling tidak aku bisa melawan orang yang ingin mempermainkan aku dengan hembusan napasku!"Sekalipun selimut pembalut dingin sudah membungkus tubuhnya, tapi Singo Bodong masih belum terpicing tidur. Hatinya masih berdebar-debar indah membayangkan napasnya yang bisa memadamkan nyala api obor itu.-o0o-Sambil melangkah di pantai, Pendekar Kera Sakti membatin dalam hatinya, "Singo Bodong perlu diberi sedikit isi, biar tidak terlalu kosong. Kasihan aku melihat dia diseret ke sana-sini pada saat mau digan
"Pendekar Kera Sakti, bangunlah sebentar. Sebentar saja. Aku hanya ingin meminta maaf atas segala sikapku tadi siang, dan... dan... oh, bangunlah sebentar, Pendekar Kera Sakti...."Tangan Cempaka Ungu menyelusup masuk ke dalam selimut dan menemukan kaki yang hangat. Kehangatan itu terasa meresap sampai di hatinya dan membuat hatinya makin berdebar-debar indah, ia mengusap-usap kaki itu, sesekali meremasnya dengan suara desis tipis dari mulutnya. "Kakimu dingin sekali, Pendekar Kera Sakti... Boleh kuhangatkan?"Tak ada jawaban yang keluar dari orang tidurnya meringkuk itu. Cempaka Ungu semakin berdesir-desir. Lalu, ia bergeser mendekati bagian atas orang itu. Gelap pekat yang terjadi di kamar itu membuat Cempaka Ungu tak malu-malu untuk mengusap-usap rambut orang yang disangkanya Baraka itu."Pendekar Kera Sakti, bisakah kau mendengar suaraku, hmm...! Jangan kau anggap sikapku sejahat itu padamu. Aku hanya malu kepada Ibu kalau aku kelihatan tertarik padamu. Aku
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di