"Tapi sebelum kita mendobrak masuk, ada baiknya kalau kita selidiki dulu apakah Baraka benar-benar ada di sana, dan di sebelah mana. Jadi kita tidak buang-buang waktu dan tenaga jika harus membantai habis orang-orangnya Nyai Lembah Asmara."
"Setuju aku gagasanmu dengan!"
Kemudian, Pujangga Kramat memasukkan jari telunjuknya ke mulut. Sebentar kemudian dikeluarkan lagi. Jari telunjuk yang basah oleh ludahnya itu diangkat ke atas dengan tangan teracung naik. Ia pejamkan mata sebentar.
Selendang Maut memandangi dengan dahi kerut. Heran melihat apa yang dilakukan Pujangga Kramat. Kejap berikut, Pujangga Kramat turunkan tangan dan berkata. "Baraka memang ada benteng di dalam."
"Maksudmu, Baraka ada di dalam benteng itu?"
"Ya!" Jawabnya tegas.
Selendang Maut manggut-manggut sambil menatap bangunan itu. Hatinya membatin geli melihat cara Pujangga Kramat melacak Baraka.
"Cara yang dipakai seperti cara orang yang mencari tahu arah angin berhem
Sementara itu, Peri Malam sigap kembali berdiri, menunggu serangan berikutnya. Selendang Maut bisikkan kata di hatinya. "Lumayan juga tangkisan tangannya. Dia salurkan tenaga dalamnya tadi hingga bikin kakiku sedikit kesemutan!"Di sisi lain, Peri Malam juga bisikkan kata dalam hatinya. "Setan! Linu juga tulangku menangkis tendangannya. Pasti dia salurkan tenaga dalamnya ke kaki. Agaknya dia tidak main-main! Aku harus lebih waspada lagi."Melihat Selendang Maut bangkit kembali, Peri Malam segera sentakkan kaki ke tanah dan melesat naik tubuhnya, berjungkir balik satu kali di udara.Wuuus...!Tepat pada saat itu, Selendang Maut pun melesat naik ke udara dan bersalto satu kali di udara.Wusss...!Kedua tangan mereka siap di udara dengan tenaga dalam yang tidak main-main. Wajah mereka sama-sama tampakkan kegeraman dan nafsu untuk saling membunuh.Tiba-tiba Pujangga Kramat hentakkan kakinya ke tanah dan lompatlah tubuhnya melayang maju ke
Baraka bersungut-sungut dan buang muka. Sikap Baraka mencemaskan hati Maharani, Putri Alam Baka, dan orang-orang yang ada di situ. Selama ini tak ada orang yang berani menolak panggilan Nyai Lembah Asmara. Penolakan itu bisa membuat Nyai menjadi murka. Tapi agaknya Nyai Lembah Asmara tidak bersikap seperti biasanya, ia justru tertawa semakin kegirangan melihat Baraka menolak panggilannya, ia berseru kepada anak buahnya."Lihat! Lihatlah dia! Penolakannya itu menandakan bahwa ia tidak mudah tertarik dengan seorang perempuan. Itu pertanda dia punya harga diri yang cukup tinggi dan sudah sepantasnya aku mendapatkan pria yang punya harga diri tinggi. Penolakannya itu menandakan pula bahwa dia... masih perjaka! Ha ha ha...!"Yang lain ikut tertawa bagai mendukung kegembiraan Nyai Lembah Asmara. Tapi Baraka tetap tidak mau ikut tertawa, ia bahkan menatap tiap wajah yang ada di situ, mencari seraut wajah yang pernah ia temui di alam semadinya, juga yang sering hadir di alam m
Sungguh romantis sebenarnya suasana di peraduan itu, sayangnya Baraka tidak tergugah kemesraannya, ia bahkan masih bingung mencari kekasihnya di dalam kamar tersebut."Mana kekasihku? Tak kulihat ada di kamar ini!" Katanya seperti bicara sendiri, tapi didengar oleh Nyai Lembah Asmara."Akulah kekasihmu, Baraka," Kata Nyai Lembah Asmara sambil melepas mahkota dan melepas pula jubah merah jambunya.Baraka bersungut-sungut memandangnya, lalu berkata. "Bukan kamu! Sudah kubilang wajahnya lebih cantik dan lebih menggairahkan dari dirimu, Nyai!""Jangan bicara begitu, Baraka. Itu sama saja kau membangkitkan amarahku!""Aku tidak peduli! Memang menurut penilaianku dia lebih cantik dari dirimu, Nyai! Aku tak mau bohongi diriku sendiri.""Jangan banyak bicara, Baraka! Sebaiknya lekas lepasi pakaianmu. Aku sudah tak sanggup menahan gejolak hasratku untuk mencumbumu!"Sambil Nyai Lembah Asmara mendekat, ia meraih pundak Pendekar Kera Sakti, mena
"Ciumlah aku...,"Perintah Nyai Lembah Asmara bernada bisik. Baraka pun mencium bibir itu. Mengecup dan melumatnya yang segera mendapat perlawanan tak kalah panas dari Nyai Lembah Asmara sendiri.Hanya saja di dalam hati Baraka, terlintas pertanyaan-pertanyaan yang menggundahkan hatinya. "Mengapa aku mau? Mengapa aku menurut? Mengapa bibir ini kupagut? Apakah aku harus pasrah dan membiarkan hasratku dipenuhi oleh kehangatan tubuhnya? Ah..., mengapa jiwaku jadi bimbang begini?!"Pendekar Kera Sakti menurut ketika tubuhnya di dorong ke belakang dan jatuh terbaring di ranjang empuk itu.Blukkk...!Nyai Lembah Asmara menerkamnya.-o0o-CINTA mengamuk di hati dan jiwa Nyai Lembah Asmara. Amukan cinta itu begitu gemuruhnya, hingga menutup kedua gendang telinga Nyai Lembah Asmara dari seruan dan pekikan di luar kamar. Apalagi saat itu Pendekar Kera Sakti pun tampak ingin meronta dan melawan kekuatan racun Darah Asmara dengan ke
"Tapi kita tidak punya urusan dengan penguasa Pulau Hantu itu!" Kata Maharani sambil ikuti langkah Putri Alam Baka dan lompati mayat Pujangga Kramat."Tak peduli apa urusan mereka mengamuk di sini, tugas kita adalah hancurkan mereka jika perlu tanpa sisa sedikit pun!"Selendang Maut sedang terpojok di salah satu bangunan seperti barak, ia menghadapi tiga lawannya yang bersenjata tombak semua. Selendangnya berkelebat cepat bagaikan kilat, menyambar ke sana-sini, dan akhirnya tiga lawannya itu pun tumbang tak berkutik lagi. Baru saja ia hendak lentingkan tubuh menuju ke arah Peri Malam yang dikeroyok oleh lima lawan itu, tiba-tiba sesosok tubuh meluncur turun dari atap barak. Jleeg...! Orang itu berdiri di depan Selendang Maut dengan mata memandang tajam."Nyai...?!" Sentak Selendang Maut. Ia terkejut sekali memandang orang yang muncul di depan itu. Sekejap ia tak bisa bicara.Orang yang ada di depannya itu cepat ulurkan tangan dan berkata. "Serahkan pedang
Ia pun menahan tenaga dalamnya agar tidak mudah terlepas sebelum cincin itu diarahkan pada sasarannya. Nyai Betari Ayu tenangkan diri dan tetap bisu sebelum kedua lawannya bergerak.Mata Betari Ayu tak pernah lepas dari gerak kewaspadaan. Karenanya, ketika Maharani tebarkan kipasnya dalam gerakan kecil, Betari Ayu cepat hadangkan tangan kiri ke depan untuk menahan pukulan jarak jauh yang dilepas kan secara diam-diam itu.Deeb...!Pukulan itu bisa tertahan. Maharani mundur setindak karena tersentak. Tapi dari cincin di tangan kirinya melesat sinar menyilaukan ke arah samping secara tak sengaja. Sinar itu mengenai seorang lawan yang sedang berhadapan dengan Selendang Maut.Melihat kilatan sinar menyilaukan dari cincin itu, maka Maharani dan Putri Alam Baka terbelalak seketika. Karena mereka melihat ada satu orang lagi yang rubuh dalam keadaan tubuh bolong karena terkena tembusan sinar putih menyilaukan itu.Orang yang rubuh dan menjadi korban kedua a
Entah mereka bersembunyi atau melarikan diri, yang jelas suasana di situ kembali sepi. Hanya langkah-langkah kaki Selendang Maut dan Peri Malam saja yang tampak melesat ke sana-sini mencari lawan yang perlu ditumbangkan.Peri Malam terluka di lengan sisi kirinya. Darah mengucur dari luka senjata tajam. Tapi ia tidak menghiraukan. Justru semangatnya kian bertambah.Selendang Maut terluka di dada kiri. Biru lebam dada itu. Tapi agaknya ia juga tidak menghiraukan lukanya, ia masih tetap memburu mangsa yang perlu ditumbangkan dengan selendang pusakanya.Suasana lenggang menimbulkan suara langkah jelas dari bangsal pertemuan sebuah pedang disambarnya dan berdenting memecah sepi. Kedua wajah cepat berpaling ke arah suara itu.Peri Malam dan Selendang Maut sama siapnya menghadapi serangan dari arah itu. Tapi ternyata yang muncul adalah Nyai Betari Ayu dengan mata bergerak liar mencari lawannya.Ketika mata itu bertatap pandang dengan mata Peri Malam dan S
Cepat-cepat ia lompatkan tubuh dan bersalto dua kali. Tubuh Nyai Lembah Asmara mendahului gerakan Pendekar Kera Sakti yang meluncur ke bawah tebing. Sebatang ranting kering dipakai berpijak kaki Nyai Lembah Asmara. Ranting itu seharusnya patah, tapi karena ilmu peringan tubuh yang digunakan Nyai Lembah Asmara cukup tinggi, sehingga ia bisa berdiri dengan tenang di atas ranting kering yang besarnya dua kali ukuran lidi.Tubuh Pendekar Kera Sakti yang meluncur ke bawah itu ditangkap oleh kedua tangan Nyai Lembah Asmara. Andai tidak, tubuh Pendekar Kera Sakti akan jatuh ke jurang yang cukup dalam. Mungkin juga Baraka akan mati dihujam bambu-bambu runcing yang sengaja dipasang oleh Nyai Lembah Asmara sebagai jebakan para musuh yang hendak menyerangnya dari atas bukit.Sentakan halus kaki Nyai Lembah Asmara segera membuat tubuhnya melesat ke atas sambil menopang tubuh Baraka. Kini, ia berhasil membawa Pendekar Kera Sakti ke tanah sedikit datar dan aman dari bahaya kemiringa