Selendang Maut tetapkan pandang matanya ke arah timur. Kepalanya kian tunduk merunduk. Di sana tampak sosok tubuh sedikit gemuk berpakaian serba hitam. Tepian pakaian orang itu dililit kain kuning emas kecil. Wajah orang itu berkumis dan bercambang tipis. Matanya sedikit sipit memancarkan kebengisan. Sebuah pedang bersarung perak berukir ada di pinggang kirinya.
Pujangga Kramat kembali bisikkan kata. "Ingatkah kau itu orang?"
"Ya. Kalau tak salah dia yang bernama Datuk Marah Gadai!"
"Dia yang intai kita tadi sejak."
"Kurasa begitu. Tapi untuk apa dia intai kita?"
"Tak tahu akulah!"
Sambil Pujangga Kramat sedikit angkat kepala dan pundaknya tanda tidak tahu-menahu maksud Datuk Marah Gadai.
"Kita sikat dia sajalah!" Bisik Pujangga Kramat lagi.
"Jangan dulu. Kita kepingin tahu dulu, apa maksud dan tujuannya intai kita dari sana!" Seraya Selendang Maut tahankan tangannya ke pundak Pujangga Kramat.
Datuk Marah Gadai salah sat
"Siapa kau, Anak Muda?!" Tanya Datuk Marah Gadai dengan lagak bijaknya."Rupanya kau tokoh baru di rimba persilatan ini, sehingga tidak mengenali diriku!" Kata Dirgo Mukti dengan angkuhnya.Datuk Marah Gadai serukan tawa bernada mengejek. "Kau itu anak ingusan, mana mungkin aku mengenalimu? Bukan karena aku tokoh baru di dunia persilatan, tapi karena kau terlambat muncul karena masih menetek ibumu, jadi aku tidak mengenalimu!""Bicaralah dengan tutur kata yang baik dan sopan, Pak Tua!"Makin terkekeh geli Datuk Marah Gadai dipanggil dengan sebutan 'pak tua'. Baginya itu panggilan yang belum waktunya muncul. Tapi karena yang menyerukan adalah mulut bocah ingusan, Datuk Marah Gadai pun merasa tidak perlu mempermasalahkannya. Yang menjadi masalah adalah maksud dan tujuan anak muda di depannya itu."Sebutkan namamu atau kuhabiskan nyawamu sekarang juga?" Datuk mulai mengawali ancamannya dengan sudut mata menatap bengis."Kurasa kau tak perlu men
Hembusan angin itu dirasakan bukan hembusan angin sembarangan. Cepat pula Pendekar Kera Sakti cabut suling mustikanya dan dikibaskan ke belakang sambil putar tubuhnya.Wuuut...!"Aahg...!"Kibasan angin laksana badai topan itu membuat seseorang bertubuh kurus kering terpental jatuh ke belakang dalam jarak empat langkah. Orang itu menyeringai memegangi pinggangnya yang terasa mau patah itu. Ia bangkit dengan menggeliat sakit dan menggerutu."Sial! Begitukah sambutanmu kepada orang yang tidak memusuhimu, Baraka?""O, maafkan aku, Peramal Pikun! Kukira kau musuh yang ingin memukulku dari belakang!"Peramal Pikun, orang yang sudah berambut uban merata dengan alis dan jenggotnya pun putih semua, sedikit terpincang-pincang mendekati Baraka. Dari mulut tuanya masih mengeluarkan gerutuan yang membuat Pendekar Kera Sakti jadi tersenyum geli."Aku tak pernah membokong musuhku, kecuali kepepet!"Peramal Pikun hentikan langkah setelah jara
Malam mulai datang. Cahaya purnama berpendar di atas memandangi bumi. Sejenak Pendekar Kera Sakti ingat janji pertarungannya dengan Manusia Sontoloyo pada purnama kedua nanti. Tapi untuk sementara ia kesampingkan dulu tantangan Dirgo Mukti tersebut, ia masih membutuhkan pemusatan pikiran untuk penyembuhan luka Perawan Sesat.Ketika malam semakin kelam, selesai sudah penyembuhan yang dilakukannya terhadap Perawan Sesat. Baraka tinggal menunggu perempuan itu siuman. Untuk membuang rasa penat di dalam pondok berdinding anyaman pandan itu, Baraka melangkah keluar.Ditatapnya Peramal Pikun yang duduk di atas sebuah batu, lima langkah dari pondoknya, merenung sambil dongakkan kepala, bak sedang mengamati indahnya rembulan.Pendekar Kera Sakti mendekatinya. Ia duduk di batang pohon kering yang tumbang miring. Kemudian ia segera ajukan tanya kepada Peramal Pikun. "Aku ingin sekali mengetahui suatu rahasia yang amat penting bagi hidupku. Maukah kau menjawabnya?"P
"Kau telah menyerangku dan membuatku hampir mati?!""Ya!""Lalu siapa yang sembuhkan lukaku?""Aku juga!""Kenapa kau sembuhkan aku?""Iseng-iseng saja," Jawab Baraka dengan santai, berkesan menyepelekan pertanyaan itu.Cepat sekali kaki Perawan Sesat berkelebat menampar pipi Baraka. Cepat pula tangan kanan Pendekar Kera Sakti berkelebat naik sampai telapak tangannya yang merapatkan jari itu berhenti di depan pipinya. Kaki yang sudah meluncur itu membalik sebelum menyentuh tangan Pendekar Kera Sakti. Hampir membuat Perawan Sesat terpelanting jatuh kalau tidak segera ditopang oleh tangan kurus Peramal Pikun."Jangan coba-coba meremehkan aku!" Hardiknya kepada Baraka."Perawan Sesat, kau ini sudah diselamatkan nyawamu oleh Baraka. Bukannya berterima kasih malah mengancam!" Tukas Peramal Pikun. Perawan Sesat menuding tegas di depan hidung Peramal Pikun."Kau jangan turut campur urusanku kalau mau punya umur panjang!"
Kejap kemudian napas Perawan Sesat disentakkan lewat hidung.Wusss...!Pelan tapi berbahaya, karena itulah yang dinamakan ilmu 'Pelet Sukma' yang mampu membuat setiap lelaki mabuk birahi. Tetapi ada satu keanehan yang dirasakan oleh Perawan Sesat. Ketika napasnya terhempas lewat hidung tadi, tiba-tiba napas itu memantul balik terasa masuk kembali ke dalam hidung. Namun hati Perawan Sesat sangsi akan hal itu, karena perasaan seperti itu belum pernah dialami. Peristiwa berbaliknya hembusan napas itu belum pernah terjadi. Perawan Sesat tidak mengetahui kalau di tubuh Baraka tengah mengeram sebuah kekuatan pengasih maha dahsyat bernama Aji ‘Dewa Kayangan’. Dengan ajian ini, Baraka memiliki kekebalan terhadap aji pengasih manapun.Perawan Sesat tetap harapkan Baraka mulai tergiur dengan kemolekan tubuhnya. Perawan Sesat mulai memamerkan belahan dadanya yang sungguh montok itu.Pendekar Kera Sakti tertawa kecil, ia segera berdiri dan Perawan Sesat i
Baraka manggut-manggut dengan wajah kebodoh-bodohan."Iya. Lekas, jangan banyak bicara lagi!" Bentak Perawan Sesat."Aih, kau bentak-bentak aku?! Aku tak mau!""Tidak, tidak! Aku tidak bentak kamu lagi!""Aku tidak mau!"Baraka menggeleng dan membuang pedang itu ke semak belukar."Setan kau! Kenapa kau buang gagang pedang itu?! Dasar sinting!"Perawan Sesat bergegas ke semak belukar untuk mengambil gagang pedangnya. Baraka hanya tertawa-tawa."Benar-benar edan orang itu!" Gerutu Perawan Sesat sambil mencari gagang pedang yang tadi dibuang Baraka."Habis ini kuhajar sebentar dia, biar tahu adat sedikit terhadapku! Seenaknya saja dia buang gagang pedang itu. Dia tidak tahu kalau di dalam gagang pedang masih tersimpan racun yang mematikan dan bisa kugunakan untuk membunuh dirinya!"Langkah kaki menyusuri semak terhenti. Mata Perawan Sesat terbelalak lebar, ia melihat gagang pedangnya tergeletak di antara rerumputan i
PERAWAN SESAT segera sigap dan berdiri dalam posisi siap menyerang. Matanya liar penuh waspada. Tangan Perawan Sesat hendak mencabut senjata rahasia berbentuk bintang segi enam. Tapi dengan cepat kaki Pendekar Kera Sakti menendang tangan Perawan Sesat.Plakk...!Cepat sekali Perawan Sesat menarik tangannya kembali, tapi gerakan itu terlambat. Mata liar Perawan Sesat memandang lurus ke arah Baraka."Apa maksudmu menendang tanganku?!" Geram Perawan Sesat."Senjata itu beracun. Hanya pemiliknya yang bisa memegang dan tidak terkena racunnya!""Aku lebih tahu daripada kau, Baraka!" Sentak Perawan Sesat."Senjata bintang persegi enam seperti itu adalah senjata milik temanku sendiri. Itu senjatanya Putri Alam Baka! Senjata itu tidak beracun dan tidak berbahaya. Hanya sebagai senjata peluka saja, Baraka!""Lantas mengapa daun-daun pohon ini menjadi layu semua. Lihatlah ke atas! He he he...!"Terkesiap mata Perawan Sesat setelah memanda
Selain sering menjadi utusan bagi Nyai Lembah Asmara, Putri Alam Baka juga merupakan orang kepercayaan Nyai Lembah Asmara yang menjadi wakil tertinggi dan dikenal sebagai orang kedua di Bukit Garinda. Jelas Perawan Sesat sedikit gentar melihat Putri Alam Baka sampai turun tangan dan menyerangnya dari tempat persembunyian.Cara memandangnya pun tampak bermusuhan. Perawan Sesat semakin curiga dan waswas. Sekalipun Putri Alam Baka adalah teman sendiri, tetapi tingkat perbedaan ilmu dan kedudukan, membuat Perawan Sesat merasa sungkan kepada Putri Alam Baka. Karena itu, kehadiran Putri Alam Baka membuat Perawan Sesat ajukan tanya. "Sepenting apakah keperluanmu hingga datang menemuiku, Sumbi?""Sejak keberangkatanmu, kami memang sudah membuntuti!" Jawab Putri Alam Baka. Tak ada senyum di bibirnya. Sikapnya pun kelihatan dingin.Dalam keadaan rambut lebih rapi, Putri Alam Baka dan Maharani tampak lebih cantik dari Perawan Sesat. Tetapi kecantikan itu tidak membuat Pend