"Menyingkirlah, aku akan menggeledah tempat ini. Atau berikan Baraka supaya aku cepat pergi dari sini!"
"Tak ada Baraka. Tak mau menyingkir!"
"Berarti kau memang cari mampus! Hiaaat...!"
Perawan Sesat hanya membentak dengan kaki menghentak kuat ke tanah, tangan terangkat ke atas. Belum lagi ia maju menyerang, Suryadani sudah tumbang karena gelombang bentakannya yang mempunyai kekuatan tenaga dalam cukup besar itu.
Suryadani segera bangkit berdiri dan membatin. "Suaranya tak seberapa keras, tapi gelombang kekuatan tenaga dalamnya begitu hebat! Oh, telingaku berdarah...?!"
Suryadani memegangi cairan yang mengalir ke pipi kiri. Ternyata memang darah yang keluar dari telinganya. Kemudian dia memegang bagian depan hidung. Darah juga mengalir walau tak banyak.
"Aku harus hati-hati dengannya," Pikir Suryadani.
"Majulah kalau kau memang ingin mengusirku!" Sentak Perawan Sesat.
Maka, Suryadani pun melompat maju tiga langkah. Ia segera m
Perawan Sesat diam termenung sebentar. Lalu, matanya kembali terkesiap memandang Betari Ayu. Ia berkata bagaikan menggumam. "Jangan kau dustai diriku, Betari Ayu!""Tidak ada dusta dalam mulutku, Perawan Sesat! Baraka sangat mencintai perempuan itu!""Omong kosong! Tak ada lelaki yang tak terpikat oleh kecantikan Nyai Guru Lembah Asmara. Baraka pasti akan bergairah kepada beliau dan mau menjadi pembibit keturunan Nyai Guru Lembah Asmara!""Terserah. Itu urusanmu dengan Baraka. Tapi urusanku dengan kamu kurasa sudah selesai. Baraka tidak ada di sini!""Aku curiga kau menyimpan di dalam kamar pribadimu!""Itu tidak benar!""Kalau begitu aku harus masuk ke sana dan membuktikan!""Kau harus melewati aku dulu, Perawan Sesat!""O, kau menantangku?!""Karena kau menghendaki pertarungan denganku!""Baik! Jangan menyesal kalau nyawamu kucabut dalam tiga helaan napas, Betari Ayu!""Yang kusesali kalau nyawaku tak bis
"Kaukah yang bernama Baraka?!""Tak salah dugaanmu, Perawan Sesat.""Kau harus ikut aku menghadap guruku sekarang juga!""Aku tidak bisa sebelum kau sembuhkan orang-orang ini dan sebelum kau bangkitkan mereka yang mati!""Kalau begitu aku perlu menyeretmu, Baraka!""Jika itu yang terbaik bagimu, lakukanlah!"Baraka angkat bahu seakan pasrah."Kau tidak takut dengan pedangku ini, Baraka?!""Pedang apa?! Kau tidak memegang pedang!"Perawan Sesat mendongak ke atas memandang pedangnya. Ia terperanjat setengah mati melihat pedang itu hilang lenyap tanpa bekas. Yang tinggal hanya bagian gagangnya yang masih dengan kuatnya digenggam memakai kedua tangan.Seketika itu wajah Perawan Sesat pucat pasi merasa kehilangan pedang. Ia tak menyadari saat Baraka melompati atas kepalanya, Baraka sempat meniup dari mulutnya. Memang hanya sebentar, tapi punya kekuatan ilmu yang mampu menghilangkan benda yang tersentuh tiupan Baraka. B
Menurut pandangan hatinya, hanya dua orang itulah yang bisa dan pantas menjadi penggantinya, sebagai Ketua Perguruan Merpati Wingit. Tetapi sebelum niatnya terlaksana, satu dari kedua orang pilihannya itu telah tewas. Kini tinggal Selendang Maut yang menjadi satu-satunya calon pengganti dirinya, sebelum ia pergi mengasingkan diri menjadi seorang pertapa. Tetapi, mampukah Selendang Maut mempertahankan perguruannya jika sekarang hatinya telah ditaburi dendam terhadap orang-orang Bukit Garinda yang dikuasai oleh Nyai Lembah Asmara? Bukankah beberapa orang kuat di perguruan itu telah tewas juga di tangan perempuan iblis utusan Nyai Lembah Asmara? Dewi Murka, Murbawati, dan orang-orang kuat lainnya telah tiada. Padahal mereka adalah benteng bagi Perguruan Merpati Wingit.Belum lagi jika Betari Ayu memikirkan Pendekar Kera Sakti yang berhasil dibujuk Perawan Sesat untuk dibawa ke Bukit Garinda, makin perih hati Nyai Betari Ayu sebenarnya. Karena di dalam hati Nyai Guru itu, tertana
"Baraka harus segera diselamatkan, Guru! Saya sudah bisa bayangkan kalau Baraka menanamkan benih pada rahim Nyai Lembah Asmara, dan benih itu menjadi keturunan sang Nyai Lembah Asmara.""Memang. Itulah sebabnya Lembah Asmara tidak bisa punya keturunan, sebab satu kali dia punya keturunan maka anaknya akan menjadi manusia tanpa tanding. Padahal Nyai Lembah Asmara mempunyai aliran hitam. Tidak menutup kemungkinan kalau anaknya nantinya akan menjadi orang sesat yang tidak bisa dikalahkan oleh pendekar mana pun!""Karena itu saya harus segera gagalkan rencana tersebut, Guru!" Sergah Selendang Maut."Aku tak bisa memberi keputusan sekarang. Biarkan aku duduk di sini merenungkan putusan yang lebih baik."-o0o-Dalam hati Betari Ayu merasa khawatir terhadap jiwa Selendang Maut. Tinggal satu murid yang menjadi benteng perguruannya. Jika Selendang Maut tewas di tangan Nyai Lembah Asmara, habis sudah benteng Perguruan Merpati Wingit. Tetapi san
Buat Selendang Maut, dia sudah tidak asing lagi mendengar ucapan aneh Pujangga Kramat. Sebab ia tahu persis Pujangga Kramat adalah manusia yang tidak pernah bisa menyusun kalimat. Dengan mudah Selendang Maut mengerti maksud kata-kata Pujangga Kramat, ia dekati lelaki itu dengan tenang, tiada gentar sedikit pun."Kau menyerangku lebih dulu, Pujangga Kramat.""Bilang siapa?! Aku datang baru saja, kau serang aku tahu-tahu dari belakang! Maksud apamu, hah?!"Melihat kerut dahi dan kecemberutan wajah Pujangga Kramat, Selendang Maut temukan kejujuran kata orang itu. Tapi dalam hati Selendang Maut segera tanyakan pada diri sendiri."Lantas, siapa yang membuat lereng itu longsor dan batu-batu menggelinding menyerangku jika bukan Pujangga Kramat?!"Melihat sikapnya tidak bermusuhan, Pujangga Kramat pun ajukan tanya kepada Selendang Maut. "Selendang Maut, kau tahukah di mana Pendekar Kera Sakti berada?""Ada perlu pentingkah kau mencari Pendekar Kera
Selendang Maut tetapkan pandang matanya ke arah timur. Kepalanya kian tunduk merunduk. Di sana tampak sosok tubuh sedikit gemuk berpakaian serba hitam. Tepian pakaian orang itu dililit kain kuning emas kecil. Wajah orang itu berkumis dan bercambang tipis. Matanya sedikit sipit memancarkan kebengisan. Sebuah pedang bersarung perak berukir ada di pinggang kirinya.Pujangga Kramat kembali bisikkan kata. "Ingatkah kau itu orang?""Ya. Kalau tak salah dia yang bernama Datuk Marah Gadai!""Dia yang intai kita tadi sejak.""Kurasa begitu. Tapi untuk apa dia intai kita?""Tak tahu akulah!"Sambil Pujangga Kramat sedikit angkat kepala dan pundaknya tanda tidak tahu-menahu maksud Datuk Marah Gadai."Kita sikat dia sajalah!" Bisik Pujangga Kramat lagi."Jangan dulu. Kita kepingin tahu dulu, apa maksud dan tujuannya intai kita dari sana!" Seraya Selendang Maut tahankan tangannya ke pundak Pujangga Kramat.Datuk Marah Gadai salah sat
"Siapa kau, Anak Muda?!" Tanya Datuk Marah Gadai dengan lagak bijaknya."Rupanya kau tokoh baru di rimba persilatan ini, sehingga tidak mengenali diriku!" Kata Dirgo Mukti dengan angkuhnya.Datuk Marah Gadai serukan tawa bernada mengejek. "Kau itu anak ingusan, mana mungkin aku mengenalimu? Bukan karena aku tokoh baru di dunia persilatan, tapi karena kau terlambat muncul karena masih menetek ibumu, jadi aku tidak mengenalimu!""Bicaralah dengan tutur kata yang baik dan sopan, Pak Tua!"Makin terkekeh geli Datuk Marah Gadai dipanggil dengan sebutan 'pak tua'. Baginya itu panggilan yang belum waktunya muncul. Tapi karena yang menyerukan adalah mulut bocah ingusan, Datuk Marah Gadai pun merasa tidak perlu mempermasalahkannya. Yang menjadi masalah adalah maksud dan tujuan anak muda di depannya itu."Sebutkan namamu atau kuhabiskan nyawamu sekarang juga?" Datuk mulai mengawali ancamannya dengan sudut mata menatap bengis."Kurasa kau tak perlu men
Hembusan angin itu dirasakan bukan hembusan angin sembarangan. Cepat pula Pendekar Kera Sakti cabut suling mustikanya dan dikibaskan ke belakang sambil putar tubuhnya.Wuuut...!"Aahg...!"Kibasan angin laksana badai topan itu membuat seseorang bertubuh kurus kering terpental jatuh ke belakang dalam jarak empat langkah. Orang itu menyeringai memegangi pinggangnya yang terasa mau patah itu. Ia bangkit dengan menggeliat sakit dan menggerutu."Sial! Begitukah sambutanmu kepada orang yang tidak memusuhimu, Baraka?""O, maafkan aku, Peramal Pikun! Kukira kau musuh yang ingin memukulku dari belakang!"Peramal Pikun, orang yang sudah berambut uban merata dengan alis dan jenggotnya pun putih semua, sedikit terpincang-pincang mendekati Baraka. Dari mulut tuanya masih mengeluarkan gerutuan yang membuat Pendekar Kera Sakti jadi tersenyum geli."Aku tak pernah membokong musuhku, kecuali kepepet!"Peramal Pikun hentikan langkah setelah jara
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di