"Berikan aku anggur yang paling bagus dan makanan yang paling enak," pinta Baraka.
Kening si pelayan langsung berkerut. Selama bekerja sebagai pelayan kedai, belum pernah dia menjumpai orang yang memesan makanan dengan memberikan uang terlebih dulu. Namun, rasa heran di hati lelaki berpakaian putih-putih itu segera berubah menjadi rasa geli. Setelah menatap wajah Baraka beberapa saat, dia berlalu sambil mengulum senyum. Sejenak, kekhawatiran di hati si pelayan lenyap.
Baraka duduk diam menanti pesanannya. Sikapnya acuh tak acuh walau tahu banyak mata memperhatikan. Sesekali kepalanya digaruk dengan senyum cengar cengir. Sementara, di sudut ruangan kedai sebelah belakang tampak seorang gadis cantik yang juga tak lepas memperhatikan semua gerak-gerik Baraka. Gadis berpakaian serba kuning itu duduk semeja dengan seorang nenek yang juga berpakaian serba kuning. Walau sudah tua, wajah si nenek masih menyiratkan sinar kecantikan.
Baraka terkesiap saat mendengar seruan
"Kurang ajarrr...! Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!” bentak Iblis Perenggut Roh seraya bangkit dari tempat duduknya. Bibir Dewi Pedang Halilintar mengulum senyum. "Siapa yang tak kenal kau? Sekali lihat, setiap orang pasti akan mengingat dirimu seumur hidup. Karena, kau punya mulut monyong dan kumis kaku panjang yang benar-benar mirip tikus comberan!" "Bangsat!" Sambil memaki, Iblis Perenggut Roh menjejak lantai. Mendadak, tubuh kakek kurus ini melayang cepat seperti burung walet. Jemari tangan kanannya terkepal dan menjulur lurus ke depan. Para pengunjung kedai yang telah mengenal Iblis Perenggut Roh terperangah. Mereka menatap kelebatan tubuh si kakek tanpa berkedip. Walau tahu Iblis Perenggut Roh punya sifat berangasan, mereka sama sekali tak menyangka bila si kakek hendak menjatuhkan tangan maut. Kepalan tangan kanan Iblis Perenggut Roh memang dialiri tenaga dalam tingkat tinggi. Sekali lihat, Sastrawan Berbudi dan Pendeta Tasbih Terbang
Cepat Baraka mendekap mulut karena kelepasan bicara. Tadi, pemuda ini memang merasa geli melihat sikap iblis Perenggut Roh yang tampak begitu takut kepada Iblis Pencabut Jiwa."Jahanam!" geram Iblis Perenggut Roh. Kakek kurus yang merasa terhina itu tak kuasa menahan hawa amarah. Jajaran giginya yang bertautan memperdengarkan suara gemelutuk. Seluruh rasa kesalnya tertumpah pada Baraka.Dengan sorot mata tajam menusuk, Iblis Perenggut Roh menghampiri. Begitu sampai di hadapan Baraka, tangan kanan Iblis Perenggut Roh melayang untuk menepuk bahu kiri si pemuda!Melihat Baraka yang tampak tenang-tenang saja, seluruh pengunjung kedai terbelalak. Walau hanya sebuah tepukan, jangan dikira jemari tangan Iblis Perenggut Roh tidak berbahaya. Karena, tepukan itu disertai ilmu 'Merenggut Roh Mencabut Jiwa'!Balok baja pun akan lumer terkena pukulan tokoh sesat itu, apalagi bahu seorang pemuda yang hanya terdiri dari tulang dan segumpal daging empuk!"Jangan!"
Terbayang di benak Baraka, ucapan Kakaroto yang ingin menjodohkan dirinya dengan Kemuning. Ucapan si kakek yang mengiang di telinga itu membuat hati Baraka makin sedih. Dengan langkah gontai, Baraka keluar rumah. Ditatapnya langit biru yang ditebari awan perak. Baraka tak mau menangis. Karena kalau menangis, berarti dia tidak tabah. Dan kalau tidak tabah, berarti dia tak kuasa men-jalani hidup yang memang penuh tantangan dan cobaan. Begitulah pengertian yang telah mendarah daging dalam diri Baraka sejak kecil.Dengan langkah masih gontai, Baraka melangkah ke halaman samping rumah. Mendadak, langkah pemuda polos itu terhenyak. Cepat diambilnya sebatang kayu besi yang tergeletak di tanah. Batang kayu berwarna hitam itu ternyata potongan dayung perahu."Dayung ini senjata Kakek Kakaroto," desis Baraka, mengamati potongan kayu di tangannya. "Dayung ini terpapas jadi dua karena tebasan senjata tajam. Hmmm.... Bersama Nenek Sawuni, Kakek Kakaroto tentu habis melakukan pertem
Walau Baraka bukanlah seorang pemuda yang gampang naik pitam, tapi karena desakan rasa sedih dan kehilangan, darahnya jadi mendidih. Apalagi, Dewi Pedang Halilintar tak segera memberi penjelasan."Kau akui bila darah yang melumuri pedangmu adalah pedang Sepasang Nelayan Sakti, tapi kenapa kau tak mau mengakui bila kaulah pembunuh kakek nenek itu!” seru Baraka dengan sorot mata berkilat-kilat."Aku tidak membunuh siapa-siapa...," sahut Dewi Pedang Halilintar.Bummm...!Terdesak rasa jengkel, Baraka menggedruk tanah. Tanpa sadar gedrukannya disertai tenaga dalam. Akibatnya, bumi berguncang, dan tubuh Dewi Pedang Halilintar jatuh berguling-guling."Dasar Tolol!" maki Dewi Pedang Halilintar kemudian. Bola matanya melotot besar, tak berkedip menatap wajah Baraka. Melihat perubahan sikap si nenek, Baraka menggeram marah. "Aku memang Tolol! Tapi, kalau cuma memecahkan kepala seseorang pembunuh kejam macam kau, kurasa aku cukup mampu!""Aku bu
Mendelik mata Baraka mendengar cerita Dewi Pedang Halilintar. Amarahnya memuncak lagi. "Benarkah apa yang kau katakan itu, Nek?" selidiknya lagi."Kalau kau tak percaya, kau boleh bunuh aku sekarang juga."Mendengar ucapan Dewi Pedang Halilintar itu, Baraka mendesah. Antara percaya dan tidak, Baraka berkata, "Lanjutkan ceritamu, Nek."Dewi Pedang Halilintar batuk-batuk sebentar, lalu berkata, "Kemuning yang berilmu lebih rendah ditotok hingga tak dapat berbuat apa-apa. Dan dengan kecepatan luar biasa, pemuda itu memungut potongan senjata yang tergeletak di tanah. Tak dapat aku menghindar ketika mata pancing melukai bahu kiriku. Selagi aku mengaduh kesakitan, tiba-tiba pemuda itu menggebuk punggungku dengan potongan dayung....""Lalu?" buru Baraka."Aku jatuh ke tanah. Namun sebelum pingsan, aku sempat melihat pemuda berpakaian serba merah itu menyambar tubuh Kemuning dan membawanya lari....""Keparat!" geram Baraka tiba-tiba."Bila ka
Sementara, Ikan Mas Dewa terus meluncur berputar-putar. Semakin besar gelombang dan ombak yang terbuat. Akibatnya, semakin banyak perahu yang terbalik atau pecah karena saling bentur. Para saudagar dan bangsawan tak berani mendayung perahu ke tengah telaga. Kekuatan Ikan Mas Dewa benar-benar membuat mereka ngeri. Belasan saudagar dan bangsawan bahkan tampak tergesa-gesa menambatkan perahu lalu meloncat ke daratan. Namun, bagi para pesilat yang sudah terbiasa melihat sesuatu yang menggiriskan, kekuatan Ikan Mas Dewa malah membuat semangat mereka terbakar. Sambil menjaga keseimbangan perahu agar tak terbalik, mereka melemparkan berbagai jenis senjata tajam. Maka dalam beberapa kejap mata, puluhan tombak, pedang, golok, trisula, dan anak panah tampak berlesatan. Namun, Ikan Mas Dewa tampak tenang-tenang saja. Hujan senjata yang menimpa tubuhnya tak satu pun yang dapat melukai. Padahal, senjata-senjata itu dilemparkan dengan kekuatan penuh yang disertai tenaga dalam. Mel
Keempat kakek itu langsung menerjang Baraka dengan serangan-serangan mematikan. Mereka meloncat bergantian dan saling bertukar perahu. Baraka jadi kerepotan. Selain harus menghindari sambaran golok yang datang bertubi-tubi, dia pun harus tetap memegangi tali baja yang membelit Ikan Mas Dewa."Empat Iblis Gundul! Kalian benar-benar tak tahu peradatan!" Tiba-tiba, dari sisi kiri perahu Baraka terdengar teriakan keras yang dibarengi melesatnya sebuah perahu. Penumpangnya seorang kakek berwajah halus yang mengenakan pakaian serba hijau. Dia Bagus Tembini alias Sastrawan Berbudi!Usai berteriak, Sastrawan Berbudi langsung menerjang salah seorang dari empat kakek berkepala gundul yang disebut sebagai Empat Iblis Gundul. Cepat sekali gerakan Sastrawan Berbudi. Dengan menggunakan sebatang bambu sepanjang tiga jengkal yang ujungnya terdapat bulu-bulu halus, dia berani menangkis tebasan golok yang mengarah ke pinggang Baraka.Trang...!Bunga api memercik ke mana-ma
Bayangan itu berkelebat cepat sekali. Namun, mata Baraka yang tajam dapat melihat bila si bayangan membawa sebilah pedang yang memancarkan sinar kuning berkeredepan. Jelas sekali bila pedang itu adalah sejenis pedang pusaka yang tentu saja memiliki ketajaman luar biasa! Melihat si bayangan terus melesat mendekati Ikan Mas Dewa, Baraka jadi khawatir. Walau Ikan Mas Dewa kebal terhadap senjata tajam, tapi apakah dia juga kebal terhadap tusukan atau tebasan pedang pusaka" "Awas...!" Baraka berteriak keras untuk memberi peringatan. Ikan Mas Dewa menggerakkan sirip dan ekornya, namun... lesatan bayangan merah lebih cepat. Akibatnya..... Crept! Crash...! Byarrr...! Byarrr...! Ikan Mas Dewa menggeliat kesakitan. Timbul gulungan ombak besar. Air telaga yang semula jernih berubah merah karena ternoda oleh cairan darah. "Ya, Tuhan...." Sekali lagi, Baraka menyebut nama kebesaran Sang Penguasa Tunggal. Pemuda ini dapat melihat den
Maka, pendekar tampan yang ternyata sejak tadi diintip oleh Sundari dari celah pintu dapur itu, mencoba mengutarakan maksudnya kepada Pak Tua pemilik kedai tersebut. "Apakah kau menyediakan kamar untuk penginapan, Ki?""Tidak. Maksudmu bagaimana, Baraka?""Kalau ada kamar, aku akan bermalam di sini. Aku ingin tahu siapa bayangan hitam itu. Karena..., terus terang saja, kedatanganku kemari adalah dalam perjalanan menemui Raja Hantu Malam.""Hahh...!" Ki Rosowelas terkejut. Baraka memang tidak jelaskan pokok masalah sebenarnya agar tak mengundang perhatian terlalu besar bagi si pemilik kedai itu.Baraka hanya berkata, "Aku punya sedikit urusan dengan Raja Hantu Malam dan harus segera kuselesaikan. Jika bayangan hitam itu memang Raja Hantu Malam, berarti aku tak perlu susah-susah mendaki Gunung Keong Langit. Jika memang bukan dia, maka kita semua akan tahu siapa sebenarnya bayangan hitam itu.""Tapi dia berbahaya, Baraka. Bayangan hitam itu, baik dia
Karena tutur katanya sopan dan wajah Baraka tidak kelihatan bengis, maka Ki Rosowelas pun mempersilakan Baraka untuk masuk ke kedainya. Kedai itu tidak ditutup semua, melainkan disisakan satu pintu untuk keluarnya Baraka nanti. Selain mengisi perutnya, Baraka juga memesan secangkir arak. Dua potong ketan bakar dinikmati pula sebagai pengisi perutnya. Ki Rosowelas menemani Baraka dengan ikut menikmati secangkir arak pula.Seorang gadis manis berkulit hitam segera bergegas ke belakang setelah membantu beberes tempat itu. Gadis manis berusia sekitar dua puluh tahun itu adalah anak tunggal Ki Rosowelas yang terlambat lahir. Gadis itu bernama Sunari, yang lahir pada saat Ki Rosowelas sudah berusia empat puluh tahun.Mulanya Ki Rosowelas dan mendiang istrinya merasa tidak akan punya keturunan, karena sudah bertahun-tahun hidup berumah tangga tapi tidak pernah mempunyai anak. Ketika mereka sudah berusia separo baya, sang istri justru hamil. Tapi sayang sang istri harus mening
"Kuhancurkan tubuh Sumbaruni jika kau tak mau tunduk padaku, Baraka!" kata Nila Cendani mengancam dengan suara dingin."Aku tak akan pernah tunduk pada orang sesat sepertimu, Nila Cendani!""Bagus. Kalau begitu kau ingin lihat tubuh Sumbaruni hancur sekarang juga!"Wuuut...! Claaap...!Dari mata Nila Cendani melesat selarik sinar biru bening ke arah tubuh Sumbaruni yang terkapar tak berdaya itu. Baraka yang memang mengetahui kalau serangannya bisa menyentuh Ratu Tanpa Tapak, cepat patahkan sinar biru itu dengan lepaskan jurus 'Tapak Dewa Kayangan', yaitu Sinar putih perak yang keluar dari telapak tangan yang disatukan di dada dan disentakkan ke depan.Baraka memang sudah mengetahui keistimewaan akan dirinya yang akan selalu perjaka, walaupun keperjakaannya itu sudah di obral kesana kemari.Claap...!Blegaaarrr...! Ledakan lebih dahsyat dari yang tadi telah membuat tanah bagaikan diguncang gempa hebat. Tiga pohon di seberang sana tumba
Dalam perjalanannya menuju Gunung Keong Langit, yang menurut keterangan Tabib Awan Putih, bentuk gunung itu seperti rumah keong raksasa itu, Baraka sempat berpikir tentang semua kata-kata dan penjelasan tabib bungkuk itu."Mungkin memang karena tak beristri lagi, maka Raja Hantu Malam kembali ke jalan yang sesat karena tak ada orang yang mengingatkannya. Tapi mengapa diawali dari dasar laut? Mengapa sasaran pertamanya Ratu Asmaradani? Apakah dengan begitu tingkah lakunya tidak mudah tercemar di permukaan bumi? Atau karena Raja Hantu Malam tak bisa menahan hasratnya untuk beristri lagi dan sudah lama mengincar Ratu Asmaradani yang masih tampak muda itu?"Renungan itu patah. Langkah pun terhenti. Pandangan Baraka segera tertuju ke arah kirinya. Di sana ada tanah lega berpohon jarang. Di atas tanah itu tampak dua orang mengadu kesakitan dengan letupan-letupan yang kadang menjadi ledakan mengguncang tanah. Baraka segera bergegas ke pertarungan dua perempuan yang jaraknya l
Pada saat Pendekar Kera Sakti tercengang, wajah Ratu Asmaradani tertunduk malu dan sedih. Tapi suaranya terdengar jelas, "Paksa dia untuk sembuhkan diriku, Baraka. Jika memang sangat terpaksa, kalahkan dia dengan caramu. Aku mohon bantuanmu. Pendekar Kera Sakti...!"Baraka masih tertegun merinding melihat keganasan ilmu 'Racun Siluman', ia dapat bayangkan alangkah menderitanya hidup tanpa bagian perut ke bawah.-o0o-RINDU MALAM hanya diizinkan oleh Ratu Asmaradani mengantar Baraka sampai di permukaan laut saja. Ia harus segera kembali, karena sang Ratu punya firasat adanya rasa cinta di hati Rindu Malam. Bahkan sebelum ia ditugaskan mengantarkan Baraka ke permukaan laut, sang Ratu sudah berpesan kepada semua rakyat dan orang-orang bawahannya, "Tak satu pun boleh mencintai Baraka dan merayunya. Dia orang terhormat, murid dari kakak sepupuku. Apalagi kalau dia berhasil kalahkan Raja Hantu Malam, kalian semua, termasuk aku, berhutang budi kepadanya.
"Ibuku adalah adik dari ibunya Dewi Pedang. Jadi cukup dekat hubunganku dengan bibi gurumu itu, Baraka."Pendekar tampan angguk-anggukkan kepala. Senyumnya kian mekar berseri menggoda hati para prajurit di pinggiran ruang pertemuan itu. Pendekar Kera Sakti merasa lega dan bangga bisa bertemu dengan Ratu Asmaradani, yang dalam urutan silsilah termasuk orang yang patut dihormati dan dilindungi, sebab adik dari gurunya sendiri. Tetapi Baraka diam-diam menyimpan keheranan kecil."Tentunya dia punya ilmu tinggi. Tapi mengapa dia tak bisa selesaikan persoalannya sendiri? Mengapa harus meminta bantuan padaku?"Kemudian Baraka pun bertanya, "Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu, Nyai Ratu? Bibi atau....""Terserah kau. Bukan panggilan hormatmu yang kubutuhkan, tapi kesaktianmu yang kuharapkan bisa menolongku.""Boleh aku tahu apa kesulitanmu, Nyai Ratu?""Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki berilmu tinggi dapat masuk ke negeri ini. Ia mengaku
"Gusti Ratu kami mempunyai ilmu 'Latar Bayangan' yang membuat semua pemandangan di sini seperti pemandangan di permukaan pulau," kata Kelana Cinta."Apakah di sini juga ada siang dan malam?""Ya. Kami juga mengenal siang dan malam, tapi kami tak punya matahari dan rembulan," jawab Rindu Malam."Hanya orang berilmu tinggi dan mempunyai kepekaan indera keenam saja yang bisa sampai di tempat kami ini. Tetapi jika kau tinggal di sini, kau akan dibekali ilmu tersendiri yang bisa membuatmu keluar masuk ke negeri kami, seperti contohnya ilmu yang kugunakan membawamu kemari tadi," kata Kelana Cinta."Seandainya ada...." Kelana Cinta tak jadi teruskan kata, ia melihat seorang wanita berjubah perak muncul di serambi istana. Wanita berambut pendek itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Baraka.Maka Kelana Cinta berkata, "Sebaiknya kita segera masuk ke istana. Pendeta Agung Dewi Rembulan sudah mempersilakan kita untuk menghadap sang Ratu.""O
"Aneh sekali!" gumam Baraka sambil memandang pulau gundul yang seolah-olah tempat pengasingan amat menyedihkan. Tak ada tonggak, tak ada pohon, tak ada atap, tak ada apa-apa. Tentu saja Pendekar Kera Sakti bingung mencari di mana negeri Samudera Kencana itu.Rindu Malam membawa Baraka persis ke tengah pulau. Kelana Cinta segera lakukan gerakan aneh. Kedua tangannya direntangkan, lalu mengeras, dan bergerak saling mendekat di depan dada. Kedua tangan itu saling bertemu, tapi hanya ujung telunjuk dan ujung jempolnya saja yang bertemu, jari lainnya menggenggam rapat. Kelana Cinta memusatkan pikirannya, mengerahkan tenaga untuk keluarkan kekuatan aneh dari ujung pertemuan dua telunjuk tersebut.Kejap berikut, ujung telunjuk itu lepaskan selarik sinar warna-warni, bagaikan sinar pelangi. Sinar itu melesat tanpa putus, mengarah ke tanah cadas berumput laut. Sinar itu bergerak sesuai dengan langkah kaki Kelana Cinta yang mengelilingi tubuh Rindu Malam dan Baraka. Sinar warna-
"Memang... memang hanya salah paham saja."Baraka tertawa, tapi Rindu Malam dan Sumbaruni saling lirik penuh hasrat untuk saling menyerang. Hasrat itu sama-sama mereka tahan supaya tidak membuat si pendekar tampan besar kepala, karena merasa diperebutkan.Tiba-tiba sekelebat bayangan datang dari arah belakang Sumbaruni. Bayangan itu tahu-tahu sudah berwujud di depan mereka, membuat Sumbaruni dan Baraka sedikit tercengang melihat penampilan seorang tokoh tua berambut panjang abu-abu, berbadan kurus dan berjubah putih kusam. Orang itu bukan orang tua yang bertarung aneh di puncak bukit seberang tadi, melainkan seorang tokoh tua yang amat dikenal Baraka dan Sumbaruni. Dia adalah Raja Maut, tokoh beraliran putih yang tidak sempat hadir dalam pertemuan di Bukit Kayangan untuk membicarakan pelaku pembunuhan Ki Empu Sakya."Sumbaruni, syukurlah kau bisa kutemui di sini!" kata Raja Maut."Ada apa, Prasonco?" tanya Sumbaruni menyebutkan nama asli Raja Maut.