Beranda / Pendekar / Pendekar Kera Sakti / 46. Mahisa Birawa atau Iblis Seribu Wajah

Share

46. Mahisa Birawa atau Iblis Seribu Wajah

last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-04 01:03:14

"Aku pun tak menyangka bila Kakek dan istri Kakek adalah sepasang pendekar bergelar Sepasang Nelayan Sakti. Sungguh aku juga tak menyangka, Kek...." potong Kemuning.

"Aku pun demikian. Aku sama sekali tak menyangka bila kau sebenarnya bernama Kemuning, murid Dewi Pedang Halilintar...," sahut Sawuni seperti latah. "Sungguh pandai kau menyembunyikan kepandaianmu, Kemuning. Benar-benar tak kusangka bila kau adalah Dewi Pedang Kuning...."

Kakaroto, Baraka, dan Sawuni sama-sama mengeluarkan isi hatinya. Mereka berucap dengan mata berbinar-binar. Namun, Kemuning atau Dewi Pedang Kuning tampak menundukkan kepala. Lidah si gadis terasa kelu. Bibirnya terasa kaku untuk diajak mengucap kata-kata, "Eh, kau kenapa, Kemuning?" tegur Kakaroto. "Di antara kita sudah tidak ada rahasia lagi. Adakah sesuatu yang membuat hatimu risau?"

Perlahan Kemuning mengangkat wajah. Ditatapnya Kakaroto dengan sinar mata redup. "Maafkan aku, Ki...," desisnya.

Kontan kening Kakaroto berk

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kera Sakti   47. Dewi Pedang Halilintar

    "Berikan aku anggur yang paling bagus dan makanan yang paling enak," pinta Baraka.Kening si pelayan langsung berkerut. Selama bekerja sebagai pelayan kedai, belum pernah dia menjumpai orang yang memesan makanan dengan memberikan uang terlebih dulu. Namun, rasa heran di hati lelaki berpakaian putih-putih itu segera berubah menjadi rasa geli. Setelah menatap wajah Baraka beberapa saat, dia berlalu sambil mengulum senyum. Sejenak, kekhawatiran di hati si pelayan lenyap.Baraka duduk diam menanti pesanannya. Sikapnya acuh tak acuh walau tahu banyak mata memperhatikan. Sesekali kepalanya digaruk dengan senyum cengar cengir. Sementara, di sudut ruangan kedai sebelah belakang tampak seorang gadis cantik yang juga tak lepas memperhatikan semua gerak-gerik Baraka. Gadis berpakaian serba kuning itu duduk semeja dengan seorang nenek yang juga berpakaian serba kuning. Walau sudah tua, wajah si nenek masih menyiratkan sinar kecantikan.Baraka terkesiap saat mendengar seruan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04
  • Pendekar Kera Sakti   48. Pertikaian

    "Kurang ajarrr...! Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!” bentak Iblis Perenggut Roh seraya bangkit dari tempat duduknya. Bibir Dewi Pedang Halilintar mengulum senyum. "Siapa yang tak kenal kau? Sekali lihat, setiap orang pasti akan mengingat dirimu seumur hidup. Karena, kau punya mulut monyong dan kumis kaku panjang yang benar-benar mirip tikus comberan!" "Bangsat!" Sambil memaki, Iblis Perenggut Roh menjejak lantai. Mendadak, tubuh kakek kurus ini melayang cepat seperti burung walet. Jemari tangan kanannya terkepal dan menjulur lurus ke depan. Para pengunjung kedai yang telah mengenal Iblis Perenggut Roh terperangah. Mereka menatap kelebatan tubuh si kakek tanpa berkedip. Walau tahu Iblis Perenggut Roh punya sifat berangasan, mereka sama sekali tak menyangka bila si kakek hendak menjatuhkan tangan maut. Kepalan tangan kanan Iblis Perenggut Roh memang dialiri tenaga dalam tingkat tinggi. Sekali lihat, Sastrawan Berbudi dan Pendeta Tasbih Terbang

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-05
  • Pendekar Kera Sakti   49. Pendekar Kera Sakti

    Cepat Baraka mendekap mulut karena kelepasan bicara. Tadi, pemuda ini memang merasa geli melihat sikap iblis Perenggut Roh yang tampak begitu takut kepada Iblis Pencabut Jiwa."Jahanam!" geram Iblis Perenggut Roh. Kakek kurus yang merasa terhina itu tak kuasa menahan hawa amarah. Jajaran giginya yang bertautan memperdengarkan suara gemelutuk. Seluruh rasa kesalnya tertumpah pada Baraka.Dengan sorot mata tajam menusuk, Iblis Perenggut Roh menghampiri. Begitu sampai di hadapan Baraka, tangan kanan Iblis Perenggut Roh melayang untuk menepuk bahu kiri si pemuda!Melihat Baraka yang tampak tenang-tenang saja, seluruh pengunjung kedai terbelalak. Walau hanya sebuah tepukan, jangan dikira jemari tangan Iblis Perenggut Roh tidak berbahaya. Karena, tepukan itu disertai ilmu 'Merenggut Roh Mencabut Jiwa'!Balok baja pun akan lumer terkena pukulan tokoh sesat itu, apalagi bahu seorang pemuda yang hanya terdiri dari tulang dan segumpal daging empuk!"Jangan!"

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-05
  • Pendekar Kera Sakti   50. Salah Faham

    Terbayang di benak Baraka, ucapan Kakaroto yang ingin menjodohkan dirinya dengan Kemuning. Ucapan si kakek yang mengiang di telinga itu membuat hati Baraka makin sedih. Dengan langkah gontai, Baraka keluar rumah. Ditatapnya langit biru yang ditebari awan perak. Baraka tak mau menangis. Karena kalau menangis, berarti dia tidak tabah. Dan kalau tidak tabah, berarti dia tak kuasa men-jalani hidup yang memang penuh tantangan dan cobaan. Begitulah pengertian yang telah mendarah daging dalam diri Baraka sejak kecil.Dengan langkah masih gontai, Baraka melangkah ke halaman samping rumah. Mendadak, langkah pemuda polos itu terhenyak. Cepat diambilnya sebatang kayu besi yang tergeletak di tanah. Batang kayu berwarna hitam itu ternyata potongan dayung perahu."Dayung ini senjata Kakek Kakaroto," desis Baraka, mengamati potongan kayu di tangannya. "Dayung ini terpapas jadi dua karena tebasan senjata tajam. Hmmm.... Bersama Nenek Sawuni, Kakek Kakaroto tentu habis melakukan pertem

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-05
  • Pendekar Kera Sakti   51. Tewasnya Sepasang Nelayan Sakti

    Walau Baraka bukanlah seorang pemuda yang gampang naik pitam, tapi karena desakan rasa sedih dan kehilangan, darahnya jadi mendidih. Apalagi, Dewi Pedang Halilintar tak segera memberi penjelasan."Kau akui bila darah yang melumuri pedangmu adalah pedang Sepasang Nelayan Sakti, tapi kenapa kau tak mau mengakui bila kaulah pembunuh kakek nenek itu!” seru Baraka dengan sorot mata berkilat-kilat."Aku tidak membunuh siapa-siapa...," sahut Dewi Pedang Halilintar.Bummm...!Terdesak rasa jengkel, Baraka menggedruk tanah. Tanpa sadar gedrukannya disertai tenaga dalam. Akibatnya, bumi berguncang, dan tubuh Dewi Pedang Halilintar jatuh berguling-guling."Dasar Tolol!" maki Dewi Pedang Halilintar kemudian. Bola matanya melotot besar, tak berkedip menatap wajah Baraka. Melihat perubahan sikap si nenek, Baraka menggeram marah. "Aku memang Tolol! Tapi, kalau cuma memecahkan kepala seseorang pembunuh kejam macam kau, kurasa aku cukup mampu!""Aku bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-05
  • Pendekar Kera Sakti   52. Ikan Mas Dewa

    Mendelik mata Baraka mendengar cerita Dewi Pedang Halilintar. Amarahnya memuncak lagi. "Benarkah apa yang kau katakan itu, Nek?" selidiknya lagi."Kalau kau tak percaya, kau boleh bunuh aku sekarang juga."Mendengar ucapan Dewi Pedang Halilintar itu, Baraka mendesah. Antara percaya dan tidak, Baraka berkata, "Lanjutkan ceritamu, Nek."Dewi Pedang Halilintar batuk-batuk sebentar, lalu berkata, "Kemuning yang berilmu lebih rendah ditotok hingga tak dapat berbuat apa-apa. Dan dengan kecepatan luar biasa, pemuda itu memungut potongan senjata yang tergeletak di tanah. Tak dapat aku menghindar ketika mata pancing melukai bahu kiriku. Selagi aku mengaduh kesakitan, tiba-tiba pemuda itu menggebuk punggungku dengan potongan dayung....""Lalu?" buru Baraka."Aku jatuh ke tanah. Namun sebelum pingsan, aku sempat melihat pemuda berpakaian serba merah itu menyambar tubuh Kemuning dan membawanya lari....""Keparat!" geram Baraka tiba-tiba."Bila ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-06
  • Pendekar Kera Sakti   53. Memperebutkan Ikan Ajaib

    Sementara, Ikan Mas Dewa terus meluncur berputar-putar. Semakin besar gelombang dan ombak yang terbuat. Akibatnya, semakin banyak perahu yang terbalik atau pecah karena saling bentur. Para saudagar dan bangsawan tak berani mendayung perahu ke tengah telaga. Kekuatan Ikan Mas Dewa benar-benar membuat mereka ngeri. Belasan saudagar dan bangsawan bahkan tampak tergesa-gesa menambatkan perahu lalu meloncat ke daratan. Namun, bagi para pesilat yang sudah terbiasa melihat sesuatu yang menggiriskan, kekuatan Ikan Mas Dewa malah membuat semangat mereka terbakar. Sambil menjaga keseimbangan perahu agar tak terbalik, mereka melemparkan berbagai jenis senjata tajam. Maka dalam beberapa kejap mata, puluhan tombak, pedang, golok, trisula, dan anak panah tampak berlesatan. Namun, Ikan Mas Dewa tampak tenang-tenang saja. Hujan senjata yang menimpa tubuhnya tak satu pun yang dapat melukai. Padahal, senjata-senjata itu dilemparkan dengan kekuatan penuh yang disertai tenaga dalam. Mel

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-06
  • Pendekar Kera Sakti   54. Pertempuran di Telaga Bidadari

    Keempat kakek itu langsung menerjang Baraka dengan serangan-serangan mematikan. Mereka meloncat bergantian dan saling bertukar perahu. Baraka jadi kerepotan. Selain harus menghindari sambaran golok yang datang bertubi-tubi, dia pun harus tetap memegangi tali baja yang membelit Ikan Mas Dewa."Empat Iblis Gundul! Kalian benar-benar tak tahu peradatan!" Tiba-tiba, dari sisi kiri perahu Baraka terdengar teriakan keras yang dibarengi melesatnya sebuah perahu. Penumpangnya seorang kakek berwajah halus yang mengenakan pakaian serba hijau. Dia Bagus Tembini alias Sastrawan Berbudi!Usai berteriak, Sastrawan Berbudi langsung menerjang salah seorang dari empat kakek berkepala gundul yang disebut sebagai Empat Iblis Gundul. Cepat sekali gerakan Sastrawan Berbudi. Dengan menggunakan sebatang bambu sepanjang tiga jengkal yang ujungnya terdapat bulu-bulu halus, dia berani menangkis tebasan golok yang mengarah ke pinggang Baraka.Trang...!Bunga api memercik ke mana-ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-06

Bab terbaru

  • Pendekar Kera Sakti   1030. Part 5

    "Lakukanlah kalau kau berani! Lakukanlah!" Ratna Prawitasari maju setindak seakan menyodorkan tubuhnya agar dimakan."Grrr...!" Gandarwo mundur satu tindak dengan erangan gemas mau menerkam namun tak berani."Ayo, lakukanlah...!" Ratna Prawitasari maju lagi."Ggrr...! Nekat kau...!" Gandarwo mundur dengan makin gemas."Lakukanlah,..!Bedd...!"Uuhg....!" Gandarwo menyeringai dengan membungkuk dan memegangi 'jimat antik'-nya yang tahu-tahu ditendang kuat oleh Ratna Prawitasari.Tubuhnya merapat, meliuk ke kanan-kiri dengan mata terpejam, mulutnya mengeluarkan erang kesakitan. Sementara itu, Marta Kumba tersenyum-senyum menahan tawa. Marta Kumba pun segera berkata, "Baru sama perempuan saja sudah nyengir-nyengir begitu, apalagi mau melawan aku!"Begitu mendengar suara Marta Kumba berkata demikian, Gandarwo segera tegak dan menggeram, lalu dengan cepat ia lepaskan pukulan jarak jauhnya ke arah Marta Kumba. Sinar hijau tadi melesat

  • Pendekar Kera Sakti   1029. Part 4

    PANTAI berpasir putih mempunyai riak ombak yang tenang. Deburannya di pagi itu terasa lebih pelan dan damai ketimbang semalam. Tetapi pantai itu sekarang sedang dijadikan ajang pertarungan konyol, yaitu pertarungan yang bersambung dari semalam, berhenti untuk istirahat sebentar, kemudian paginya dilanjutkan lagi. Rupanya dua remaja yang dicari Nyai Cungkil Nyawa itu sudah berada di pantai tersebut. Mereka saling kejar dari Petilasan Teratai Dewa sampai ke pantai itu. Mereka adalah Marta Kumba dan gadis yang menyelamatkannya dari gigitan ular berbahaya itu.Gadis tersebut menyerang dengan pedangnya, tapi setiap kali serangan itu tak pernah dibalas oleh Marta Kumba. Hanya dihindari dan kadang ditangkis jika sempat. Sikap Marta Kumba yang tidak mau menyerang membuat gadis itu penasaran, sehingga selalu melancarkan pukulan dan serangan ke arah Marta Kumba, ia ingin mengenai pemuda itu walau satu kali saja, tapi tidak pernah berhasil."Sudah kukatakann kau tak akan berhasil

  • Pendekar Kera Sakti   1028. Part 3

    Orang itu mempunyai rambut hitam, panjangnya sepunggung tapi acak-acakan tak pernah diatur, sehingga penampilannya semakin kelihatan angker, menyeramkan. Di pinggangnya terselip kapak bermata dua yang masing-masing mata kapak berukuran lebar melengkung, ujungnya mempunyai mata tombak yang berwarna merah membara, kalau kena kegelapan malam mata tombak itu menjadi sangat terang bagai cahaya lampu. Gagang kapaknya agak panjang. Kapak itu kadang ditentengnya, jika capek diselipkan di sabuk hitamnya itu. Melihat wajahnya yang angker dan berbibir tebal karena memang mulutnya lebar, jelas kedatangannya ke petilasan itu bukan untuk maksud yang baik.Terbukti ketika ia melihat Nyai Cungkil Nyawa sedang tertidur di salah satu sudut dinding reruntuhan, orang itu segera mengangkat batu sebesar perutnya dan dilemparkan ke arah Nyai Cungkil Nyawa dengan mata mendelik memancarkan nafsu membunuh.Wusss...!Batu itu melayang di udara, menuju ke tubuh nenek kurus itu. Tapi tiba-t

  • Pendekar Kera Sakti   1027. Part 2

    Dalam perjalanan menuju rumah kediaman Ki Sonokeling, yang tinggal bersama cucu dan keponakannya itu, Baraka sempat menanyakan tentang diri Nyai Cungkil Nyawa."Ki Sonokeling sudah lama mengenal Nyi Cungkil Nyawa?""Cukup lama. Sejak aku berusia sekitar tiga puluh tahun, aku jumpa dia dan naksir dia. Tapi dia tidak pernah mau membalas taksiranku, hanya sikapnya kepadaku sangat bersahabat.""Saya kaget tadi waktu dia tiba-tiba menghilang dari pandangan. Tak sangka dia punya ilmu bisa menghilang begitu.""Dia memang perempuan misterius. Kadang kelihatan cantik dan muda, kadang kelihatan tua seperti itu. Kadang mudah dicari dan ditemukan, kadang dia menghilang entah pergi ke mana dan sukar ditemukan. Tapi karena aku suka sama dia, aku bersedia dijadikan pengurus taman di petilasan itu. Maka jadilah aku juru tamannya sejak berusia tiga puluh tahun, sedangkan dia adalah juru kunci penjaga makam Prabu Indrabayu itu. Kami saling kerja sama jika ada orang berilmu

  • Pendekar Kera Sakti   1026. Petilasan Teratai Dewa

    SEPERTI apa yang dikatakan Ki Sonokeling, di pelataran Petilasan Teratai Dewa terdapat tiga mayat. Tentu saja mayat itu adalah mayat si Cakar Macan, Julung Boyo dan Tapak Getih. Tetapi dua remaja yang dikatakan Ki Sonokeling itu tidak ada.Nyai Cungkil Nyawa mencari-cari kedua muda-mudi itu ke beberapa tempat sambil menggerutu, "Jangan-jangan mereka sedang mesra-mesraan di sini! Kugepruk habis kalau ketemu! Tempat suci kok mau dipakai remas-remasan!"Dalam keremangan cahaya langit yang sudah menjadi cerah dengan rembulan kece mengintip sangat sedikit, Nyai Cungkil Nyawa menyusuri tempat-lempat yang paling tidak memungkinkan dijamah manusia. Tetapi tetap saja dua remaja yang dikatakan Ki Sonokeling itu tidak ia temukan.Akhirnya Nyai Cungkil Nyawa kembali ke reruntuhan bagian depan. Mayat-mayat itu diseretnya satu persatu untuk dibuang ke jurang yang jaraknya tak seberapa jauh dari petilasan itu. Sambil menyeret mayat-mayat itu Nyai Cungkil Nyawa menggerutu,

  • Pendekar Kera Sakti   1025. Part 20

    Pendekar Kera Sakti manggut-manggut, lalu ia merenung panjang ketika matahari makin surut dan petang pun tiba. Nenek bergusik itu keluar sebentar dari gubuk. Ketika ia kembali lagi sudah membawa sebongkah batu satu genggaman tangan. Batu itu cekung di permukaannya, lalu diberinya kain sedikit dari sobekan ikat pinggangnya sendiri, dan dengan satu kali tunjuk jari, terpeciklah api yang segera menyambar kain bagaikan sumbu lentera itu, lalu menyala kain tersebut menjadi sebuah pelita yang cukup ajaib. Bisa menyala sampai beberapa saat lamanya, bahkan sampai besok pagi pun bisa, begitu kata si nenek bergusik itu.Rupanya percakapan itu ada yang menyadap dari luar gubuk. Nenek bergusik itu berkata lirih pada Pendekar Kera Sakti."Ada maling!"Baraka berkerut dahi, menelengkan telinganya, mencari dengar suara yang mencurigakan. Nenek itu berkata lagi dengan lirih, "Kau mendengar degub jantungnya?""Tidak.""Bodoh kamu!" ucap nenek itu seenaknya saja. "A

  • Pendekar Kera Sakti   1024. Part 19

    Tawa pun terdengar pelan. Nenek itu bertanya setelah memandang keadaan gubuk tersebut, "Ini rumahmu, Baraka?""Bukan.""Lalu, rumah siapa yang begini bagusnya?" sindir Nyai Cungkil Nyawa.Baraka tersenyum sambil menjawab. "Aku sendiri tidak tahu, Nek. Kutemukan gubuk reot ini dalam keadaan kosong. Kupikir tadi mau hujan, jadi untuk sementara kau kubawa kemari! Kalau kau tak suka tinggal di sini, aku tak keberatan kalau kau mau cari penginapan di desa terdekat sini, Nek.""Aku tidak bilang begitu. Aku cuma tanya saja!" katanya sambil bersungut-sungut, lalu bangkit dengan menggunakan tongkatnya.Rupanya tongkat itu pun tetap tergenggam di tangan saat ia terlempar dan membentur pohon tadi. Dan Baraka pun menyelamatkan nenek itu tanpa sadar kalau sang nenek masih menggenggam tongkatnya."Baraka....""Ada apa?""Aku hanya menggumam sendiri! Aku seperti pernah mendengar nama Baraka!” Nyai Cungkil Nyawa berkerut dahi sambil meng

  • Pendekar Kera Sakti   1023. Part 18

    "Kau pasti lupa padaku, Rangka Cula, karena cukup lama kita tidak bertemu!""Setan Bangkai.""Oh ohh... oho oho ho ho...!" orang itu semakin tertawa. "Ternyata kau masih ingat namaku, Rangka Cula! Ya. Benar. Akulah si Setan Bangkai! Syukurlah kalau kau masih ingat aku. Berarti kau masih ingat dengan istriku yang kau bunuh seenaknya di Rawa Kebo itu, hah! Masih ingat!""Masih!" jawab Rangka Cula dengan tegas."Bagus!" Setan Bangkai segera mencabut goloknya pelan-pelan dan berkata tanpa senyum, juga tanpa tawa."Kalau begitu kau masih ingat, bahwa kau punya hutang nyawa padaku, Rangka Cula!""Ya!""Kalau waktu itu aku terluka oleh ilmumu, tapi sekarang kau tak akan bisa melukaiku lagi! Sudah kusiapkan jurus istimewa untuk memenggal kepalamu, Rangka Cula!""Silahkan!""Tapi terlebih dulu aku ingin kau menjawab pertanyaanku!""Katakan.""Mana si raksasa yang bergelar Dewa Murka itu! Mana Logayo!""Sudah

  • Pendekar Kera Sakti   1022. Part 17

    Tepat mengenai mulut Rangka Cula, sehingga Rangka Cula terpental ke belakang dan terhuyung-huyung nyaris jatuh. Ada antara lima tindak ia tersentak ke belakang, setelah itu kembali berdiri tegak walau ia merasakan ada sesuatu yang mengalir dari dalam hidungnya. Sesuatu itu tak lain adalah darah. Pukulan nenek tua itu jelas dibarengi dengan tenaga dalam. Jika tidak, tak mungkin bisa membuat hidung Rangka Cula mengucurkan darah.Rangka Cula diam saja memandangi Nyai Cungkil Nyawa. Mata nenek itu mulanya berseri-seri karena bisa membuat hidung Rangka Cula berdarah. Tapi mata itu jadi menyipit heran begitu melihat darah yang mengalir dari hidung itu tiba-tiba meresap hilang, seperti masuk ke dalam pori-pori kulit. Dan wajah Rangka Cula menjadi bersih tanpa setitik noda merah pun. Bahkan tangannya yang tadi dipakai mengusap darah itu juga kering tanpa bekas darah setetes pun."Semakin sakti saja kau rupanya!" gumam Nyai Cungkil Nyawa dengan pelan, seakan bicara pada dirinya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status