Batu itu pecah menjadi delapan bongkahan. Warna batu yang merah menjadi menyala berpijar merah, seperti batu dari dalam endapan lumpur lahar. Mengerikan sekali. Bau hangus tak sedap juga menyebar ke mana-mana.
"Heaat...!" Janda Keramat lompat kembali ke udara dalam gerakan salto. Tiba-tiba ia hinggap di atas payung dan melepaskan pukulan tenaga dalamnya ke arah bawah. Payung yang ditegak luruskan oleh pemiliknya itu cukup kuat menyangga tubuh Janda Keramat. Tapi sempat tersentak dalam guncangan kuat ketika sinar merah terlepas dari telapak tangan Janda Keramat.
Blarrr...!
Bunyi ledakan memecah keheningan malam. Payung itu guncang dan berasap, tapi tidak sampai rusak. Sedangkan tubuh Janda Keramat terlempar ke atas lebih tinggi lagi karena hentakan gelombang daya ledak yang memantul dari permukaan payung perak tersebut.
Wuuttt...! Nyai Payung Cendana sedikit oleng ke kiri, tapi tak sampai jatuh.
Melihat lawannya melenting di udara, ia segera lepaska
"Mengapa bukan kau saja yang menyerangnya, Widuri?""Ilmuku kalah tinggi dengan ilmunya Wulandita atau Ratu Cadar Jenazah. Kakakku pun kalah tinggi ilmunya. Dia mempunyai ilmu yang bernama' Aji Baja Geni', salah satu ilmu andalan utamanya.""Apa kehebatan 'Aji Baja Geni' itu?""Kebal senjata, kebal tenaga dalam apa pun. Jika ilmu itu dipakai, maka tangannya bisa menghanguskan barang apa saja yang dipegangnya. Hanya dipegang saja tanpa kekuatan apa-apa, sebatang pohon bisa hangus dari akar sampai pucuknya. Itulah kehebatan 'Aji Baja Geni'-nya Wulandita."Baraka manggut-manggut, menampakkan antusias sekali dengan penjelasan Payung Cendana. Perempuan itu tampak senang melihat sikap Baraka yang mendengarkan dengan serius apa yang dijelaskannya itu. Maka ia pun menyambung kata, "Tapi belakangan ini aku mendapat wangsit dari dewata yang menyebutkan, bahwa kelemahan 'Aji Baja Ge-ni' ada di pusarnya.""Pusarnya!" Baraka menggumam heran. Matanya memandang d
Payung Cendana sengaja berhenti bicara. Kenapa coba? Karena ada sesuatu yang mengganjal hatinya dan membuatnya takut meneruskan ucapannya. Namun bagi Baraka itu sesuatu yang menjengkelkan. Ia harus tahu apa kelanjutan ucapan itu supaya hatinya nggak penasaran, supaya kalau makan pun bisa habis banyak. Maka Baraka mendesak agar Payung Cendana mau teruskan kata-katanya..."Rasanya nggak ada yang perlu kau ketahui lagi tentang pribadiku.""Kalau kamu nggak mau teruskan ucapanmu, aku akan terjun ke bawah dan mati di lautan sana!""Terjunlah," kata Payung Cendana sambil sunggingkan senyum. Tapi Baraka toh nggak benar-benar berani terjun.Dia malah tersenyum dan berkata penuh kelembutan, "Kalau aku terjun, aku akan mati. Kalau aku mati, lalu siapa yang akan menangisi kematianku? Wanita mana yang akan merasa kehilangan diriku? Aku nggak mau, ah! Kecuali kalau memang ada wanita yang mau menangisi kematianku, mau merasa kehilangan diriku, maka aku akan terjun ke b
"Hanya ada enam jebakan di lorong itu. Semua jebakan bisa dihindari dengan tidak menginjak lantai berhias bunga putih. Karena lantai berhias bunga putih itu adalah kunci pembuka jebakan maut. Jangan diinjak, ya!" ujar Ki Parma Tumpeng kepada Baraka.Pesan itu diingat betul oleh Baraka. Maka ketika Baraka temukan lorong tersebut, ia sudah tahu bagaimana caranya masuk lorong. Letak lorong itu ada di celah tebing karang. Jalan menuju mulut lorong terhitung sempit. Hanya cukup untuk satu orang. Kanan-kirinya dinding tebing yang tinggi. Tak ada orang jualan apa-apa di sana.-o0o-Lorong itu sendiri juga bermulut kecil. Hanya cukup dimasuki satu orang dalam keadaan merundukkan kepala. Keadaan di dalamnya memang gelap, sebab nggak ada yang pasang patromaks di sana. Tapi Baraka sudah siapkan obor dari pelepah daun pepaya. Obor itu disulut dengan menggunakan ilmu tenaga dalam yang bisa keluarkan api. Dengan menggunakan obor itu, Baraka menyusuri lorong bongkok. Dikatakan
DIDALAM ALMARI, Baraka penuh gerutu dan kejengkelan. Perlu dicatat pula, salah satu gerutuannya berbunyi demikian: "Dasar pelayan nggak tahu diri, seenaknya aja ngunci almari! Apa nggak tahu ada orang di sini? Kalau begini kan bisa bikin aku mati kehabisan udara inti! Sial! Kudoakan biar nggak laku kawin seumur hidup!" Baraka nggak tahu kalau pelayan itu sudah punya suami dan punya dua anak.Suasana di dalam kamar sudah sepi. Itu artinya kamar dalam keadaan kosong. Sang Ratu nggak ada, sang pelayan pun nggak ada, Baraka segera nekat menjebol almari dengan menyentakkan kedua tangan ke depan dalam tiga hitungan."Satu... dua... tigaaa...!"Blukk..!Yang terjadi cuma timbulnya suara kayak gitu. Pintu almari nggak jebol juga tuh. Padahal Baraka sudah pakai tenaga cukup kuat dalam sentakan tadi. Kayaknya nggak masuk akal deh; lengan kekar berotot mirip Arnold Schwarzenegger kok nggak bisa menjebol pintu almari, kan aneh tuh. Ya, nggak? Otomatis sang pemuda ber
"Jangan meremehkan kemampuanku di bidang racun meracun, ya? Racun apa yang nggak bisa kutawarkan kekuatannya. Semuanya nggak bisa! Maksudku.. semuanya nggak bisa diremehkan. Sedangkan racun yang sangat berbahaya yang kuderita akibat serangan temannya Baraka yang gembrot itu saja akhirnya bisa kulawan, apalagi hanya racun 'Tengkuk Setan'! Racun tengkukmu pun bisa kuleyapkan dalam sekejap, tahu!""Maaf, Gusti Ratu!""Lain kali kalau bicara hati-hati, ya?""Baik Gusti!""Ambil Kitab Pawang Racun!""Untuk apa, Gusti!""Aku mau cari di kitab itu, apakah ada ramuan atau cara untuk sembuhkan racun 'Tengkuk Setan' itu, Tolol!""O, iya.. baik! Baik, Gusti!" kata Rembulan Pantai dengan tergopoh-gopoh saking takutnya.Setelah jauh dari sang Ratu, gadis berusia dua puluh satu tahun itu menggerutu sendiri, "Katanya semua racun bisa ditangkal, kok masih mau coba-coba cari penangkalnya dalam kitab aneka resep racun! Uuh.. dasar egois!"
Ratu Cadar Jenazah mendenguskan napas kesalnya. Ia maju dalam kepungan dan berseru, "Ada apa ini! Minggir, minggir, minggir...!"Para pengepung melebarkan jarak membuka jalan, Ratu Cadar Jenazah masuk ke tengah lingkaran mereka, berhadapan dengan perempuan sebayanya yang tampak sedikit bungkuk."Oh, kamu rupanya yang berani bikin onar di sini, Dardanila!""Ya, aku sengaja bikin onar di sini karena nggak boleh ketemu kamu, Wulandita!"Wah, seru nih. Ratu Cadar Jenazah ketemu dengan Ratu Geledek Hitam. Sama-sama ratu tapi kesaktiannya berbeda. Entah unggul mana. Yang jelas Ratu Geledek Hitam yang bernama asli Dardanila itu menampakkan sikap keberaniannya di depan Ratu Cadar Jenazah.Masih ingat Dardanila? Perempuan cantik yang menjadi salah satu korban 'Racun Penakluk Hawa' yang dimiliki Baraka. Soalnya dia pernah merasakan bercumbu dengan Pendekar Kera Sakti itu, dan dia nggak tahu kalau dalam darah kemesraan Baraka itu mengandung racun yang bikin o
Clappp...!"Heaah...!” Dardanila lompat dan bersaito di udara satu kali. Sepasang sinar merah itu luput dari sasaran, lewat di bawah kakl Dardanila.Wuttt..! Duarr.. !Terdengar suara ledakan di belakang Dardanila yang sudah berdiri tegak kembali itu. Rupanya sinar merah itu mengenai dua prajurit yang mengepung di belakang Dardanila. Kedua prajurit itu tubuhnya entah ke mana. Yang jelas tangannya ke selatan, kakinya ke utara, kepalanya ada di timur dan yang lainnya menyebar tak tentu arah tanpa tinggalin alamat segala. Kedua prajurit itu pecah dihantam sinar merah dari ratunya."Sadis!" gumam prajurit yang lain, lalu menepi pelan-pelan, takut jadi korban salah sasaran. Jarak Dardanila dan Wulandita menjadi lebih dekat lagi, sehingga dengan satu lompatan cepat Dardanila menyerang Wulandita.Wuttt...!Kakinya berkelebat menendang kepala bercadar hitam itu. Tapi tangan Wulandita cukup trampil. Kaki itu dihantam dengan kepalan tangan berte
"Nah, kenapa masih tanya juga!" ketus sang Ratu, dan Rembulan Pantai diam menunduk, tapi hatinya membatin, "Memang kita nggak punya kuda betina, habis elu takut bersaing sih!"Rembulan Pantai segera perintahkan salah seorang prajurit untuk siapkan kuda tunggangannya sang Ratu. Langkah sang Ratu pun segera diikuti, karena memang begitulah tugas Rembulan Pantai; selalu siap mendampingi sang Ratu ke mana pun perginya, kecuali ke kamar pribadi dan ke kamar mandi.Tapi langkah mereka tertahan oleh sapaan lelaki yang datang dari kejauhan."Wulandita...!”Lelaki itu berlari cepat bagaikan daun dihembus angin. Tahu-tahu sudah ada di depan pintu gerbang dalam jarak sekitar iima tombak dari sang Ratu."Lagi-lagi kau yang datang, Panji Gosip!" ujar sang Ratu dengan nada muak. "Apakah kau sudah berhasil menangkap Baraka?""Belum, tapi...""Pulanglah!" sahut sang Ratu. "Sudah kukatakan, kau boleh datang menemuiku kalau kau sudah membawa buro