"Mengapa bukan kau saja yang menyerangnya, Widuri?"
"Ilmuku kalah tinggi dengan ilmunya Wulandita atau Ratu Cadar Jenazah. Kakakku pun kalah tinggi ilmunya. Dia mempunyai ilmu yang bernama' Aji Baja Geni', salah satu ilmu andalan utamanya."
"Apa kehebatan 'Aji Baja Geni' itu?"
"Kebal senjata, kebal tenaga dalam apa pun. Jika ilmu itu dipakai, maka tangannya bisa menghanguskan barang apa saja yang dipegangnya. Hanya dipegang saja tanpa kekuatan apa-apa, sebatang pohon bisa hangus dari akar sampai pucuknya. Itulah kehebatan 'Aji Baja Geni'-nya Wulandita."
Baraka manggut-manggut, menampakkan antusias sekali dengan penjelasan Payung Cendana. Perempuan itu tampak senang melihat sikap Baraka yang mendengarkan dengan serius apa yang dijelaskannya itu. Maka ia pun menyambung kata, "Tapi belakangan ini aku mendapat wangsit dari dewata yang menyebutkan, bahwa kelemahan 'Aji Baja Ge-ni' ada di pusarnya."
"Pusarnya!" Baraka menggumam heran. Matanya memandang d
Payung Cendana sengaja berhenti bicara. Kenapa coba? Karena ada sesuatu yang mengganjal hatinya dan membuatnya takut meneruskan ucapannya. Namun bagi Baraka itu sesuatu yang menjengkelkan. Ia harus tahu apa kelanjutan ucapan itu supaya hatinya nggak penasaran, supaya kalau makan pun bisa habis banyak. Maka Baraka mendesak agar Payung Cendana mau teruskan kata-katanya..."Rasanya nggak ada yang perlu kau ketahui lagi tentang pribadiku.""Kalau kamu nggak mau teruskan ucapanmu, aku akan terjun ke bawah dan mati di lautan sana!""Terjunlah," kata Payung Cendana sambil sunggingkan senyum. Tapi Baraka toh nggak benar-benar berani terjun.Dia malah tersenyum dan berkata penuh kelembutan, "Kalau aku terjun, aku akan mati. Kalau aku mati, lalu siapa yang akan menangisi kematianku? Wanita mana yang akan merasa kehilangan diriku? Aku nggak mau, ah! Kecuali kalau memang ada wanita yang mau menangisi kematianku, mau merasa kehilangan diriku, maka aku akan terjun ke b
"Hanya ada enam jebakan di lorong itu. Semua jebakan bisa dihindari dengan tidak menginjak lantai berhias bunga putih. Karena lantai berhias bunga putih itu adalah kunci pembuka jebakan maut. Jangan diinjak, ya!" ujar Ki Parma Tumpeng kepada Baraka.Pesan itu diingat betul oleh Baraka. Maka ketika Baraka temukan lorong tersebut, ia sudah tahu bagaimana caranya masuk lorong. Letak lorong itu ada di celah tebing karang. Jalan menuju mulut lorong terhitung sempit. Hanya cukup untuk satu orang. Kanan-kirinya dinding tebing yang tinggi. Tak ada orang jualan apa-apa di sana.-o0o-Lorong itu sendiri juga bermulut kecil. Hanya cukup dimasuki satu orang dalam keadaan merundukkan kepala. Keadaan di dalamnya memang gelap, sebab nggak ada yang pasang patromaks di sana. Tapi Baraka sudah siapkan obor dari pelepah daun pepaya. Obor itu disulut dengan menggunakan ilmu tenaga dalam yang bisa keluarkan api. Dengan menggunakan obor itu, Baraka menyusuri lorong bongkok. Dikatakan
DIDALAM ALMARI, Baraka penuh gerutu dan kejengkelan. Perlu dicatat pula, salah satu gerutuannya berbunyi demikian: "Dasar pelayan nggak tahu diri, seenaknya aja ngunci almari! Apa nggak tahu ada orang di sini? Kalau begini kan bisa bikin aku mati kehabisan udara inti! Sial! Kudoakan biar nggak laku kawin seumur hidup!" Baraka nggak tahu kalau pelayan itu sudah punya suami dan punya dua anak.Suasana di dalam kamar sudah sepi. Itu artinya kamar dalam keadaan kosong. Sang Ratu nggak ada, sang pelayan pun nggak ada, Baraka segera nekat menjebol almari dengan menyentakkan kedua tangan ke depan dalam tiga hitungan."Satu... dua... tigaaa...!"Blukk..!Yang terjadi cuma timbulnya suara kayak gitu. Pintu almari nggak jebol juga tuh. Padahal Baraka sudah pakai tenaga cukup kuat dalam sentakan tadi. Kayaknya nggak masuk akal deh; lengan kekar berotot mirip Arnold Schwarzenegger kok nggak bisa menjebol pintu almari, kan aneh tuh. Ya, nggak? Otomatis sang pemuda ber
"Jangan meremehkan kemampuanku di bidang racun meracun, ya? Racun apa yang nggak bisa kutawarkan kekuatannya. Semuanya nggak bisa! Maksudku.. semuanya nggak bisa diremehkan. Sedangkan racun yang sangat berbahaya yang kuderita akibat serangan temannya Baraka yang gembrot itu saja akhirnya bisa kulawan, apalagi hanya racun 'Tengkuk Setan'! Racun tengkukmu pun bisa kuleyapkan dalam sekejap, tahu!""Maaf, Gusti Ratu!""Lain kali kalau bicara hati-hati, ya?""Baik Gusti!""Ambil Kitab Pawang Racun!""Untuk apa, Gusti!""Aku mau cari di kitab itu, apakah ada ramuan atau cara untuk sembuhkan racun 'Tengkuk Setan' itu, Tolol!""O, iya.. baik! Baik, Gusti!" kata Rembulan Pantai dengan tergopoh-gopoh saking takutnya.Setelah jauh dari sang Ratu, gadis berusia dua puluh satu tahun itu menggerutu sendiri, "Katanya semua racun bisa ditangkal, kok masih mau coba-coba cari penangkalnya dalam kitab aneka resep racun! Uuh.. dasar egois!"
Ratu Cadar Jenazah mendenguskan napas kesalnya. Ia maju dalam kepungan dan berseru, "Ada apa ini! Minggir, minggir, minggir...!"Para pengepung melebarkan jarak membuka jalan, Ratu Cadar Jenazah masuk ke tengah lingkaran mereka, berhadapan dengan perempuan sebayanya yang tampak sedikit bungkuk."Oh, kamu rupanya yang berani bikin onar di sini, Dardanila!""Ya, aku sengaja bikin onar di sini karena nggak boleh ketemu kamu, Wulandita!"Wah, seru nih. Ratu Cadar Jenazah ketemu dengan Ratu Geledek Hitam. Sama-sama ratu tapi kesaktiannya berbeda. Entah unggul mana. Yang jelas Ratu Geledek Hitam yang bernama asli Dardanila itu menampakkan sikap keberaniannya di depan Ratu Cadar Jenazah.Masih ingat Dardanila? Perempuan cantik yang menjadi salah satu korban 'Racun Penakluk Hawa' yang dimiliki Baraka. Soalnya dia pernah merasakan bercumbu dengan Pendekar Kera Sakti itu, dan dia nggak tahu kalau dalam darah kemesraan Baraka itu mengandung racun yang bikin o
Clappp...!"Heaah...!” Dardanila lompat dan bersaito di udara satu kali. Sepasang sinar merah itu luput dari sasaran, lewat di bawah kakl Dardanila.Wuttt..! Duarr.. !Terdengar suara ledakan di belakang Dardanila yang sudah berdiri tegak kembali itu. Rupanya sinar merah itu mengenai dua prajurit yang mengepung di belakang Dardanila. Kedua prajurit itu tubuhnya entah ke mana. Yang jelas tangannya ke selatan, kakinya ke utara, kepalanya ada di timur dan yang lainnya menyebar tak tentu arah tanpa tinggalin alamat segala. Kedua prajurit itu pecah dihantam sinar merah dari ratunya."Sadis!" gumam prajurit yang lain, lalu menepi pelan-pelan, takut jadi korban salah sasaran. Jarak Dardanila dan Wulandita menjadi lebih dekat lagi, sehingga dengan satu lompatan cepat Dardanila menyerang Wulandita.Wuttt...!Kakinya berkelebat menendang kepala bercadar hitam itu. Tapi tangan Wulandita cukup trampil. Kaki itu dihantam dengan kepalan tangan berte
"Nah, kenapa masih tanya juga!" ketus sang Ratu, dan Rembulan Pantai diam menunduk, tapi hatinya membatin, "Memang kita nggak punya kuda betina, habis elu takut bersaing sih!"Rembulan Pantai segera perintahkan salah seorang prajurit untuk siapkan kuda tunggangannya sang Ratu. Langkah sang Ratu pun segera diikuti, karena memang begitulah tugas Rembulan Pantai; selalu siap mendampingi sang Ratu ke mana pun perginya, kecuali ke kamar pribadi dan ke kamar mandi.Tapi langkah mereka tertahan oleh sapaan lelaki yang datang dari kejauhan."Wulandita...!”Lelaki itu berlari cepat bagaikan daun dihembus angin. Tahu-tahu sudah ada di depan pintu gerbang dalam jarak sekitar iima tombak dari sang Ratu."Lagi-lagi kau yang datang, Panji Gosip!" ujar sang Ratu dengan nada muak. "Apakah kau sudah berhasil menangkap Baraka?""Belum, tapi...""Pulanglah!" sahut sang Ratu. "Sudah kukatakan, kau boleh datang menemuiku kalau kau sudah membawa buro
"Aku harus ganti pakaian perang. Sasaran utamaku adalah ke kaki Bukit Kayangan. Karena kudengar Baraka itu berasal dari puncak Bukit Kayangan. Dan.. o, ya.. sebaiknya aku pakai pakaian yang belahan dadanya agak lebar, ah! Siapa tahu pemuda itu benar-benar tampan dan menawan seperti omongan orang-orang dan pengaduan si Janda Keramat beberapa waktu yang lalu. Ah, tapi... dia tertarik dengan tubuhku nggak, ya? Kalau dilihat di kaca seperti saat ini sih, tubuhku sangat indah tanpa selembar kain begini."Di dalam almari Baraka panas dingin. Ia ingin mengintip tapi nggak ada lubang yang bisa dipakai ngintip. Padahal ia punya bayangan yang menggugah kenakalan otaknya."Sialan! Dia pasti nggak pakai selembar benang pun nih. Aduh, padahal ini kesempatan baik untuk membuktikan kata-kata Payung Cendana bahwa sang Ratu itu cantik dan sexy. Kayak apa sih sexynya?"Baraka diam tak bergerak, karena suara sang Ratu semakin dekat, tepat di depan almari."Jubah kuningnya u
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di