Lelaki berusia sekitar lima puluh tahun, memakai surjan coklat dan blangkon di kepala, segera mencabut keris yang terselip di depan perutnya. Keris itu memancarkan sinar merah pijar. Jelas keris itu pasti keris pusaka yang dapat menyala merah tanpa tenaga batu baterai. Ketika keris itu digerak-gerakkan ke sana-sini, sinar merah mengikuti bagaikan ekor naga yang berbahaya, sewaktu-sewaktu bisa menyabet lawannya.
"Bocah dungu... kalau benar kau Pendekar Kera Sakti yang terkenal sakti itu, coba hadapi pusakaku yang bernama Keris Mata Iblis ini! Heaatt...!"
Keris disentakkan ke depan setelah dikibaskan ke samping kanan-kiri, lalu sinar merah melesat cepat menuju Baraka.
Wuusss...!
Pendekar Kera Sakti mencoba menahan sinar merah itu dengan Gelang Brahmananda miliknya.
Claap...!
Blegaarr...!
Baraka terpental oleh gelombang yang kuat itu. tubuhnya bisa terbang sendiri dan jatuh terbating.
Bruuss...! Beehg...!
"Uuhg...! Mati aku
PARA pengunjung kedai ramai membicarakan tentang selebaran. Pemuda tampan yang memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya ada di situ, ia ikut dengerin omongan orang-orang di kanan kirinya. Pemuda yang tak lain adalah Baraka si Pendekar Kera Sakti, tapi para pengunjung kedai nggak ada yang tahu kalau pemuda berpakaian mirip ksatria pewayangan itu adalah Baraka.Baraka diam saja, tidak kasih komentar apa-apa kepada siapa pun. Dia tetap menikmati sarapan paginya yang sederhana; nasi pecel tanpa lele. Tapi kupingnya nyadap ke mana-mana. Orang-orang kedai nggak ada yang tahu kalau percakapan mereka disadap oleh pemuda dari lembah kera itu.Pokok pembicaraan mereka berkisar tentang isi selebaran yang tersebar di mana-mana itu. Selebaran tersebut ditulis di atas kertas karton tebal lalu ditempelkan di pohon-pohon, batu-batu, dinding-dinding rumah penduduk, bahkan ada yang ditempelkan di pintu-pintu gua. Ada juga yang ditempelkan di layar sebuah perahu. Yang dib
Yang berambut pendek ikut terkekeh dan berkata, "Aku pernah bayangkan, kalau seandainya aku jadi suaminya si ratu cantik dan montok itu, wah... mungkin aku nggak bisa membedakan mana celanaku dan mana selimutku. Pasti enjoy terus, he, he, he...!""Kamu juga mau tangkap buronan itu?""Iya dong! Dengan ilmu 'Sendok Sakti' akan kulumpuhkan pendekar itu!""Wah, nggak bisa! Pendekar Kera Sakti itu jatahku. Aku yang harus tangkap dia! Kalau kamu serobot buronan itu, aku bisa tega sama kamu!""Lho, siapa saja kan boleh tangkap dia? Emangnya cuma kamu aja yang boleh tangkap buronan itu?" orang itu agak melotot. Temannya juga melotot."Iya. Emang cuma aku yang boleh tangkap dia, sebab cuma aku yang boleh jadi suami Ratu Cadar Jenazah! Mau apa lu!""Eh, kamu jangan ngotot gitu di depanku, Min! Bisa kena tampar mukamu yang kayak codot itu!""Coba! Coba kalau kamu memang berani tampar aku? Nih...!" orang itu sodorkan wajahnya. Tentu saja wajah ek
"Kok nggak berani? Tinggal cari yang namanya Baraka atau Pendekar Kera Sakti, lalu tangkap dia dan bawa ke Ratu, jadilah kau suami Ratu. Mudah kan?"Pendekar Kera Sakti hanya nyengir."Menangkap Baraka itu sama saja menangkap seribu petir.""Kok gitu?""Dia bukan orang sembarangan. Ilmunya tinggi!""Ya memang sih, kemarin kudengar percakapan orang-orang pantai juga sebut-sebut seperti itu, tapi itu kan cuma isu. Jangan percaya dengan isu." Duda Dadu tertawa. "Lagi pula, dia belum tentu berilmu tinggi benaran, Dik. Itu pun menurutku juga cuma isu.""Apakah Paman belum pernah dengar cerita kehebatan Baraka?""Pernah sih, tapi yaah... kuanggap itu sekadar dongeng di dunia persilatan saja. Sebab kalau memang dia sakti, tentunya Ratu Cadar Jenazah sudah dilabraknya karena nyebarin sayembara kayak gitu. Sebagai seorang pendekar mestinya dia tersinggung dong. Ya, nggak? Masa' dia diam saja? Masa' nggak ada kabar kalau Pendekar Kera Sakti mel
Kabarnya sih yang jadi korban kayak Dalang Setan itu cukup banyak. Pria yang mati gara-gara jatuh cinta pada sang Ratu lebih dari seratus, terhitung dari tiga dasawarsa belakangan ini. Ada yang matinya bunuh diri dengan mengantongi selembar surat cinta untuk sang Ratu. Ada yang matinya karena duel untuk mendapatkan sang Ratu. Ada pula yang matinya di tangan sang Ratu sendiri karena ngotot ingin diterima lamarannya."Perempuan itu bukan saja penyebar asmara, namun juga penyebar maut bagi kaum pria," ujar salah seorang tokoh tua yang cukup beken juga di kalangan para tokoh rimba persilatan. Katanya lagi, "Jangan coba-coba ingin menemui perempuan itu, dan jangan coba-coba ingin membuka cadarnya untuk melihat kecantikannya. Sebab kecantikannya adalah liang kubur bagi setiap lelaki. Pada tubuhnya terdapat liang surga yang menyemburkan api neraka bagi pria mana saja.""Tapi saya berminat mengikuti sayembara itu, Guru. Saya akan mencari Pendekar Kera Sakti dan menangkapnya."
Baraka sengaja dibawa oleh Duda Dadu ke tempat itu, sebab tempat itu sepi, cocok untuk belajar ilmu kanuragan. Duda Dadu tampak bersemangat memberikan pelajaran ilmunya kepada Baraka."Ini namanya jurus 'Paruh Bangau'," kata Duda Dadu sambil mengembangkan kedua tangan dengan ujung tangan saling menguncup seperti paruh siap mematuk. Kakinya diangkat satu, seperti anjing mau pipis. Badannya sedikit dimiringkan."Gerakan kedua tanganmu nanti harus cepat dan punya arah tertentu; ke kiri dua kali, ke kanan dua kali, membuka dua kali, ke bawah dua kali, ke depan dua kali, lalu kedua tangan menyodok dari bawah ke depan secara bersamaan. Nah, pada saat menyodok ke depan, sentakkan napasmu dalam keadaan tertahan di perut. Maka tenaga dalam dahsyat akan keluar dari ujung-ujung tanganmu yang menguncup begini!""Contohnya bagaimana?""Nih, lihat...! Hiaaat, hiiiat, heeaah...!"Wut, wut, wut, wuutt... bruutt!"EH, kok yang keluar bagian belakang, ya?" sa
Duda Dadu bersuara bisik sambil pandangi pohon itu, "Ngomong-ngomong kamu apakan sih pohon itu tadi, kok jadi gundul begitu?""Cuma menyentakkan napas yang tertahan di perut, Paman.""Masa'.. Kok bisa gitu ya?"Keheranan Duda Dadu tiba-tiba buyar dengan munculnya sesosok tubuh dari balik semak ilalang di belakang mereka.Gusraak...! Jlug...!Dan kedua orang itu berbalik ke belakang. Duda Dadu sempat terlonjak kaget karena kemunculan orang tersebut yang secara tiba-tiba. Lompatan kaki yang mendarat di tanah menimbulkan suara pelan tapi mengejutkan hati yang sedang terheran-heran itu.Seorang pemuda berpakaian merah memanggul cangkul di pundaknya. Dia adalah Balak Lima yang secara kebetulan tadi lewat di dekat tempat situ, lalu mendengar suara getaran pohon yang dihantam Baraka tadi. Rasa ingin tahu Balak Lima membawanya muncul di situ dan membuat Baraka berkerut dahi, tapi kerutan dahinya lebih tajam milik Duda Dadu yang benar-benar merasa as
Baraka memandangnya beberapa saat, dan bisa menangkap maksud hati si Malaikat Bisu itu. Namun sebagai basa-basinya, Baraka tetap mengajukan tanya kepada orang berwajah kaku itu,"Apa maksudmu menghadangku, Malaikat Bisu?""Menangkapmu!" jawabnya dalam satu kata."Kau ingin ikut sayembara itu?""Ya!" jawabnya lagi dengan suara dingin."Apakah kau tertarik dengan hadiah dari sang Ratu itu?""Tertarik!""Batalkan saja niatmu. Sayembara itu hanya bikin kita saling musuhan saja, Malaikat Bisu!""Biarin!"Bunga Taring Liar menggumam kesal, "Konyol juga orang tua ini. Minggir, Baraka... biar kuhadapi dia!""Yang ini berat lho!""Aaah... persetan dengannya. Biar dia pakai nama julukan malaikat atau iblis, aku nggak takut menghadapinya!" sambil Bunga Taring Liar maju satu langkah di depan Baraka.Lalu menyapa Malaikat Bisu dengan suaranya yang tegas. "Kau harus berhadapan denganku jika masih nekat mau tangkap
Balak Lima tersengat api amarah. Ia segera bangkit dan menahan rasa sakitnya. Cangkul segera digenggam kuat, terangkat ke atas dengan satu tangan, sementara tangan yang satunya siap-siap membantu memegangi gagang cangkul juga."Bangsat kau Baraka! Belum tahu siapa si Balak Lima ini, hah! Rasakan cangkul pusaka guruku yang bernama 'Cangkul Bedah Guntur' ini, hah! Bersiaplah hancur di ujung cangkul ini!"Baraka diam tak bergerak.-o0o-Baru saja Balak Lima ingin melompat menghantamkan cangkulnya ke pundak Baraka, tiba-tiba seberkas sinar merah mirip meteor siang hari, melesat dari arah timur dan menghantam rusuk kanan Balak Lima yang mengangkat tangan memegangi cangkul.Clapp...!Dess...! "Aaahg...!" pekik Balak Lima dengan mata mendelik. Ada asap putih mengepul dari rusuk kanannya. Pakaian merahnya terbakar hangus tapi tak ketahuan nyala apinya. Yang jelas, Balak Lima jatuh berlutut dengan tubuh gemetar dan wajah berkeringat seperti menahan m