PARA pengunjung kedai ramai membicarakan tentang selebaran. Pemuda tampan yang memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya ada di situ, ia ikut dengerin omongan orang-orang di kanan kirinya. Pemuda yang tak lain adalah Baraka si Pendekar Kera Sakti, tapi para pengunjung kedai nggak ada yang tahu kalau pemuda berpakaian mirip ksatria pewayangan itu adalah Baraka.
Baraka diam saja, tidak kasih komentar apa-apa kepada siapa pun. Dia tetap menikmati sarapan paginya yang sederhana; nasi pecel tanpa lele. Tapi kupingnya nyadap ke mana-mana. Orang-orang kedai nggak ada yang tahu kalau percakapan mereka disadap oleh pemuda dari lembah kera itu.
Pokok pembicaraan mereka berkisar tentang isi selebaran yang tersebar di mana-mana itu. Selebaran tersebut ditulis di atas kertas karton tebal lalu ditempelkan di pohon-pohon, batu-batu, dinding-dinding rumah penduduk, bahkan ada yang ditempelkan di pintu-pintu gua. Ada juga yang ditempelkan di layar sebuah perahu. Yang dib
Yang berambut pendek ikut terkekeh dan berkata, "Aku pernah bayangkan, kalau seandainya aku jadi suaminya si ratu cantik dan montok itu, wah... mungkin aku nggak bisa membedakan mana celanaku dan mana selimutku. Pasti enjoy terus, he, he, he...!""Kamu juga mau tangkap buronan itu?""Iya dong! Dengan ilmu 'Sendok Sakti' akan kulumpuhkan pendekar itu!""Wah, nggak bisa! Pendekar Kera Sakti itu jatahku. Aku yang harus tangkap dia! Kalau kamu serobot buronan itu, aku bisa tega sama kamu!""Lho, siapa saja kan boleh tangkap dia? Emangnya cuma kamu aja yang boleh tangkap buronan itu?" orang itu agak melotot. Temannya juga melotot."Iya. Emang cuma aku yang boleh tangkap dia, sebab cuma aku yang boleh jadi suami Ratu Cadar Jenazah! Mau apa lu!""Eh, kamu jangan ngotot gitu di depanku, Min! Bisa kena tampar mukamu yang kayak codot itu!""Coba! Coba kalau kamu memang berani tampar aku? Nih...!" orang itu sodorkan wajahnya. Tentu saja wajah ek
"Kok nggak berani? Tinggal cari yang namanya Baraka atau Pendekar Kera Sakti, lalu tangkap dia dan bawa ke Ratu, jadilah kau suami Ratu. Mudah kan?"Pendekar Kera Sakti hanya nyengir."Menangkap Baraka itu sama saja menangkap seribu petir.""Kok gitu?""Dia bukan orang sembarangan. Ilmunya tinggi!""Ya memang sih, kemarin kudengar percakapan orang-orang pantai juga sebut-sebut seperti itu, tapi itu kan cuma isu. Jangan percaya dengan isu." Duda Dadu tertawa. "Lagi pula, dia belum tentu berilmu tinggi benaran, Dik. Itu pun menurutku juga cuma isu.""Apakah Paman belum pernah dengar cerita kehebatan Baraka?""Pernah sih, tapi yaah... kuanggap itu sekadar dongeng di dunia persilatan saja. Sebab kalau memang dia sakti, tentunya Ratu Cadar Jenazah sudah dilabraknya karena nyebarin sayembara kayak gitu. Sebagai seorang pendekar mestinya dia tersinggung dong. Ya, nggak? Masa' dia diam saja? Masa' nggak ada kabar kalau Pendekar Kera Sakti mel
Kabarnya sih yang jadi korban kayak Dalang Setan itu cukup banyak. Pria yang mati gara-gara jatuh cinta pada sang Ratu lebih dari seratus, terhitung dari tiga dasawarsa belakangan ini. Ada yang matinya bunuh diri dengan mengantongi selembar surat cinta untuk sang Ratu. Ada yang matinya karena duel untuk mendapatkan sang Ratu. Ada pula yang matinya di tangan sang Ratu sendiri karena ngotot ingin diterima lamarannya."Perempuan itu bukan saja penyebar asmara, namun juga penyebar maut bagi kaum pria," ujar salah seorang tokoh tua yang cukup beken juga di kalangan para tokoh rimba persilatan. Katanya lagi, "Jangan coba-coba ingin menemui perempuan itu, dan jangan coba-coba ingin membuka cadarnya untuk melihat kecantikannya. Sebab kecantikannya adalah liang kubur bagi setiap lelaki. Pada tubuhnya terdapat liang surga yang menyemburkan api neraka bagi pria mana saja.""Tapi saya berminat mengikuti sayembara itu, Guru. Saya akan mencari Pendekar Kera Sakti dan menangkapnya."
Baraka sengaja dibawa oleh Duda Dadu ke tempat itu, sebab tempat itu sepi, cocok untuk belajar ilmu kanuragan. Duda Dadu tampak bersemangat memberikan pelajaran ilmunya kepada Baraka."Ini namanya jurus 'Paruh Bangau'," kata Duda Dadu sambil mengembangkan kedua tangan dengan ujung tangan saling menguncup seperti paruh siap mematuk. Kakinya diangkat satu, seperti anjing mau pipis. Badannya sedikit dimiringkan."Gerakan kedua tanganmu nanti harus cepat dan punya arah tertentu; ke kiri dua kali, ke kanan dua kali, membuka dua kali, ke bawah dua kali, ke depan dua kali, lalu kedua tangan menyodok dari bawah ke depan secara bersamaan. Nah, pada saat menyodok ke depan, sentakkan napasmu dalam keadaan tertahan di perut. Maka tenaga dalam dahsyat akan keluar dari ujung-ujung tanganmu yang menguncup begini!""Contohnya bagaimana?""Nih, lihat...! Hiaaat, hiiiat, heeaah...!"Wut, wut, wut, wuutt... bruutt!"EH, kok yang keluar bagian belakang, ya?" sa
Duda Dadu bersuara bisik sambil pandangi pohon itu, "Ngomong-ngomong kamu apakan sih pohon itu tadi, kok jadi gundul begitu?""Cuma menyentakkan napas yang tertahan di perut, Paman.""Masa'.. Kok bisa gitu ya?"Keheranan Duda Dadu tiba-tiba buyar dengan munculnya sesosok tubuh dari balik semak ilalang di belakang mereka.Gusraak...! Jlug...!Dan kedua orang itu berbalik ke belakang. Duda Dadu sempat terlonjak kaget karena kemunculan orang tersebut yang secara tiba-tiba. Lompatan kaki yang mendarat di tanah menimbulkan suara pelan tapi mengejutkan hati yang sedang terheran-heran itu.Seorang pemuda berpakaian merah memanggul cangkul di pundaknya. Dia adalah Balak Lima yang secara kebetulan tadi lewat di dekat tempat situ, lalu mendengar suara getaran pohon yang dihantam Baraka tadi. Rasa ingin tahu Balak Lima membawanya muncul di situ dan membuat Baraka berkerut dahi, tapi kerutan dahinya lebih tajam milik Duda Dadu yang benar-benar merasa as
Baraka memandangnya beberapa saat, dan bisa menangkap maksud hati si Malaikat Bisu itu. Namun sebagai basa-basinya, Baraka tetap mengajukan tanya kepada orang berwajah kaku itu,"Apa maksudmu menghadangku, Malaikat Bisu?""Menangkapmu!" jawabnya dalam satu kata."Kau ingin ikut sayembara itu?""Ya!" jawabnya lagi dengan suara dingin."Apakah kau tertarik dengan hadiah dari sang Ratu itu?""Tertarik!""Batalkan saja niatmu. Sayembara itu hanya bikin kita saling musuhan saja, Malaikat Bisu!""Biarin!"Bunga Taring Liar menggumam kesal, "Konyol juga orang tua ini. Minggir, Baraka... biar kuhadapi dia!""Yang ini berat lho!""Aaah... persetan dengannya. Biar dia pakai nama julukan malaikat atau iblis, aku nggak takut menghadapinya!" sambil Bunga Taring Liar maju satu langkah di depan Baraka.Lalu menyapa Malaikat Bisu dengan suaranya yang tegas. "Kau harus berhadapan denganku jika masih nekat mau tangkap
Balak Lima tersengat api amarah. Ia segera bangkit dan menahan rasa sakitnya. Cangkul segera digenggam kuat, terangkat ke atas dengan satu tangan, sementara tangan yang satunya siap-siap membantu memegangi gagang cangkul juga."Bangsat kau Baraka! Belum tahu siapa si Balak Lima ini, hah! Rasakan cangkul pusaka guruku yang bernama 'Cangkul Bedah Guntur' ini, hah! Bersiaplah hancur di ujung cangkul ini!"Baraka diam tak bergerak.-o0o-Baru saja Balak Lima ingin melompat menghantamkan cangkulnya ke pundak Baraka, tiba-tiba seberkas sinar merah mirip meteor siang hari, melesat dari arah timur dan menghantam rusuk kanan Balak Lima yang mengangkat tangan memegangi cangkul.Clapp...!Dess...! "Aaahg...!" pekik Balak Lima dengan mata mendelik. Ada asap putih mengepul dari rusuk kanannya. Pakaian merahnya terbakar hangus tapi tak ketahuan nyala apinya. Yang jelas, Balak Lima jatuh berlutut dengan tubuh gemetar dan wajah berkeringat seperti menahan m
"Guru..., saya tadi di...."Plokk...!Balak Lima ditabok gurunya. Melintir separo lingkaran sambil menyeringai sakit. Rupanya Ki Parma Tumpeng kesal sama muridnya, sehingga ia terpaksa bertindak sedikit kasar."Bocah otak lele!" geramnya kepada Balak Lima. "Ngapain kamu bawa-bawa cangkul itu? Itu bukan cangkul pusaka! Itu cangkul biasa, tahu! Yang pusaka sudah kusimpan di tempat tersendiri, biar kalau ada maling salah ambil! Eh, malah muridku sendiri yang salah ambil!"Plakk...!Kepala Balak Lima ditampar lagi, "Pulang sana! Jangan sok jago kamu, ya! Mau coba-coba melawan Baraka sama saja coba-coba makan ikan hiu hidup-hidup, ngerti!""Maaf, Guru!""Pulang, dan bawa kembali cangkul itu. Kalau aku mati nanti kamu mau gali liang kubur pakai apa? Pakai gigimu!"Baraka dan Duda Dadu hanya cengar-cengir dengan saling lirik. Balak Lima segera pulang karena takut kena tampar gurunya lagi. Dua kali tamparan sang Guru sudah cukup bikin
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di