Mendengar ucapan itu Baraka hanya bisa tertawa dalam hati dan berkata, "Makanya jangan munafik, Neng! Kalau mau bilang saja mau, kalau suka bilang saja suka, jangan pakai berlagak sombong dan ketus padaku. Kamu sok acuh sih, sok menyimpan senyuman, akhirnya aku jadi nggak tahu kalau kau suka padaku, Neng. Kasihan juga kau sebenarnya. Terserah deh, mau kau apakan aku malam ini, itu sudah kekuasaanmu karena aku tak berdaya. Apa pun yang ingin kau lakukan, percayalah aku merasakannya dengan senang hati, Neng!"
Gerimis makin lebat. Sudah bisa dikatakan semi hujan. Hawa dingin membuat badan Belati Binal bergidik sesekali. Lalu ia merebah di samping Baraka dan berkata bagaikan bicara pada diri sendiri. "Kayaknya memang harus menginap di sini sampai tunggu hujan reda. Kalau nekat teruskan perjalanan, sakitmu bisa jadi lebih parah karena terkena air hujan. Setidaknya kau akan masuk angin dan aku tak mau kau sakit seringan apa pun," sambil memiringkan badan dan mengusap-usap rambut Ba
"Pergilah ke belakang dan biarkan aku bicara dengan Pendekar Kera Sakti," kata sang Guru."Baik, Nyai Guru..." jawabnya patuh, lalu dengan langkah gontai ia pergi tinggalkan tempat pertemuan itu.Baraka memandanginya dengan sedih pula. Lalu, Baraka mencoba berkata dengan hati-hati kepada Nyai Camar Langit."Apakah keputusan itu tidak terlalu kejam bagi gadis seberani dia, Nyai?"Dengan suara pelan sang Nyai menjawab, "Hanya siasat untuk selamatkan nyawanya saja. Sebenarnya aku tak ingin keluarkan sangsi seperti itu kecuali kepada murid yang melakukan pelanggaran kelewat batas."Baraka manggut-manggut. Setelah diam sejenak, Nyai Camar Langit mulai perdengarkan suaranya lagi dengan tenang, "Kalau boleh kutahu, apa yang membuatmu ingin mengambil alih persoalan ini, Baraka? Apakah... apakah karena kau punya maksud tertentu kepada muridku Belati Binal?"Baraka sunggingkan senyum kalemnya. "Dalang Setan pernah menantangku bertarung, tepatnya di Ju
Tak heran jika keduanya menjadi tegang, walaupun Nyai Camar Langit masih bisa segera kendalikan diri."Rahsuko dan Gandaru, Nyai Guru!"Mulut sang Nyai terkatup rapat karena menahan lontaran murkanya, Baraka bertanya, "Siapa mereka, Nyai?"Barulah Nyai Camar Langit bicara, "Mereka adalah kedua penjaga tapal batas sebelah timur tempat kami ini! rupanya mereka telah dipenggal oleh seseorang dan kepalanya dilemparkan kemari sebagai tantangan bertarung melawan pihaknya!""Apakah menurutmu orang itu adalah utusan dari Ratu Cadar Jenazah?""Tidak," jawab sang Nyai dengan tegas. "Ratu Cadar Jenazah tidak mau memamerkan korbannya hanya bagian kepalanya saja! Ini pasti perbuatan anak buahnya Dalang Setan!""Dari mana kau tahu?""Tebasan pedangnya yang memenggal kedua penjagaku itu terlalu kasar. Ini merupakan ciri-ciri jurus pedang yang diturunkan Dalang Setan kepada para muridnya.""kalau begitu sasaran utamaku sekarang adalah Pergurua
Wisesa melintir seperti gangsing. Tendangan Baraka sudah berhenti masih melintir juga. Rupanya selain tendangan itu berkekuatan tenaga dalam yang mampu merobek kulit wajah Wisesa, juga mempunyai angin besar yang bisa membuat tubuh Wisesa berputar mirip gangsing. Ketika putaran itu berhenti, Wisesa jatuh terkapar dengan kepala membentur batu lebih dulu.Pletok...!Lumayan. Wajah Wisesa hancur, berlumur darah dan luka mirip dicabik-cabik singa lapar. Hidungnya hampir somplak, giginya rontok empat biji, satu di antaranya tertelan tanpa disengaja. Bibirnya pun pecah, mirip pantat ayam habis bertelur. Telinganya yang kanan robek, tapi tak sampai putus, hanya kiwir-kiwir dan masih bisa dibetulkan pakai lem yang kuat jenis Aibon. Pokoknya keadaan Wisesa rusak berat di bagian wajah. Andai dibawa di rumah sakit pun dokter akan bingun, yang mana yang harus dijahit lebih dulu."Kaau... kau tak akan bertemu dengan Ketua, sebab... sebab dia tidak ada di sini!" kata Wisesa de
Lelaki berusia sekitar lima puluh tahun, memakai surjan coklat dan blangkon di kepala, segera mencabut keris yang terselip di depan perutnya. Keris itu memancarkan sinar merah pijar. Jelas keris itu pasti keris pusaka yang dapat menyala merah tanpa tenaga batu baterai. Ketika keris itu digerak-gerakkan ke sana-sini, sinar merah mengikuti bagaikan ekor naga yang berbahaya, sewaktu-sewaktu bisa menyabet lawannya."Bocah dungu... kalau benar kau Pendekar Kera Sakti yang terkenal sakti itu, coba hadapi pusakaku yang bernama Keris Mata Iblis ini! Heaatt...!"Keris disentakkan ke depan setelah dikibaskan ke samping kanan-kiri, lalu sinar merah melesat cepat menuju Baraka.Wuusss...!Pendekar Kera Sakti mencoba menahan sinar merah itu dengan Gelang Brahmananda miliknya.Claap...!Blegaarr...!Baraka terpental oleh gelombang yang kuat itu. tubuhnya bisa terbang sendiri dan jatuh terbating.Bruuss...! Beehg...!"Uuhg...! Mati aku
PARA pengunjung kedai ramai membicarakan tentang selebaran. Pemuda tampan yang memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya ada di situ, ia ikut dengerin omongan orang-orang di kanan kirinya. Pemuda yang tak lain adalah Baraka si Pendekar Kera Sakti, tapi para pengunjung kedai nggak ada yang tahu kalau pemuda berpakaian mirip ksatria pewayangan itu adalah Baraka.Baraka diam saja, tidak kasih komentar apa-apa kepada siapa pun. Dia tetap menikmati sarapan paginya yang sederhana; nasi pecel tanpa lele. Tapi kupingnya nyadap ke mana-mana. Orang-orang kedai nggak ada yang tahu kalau percakapan mereka disadap oleh pemuda dari lembah kera itu.Pokok pembicaraan mereka berkisar tentang isi selebaran yang tersebar di mana-mana itu. Selebaran tersebut ditulis di atas kertas karton tebal lalu ditempelkan di pohon-pohon, batu-batu, dinding-dinding rumah penduduk, bahkan ada yang ditempelkan di pintu-pintu gua. Ada juga yang ditempelkan di layar sebuah perahu. Yang dib
Yang berambut pendek ikut terkekeh dan berkata, "Aku pernah bayangkan, kalau seandainya aku jadi suaminya si ratu cantik dan montok itu, wah... mungkin aku nggak bisa membedakan mana celanaku dan mana selimutku. Pasti enjoy terus, he, he, he...!""Kamu juga mau tangkap buronan itu?""Iya dong! Dengan ilmu 'Sendok Sakti' akan kulumpuhkan pendekar itu!""Wah, nggak bisa! Pendekar Kera Sakti itu jatahku. Aku yang harus tangkap dia! Kalau kamu serobot buronan itu, aku bisa tega sama kamu!""Lho, siapa saja kan boleh tangkap dia? Emangnya cuma kamu aja yang boleh tangkap buronan itu?" orang itu agak melotot. Temannya juga melotot."Iya. Emang cuma aku yang boleh tangkap dia, sebab cuma aku yang boleh jadi suami Ratu Cadar Jenazah! Mau apa lu!""Eh, kamu jangan ngotot gitu di depanku, Min! Bisa kena tampar mukamu yang kayak codot itu!""Coba! Coba kalau kamu memang berani tampar aku? Nih...!" orang itu sodorkan wajahnya. Tentu saja wajah ek
"Kok nggak berani? Tinggal cari yang namanya Baraka atau Pendekar Kera Sakti, lalu tangkap dia dan bawa ke Ratu, jadilah kau suami Ratu. Mudah kan?"Pendekar Kera Sakti hanya nyengir."Menangkap Baraka itu sama saja menangkap seribu petir.""Kok gitu?""Dia bukan orang sembarangan. Ilmunya tinggi!""Ya memang sih, kemarin kudengar percakapan orang-orang pantai juga sebut-sebut seperti itu, tapi itu kan cuma isu. Jangan percaya dengan isu." Duda Dadu tertawa. "Lagi pula, dia belum tentu berilmu tinggi benaran, Dik. Itu pun menurutku juga cuma isu.""Apakah Paman belum pernah dengar cerita kehebatan Baraka?""Pernah sih, tapi yaah... kuanggap itu sekadar dongeng di dunia persilatan saja. Sebab kalau memang dia sakti, tentunya Ratu Cadar Jenazah sudah dilabraknya karena nyebarin sayembara kayak gitu. Sebagai seorang pendekar mestinya dia tersinggung dong. Ya, nggak? Masa' dia diam saja? Masa' nggak ada kabar kalau Pendekar Kera Sakti mel
Kabarnya sih yang jadi korban kayak Dalang Setan itu cukup banyak. Pria yang mati gara-gara jatuh cinta pada sang Ratu lebih dari seratus, terhitung dari tiga dasawarsa belakangan ini. Ada yang matinya bunuh diri dengan mengantongi selembar surat cinta untuk sang Ratu. Ada yang matinya karena duel untuk mendapatkan sang Ratu. Ada pula yang matinya di tangan sang Ratu sendiri karena ngotot ingin diterima lamarannya."Perempuan itu bukan saja penyebar asmara, namun juga penyebar maut bagi kaum pria," ujar salah seorang tokoh tua yang cukup beken juga di kalangan para tokoh rimba persilatan. Katanya lagi, "Jangan coba-coba ingin menemui perempuan itu, dan jangan coba-coba ingin membuka cadarnya untuk melihat kecantikannya. Sebab kecantikannya adalah liang kubur bagi setiap lelaki. Pada tubuhnya terdapat liang surga yang menyemburkan api neraka bagi pria mana saja.""Tapi saya berminat mengikuti sayembara itu, Guru. Saya akan mencari Pendekar Kera Sakti dan menangkapnya."