Duaaar...!
Pohon jati menjadi sasaran sinar merah itu. Pohon tersebut retak, sedangkan Nyai Perawan Busik segera larikan diri.
"Nikmati dulu hidup dalam ketuaan, Hapsari! Suatu saat kita akan bertemu lagi untuk tentukan siapa yang harus mati lebih dulu!"
"Jangan lari kau, Keparaaatt..!"
Janda Keramat ingin mengejar lawannya. Tapi apa daya, perubahan dari muda menjadi setua itu menjadikan otot-ototnya mengalami shock. Tak bisa bekerja dengan cepat seperti biasanya. Maka, Hapsari pun akhirnya hanya bisa terpuruk di bawah pohon dan menitikkan air matanya. Ia tampak sebagai seorang nenek tanpa tongkat yang sedang dirundung kesedihan amat dalam.
"Hancur! Hancur sudah hidupku kalau begin!! Kekuatanku sebentar lagi akan sirna. Daya tarikku lenyap karena si keparat itu. Padahal gairahku masih ada. Ooh... Baraka, di manakah kau? Tidakkah kau kasihan padaku yang menjadi begini?" pikiran itu tembus ke hati menjadi ratapan batin sang janda yang mungkin sudah t
Gua tersebut tidak terlalu dalam. Langit-langitnya tidak begitu tinggi. Tapi tempatnya datar walau banyak bebatuannya. Sang gadis masih dibaringkan dalam keadaan pucat pasi. Bibirnya membiru, bagian bawah dadanya memar karena hantaman sinar tenaga dalam Baraka tadi. Pedangnya masih utuh. Mestinya pedang itu pecah karena terkena sinar merah jurus 'Tenaga Matahari Merah'. Mungkin karena di pedang itu ada kekuatan gaib yang cukup besar, maka sang pedang malas untuk hancur. Mestinya pula tubuh gadis itu hancur berkeping-keping, tapi karena mempunyai kekebalan tenaga dalam yang sangat tinggi, maka sang tubuh hanya memar dan urat nadinya terhenti, bagian dalamnya terpaksa hangus merata."Kuat juga gadis itu!" pikir Baraka sambil memperhatikan sang gadis dari atas batu yang berjarak empat langkah samping kirinya."Nggak sangka kalau ilmunya tinggi juga. Atau barangkali karena dia punya jimat lain, sehingga jurus 'Tenaga Matahari Merah' tidak dapat menghancurkan tubuhnya? Tapi
"Yaaah... nggak percaya," ucap Baraka pelan dan tak berani banyak gerak karena lehernya tertodong pedang dan ia tahu pedang itu dapat semburkan racun berbahaya, walau racun itu telah habis dan belum diisikan ke dalam pedang lagi."Katakan sejujurnya!""Kok kayak judul lagu aja," ujar Baraka sambil nyengir. Ujung pedang mulai menempel dan agak ditekankan di leher. Baraka ngeri."Jawab dengan jujur atau kurobek lehermu dengan pedangku!" hardik Awan Sari dengan tampang galaknya."Aku tidak berbuat apa-apa, Nona Cantik!" jawab Baraka menyabarkan nada suaranya."Berani dicubit seribu bidadari, aku tidak berbuat apa-apa kepadamu.""Hmm...!" dengus Awan Sari sambil menarik pedangnya dan mundur dua tindak."Bodoh...!"Baraka berkerut dahi mendengar gerutuan 'bodoh' dari mulut yang berbibir cemberut itu."Apa maksudmu mengatakan 'bodoh' padaku!"Gadis itu tidak menjawab, tapi ia pergi ke balik batu setinggi lewat kepala. D
Tapi sikap itu hanya ditertawakan Baraka dengan kalem. "Aku melamunkan tentang Layang Petir dan muridnya itu! Aku ingin bertemu dengan mereka. Apakah kau bisa bantu aku menunjukkan tempat tinggal mereka?""Tidak!" Jawab Awan Sari dengan singkat dan tegas."Barangkali suatu saat kau butuh pertolonganku, aku akan menolongmu dengan suka rela tanpa mengharap imbalan, kecuali sekadar uang buat beli nasi saja!""Kau ini pendekar apa pengemis?""Aku cuma bercanda," kata Baraka sambil tertawa. Lalu ia dekati gadis itu, si gadis menjauh. "Bantulah aku menemui mereka. Ada persoalan yang harus kuluruskan berkenaan dengan si Sawung Seta!""Pergi aja sendiri!"Baraka mendekat lagi, si gadis sudah terpojok dinding gua. Akhirnya hanya diam saja, tapi memandang sangar kepada Baraka. Pendekar Kera Sakti tetap tenang, menyunggingkan senyumannya yang punya daya pikat tinggi itu.Baraka ingin ulangi permohonannya tadi, tapi terkesima memandang seraut waj
"Rupanya kau telah bebas dari Sawung Seta, Dinda!" Baraka mencoba mengalihkan suasana agar jangan terjadi pertumpahan darah di antara kedua gadis tersebut. Tapi ucapan Baraka itu tidak mendapat reaksi apa-apa dari Rani Adinda."Apa maksudmu menyerangku secara licik, Gadis Jalang!" sentak Awan Sari dengan kasar sambil lebih mendekat lagi."Jauhi pemuda itu!" kata Rani Adinda dengan menuding Baraka tapi tidak memandang pemuda tersebut."Apa hakmu melarangku mendekati Baraka? Kau tak berhak mengatur hidupku, Rani Adinda!""Kuingatkan sekali lagi," tegas Rani Adinda tanpa senyum sedikit pun,"Jauhi Baraka atau jauhi nyawamu!""Setan! Kau menantangku, hah! Belum puas menjadi kekasih seorang 'pelanang' seperti Sawung Seta itu!"Baraka membatin, "Apa itu 'pelanang'? Apakah sejenis dengan gigilu, eh... gigolo? Hmmm... mungkin 'pelanang' singkatan dari 'Pelacur Lanang'. Ah, persetanlah. Ngapain aku malah mikirin singkatan seperti itu? Bego!"
Mata Baraka terbelalak kaget melihat sinar merah itu pecah dan membentuk hiasan bunga mawar merah. Jantung Baraka bagaikan terhenti seketika karena ia segera ingat dengan wajah cantik milik bidadari Hyun Jelita. Bidadari itulah yang harus diburu dan dijadikan istrinya.Sementara itu, Hyun Jelita sendiri tak mudah ditangkap dan dijerat hatinya. Bukan berarti Hyun Jelita tak mencintai Baraka, melainkan karena bidadari Penguasa Kecantikan itu menyukai calon suami yang mampu mengalahkan kesaktiannya maupun kekerasan hatinya. Repotnya lagi, Hyun Jelita mampu merubah wujud seperti apa saja, asal bukan seperti singkong goreng.Baraka bagaikan terpaku di tempat melihat Rani Adinda berselimut hijau pendar-pendar. Dari sinar hijau itu muncullah wajah asli bidadari Hyun Jelita. Pakaiannya serba putih, halus, dan lembut. Sebagian rambutnya disanggul dengan indahnya. Di belahan dadanya terselip setangkai bunga mawar asli, bukan hiasan.Bidadari super cantik itu kirimkan suar
"Aku... aku butuh bantuanmu, Baraka sayang...," sang nenek mencoba bergelendot di pundak Baraka. Risih sekali digelayuti seorang nenek yang kini terbatuk-batuk itu. Tapi Baraka mencoba bertahan untuk tidak menampakkan perasaan risihnya itu. Kasihan, dapat membuat hati sang nenek kian tersinggung dan sakit."Tolong pulihkan keadaanku, Baraka.""Mana kubisa? Aku tidak tahu ramuan yang kau minum sehingga kau bisa awet muda dan cantik seperti kemarin itu?""Kekuatan tenaga pembangkit serat dalam tubuhku diracuni oleh kekuatan yang menghantamku dari Nyai Perawan Busik! Ramuan yang biasa kuminum hanya pembangkit semangat dan pengencang serat dan urat-urat. Tapi itu semua bisa pulih kembali jika racun yang menguasai serat daging dan urat-uratku bisa ditawarkan dengan suatu kekuatan hawa sakti. Sedangkan hawa saktiku tak bisa kugunakan lagi karena sudah ikut tercemari oleh racunnya si Busik celeng itu! Tolonglah, pergunakan cahaya beningmu yang tadi kulihat kau pakai un
Ya, memang Rani Adinda yang terkapar di sana dengan tubuh terluka panjang. Luka yang mengucurkan darah itu menandakan luka bekas sabetan pedang. Tubuh itu membiru, berarti pedang itu mempunyai racun yang berbahaya jika menggores kulit manusia. Dilihat dari kesegaran darahnya dan masih hangat, berarti Rani Adinda baru saja melangsungkan pertarungan. Mungkin musuhnya belum jauh dari tempat tersebut. Baraka segera mencari dengan gerakan cepatnya ke berbagai penjuru. Namun ia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Ia kembali ke tempat Rani Adinda terkapar dengan wajah penuh kekecewaan.Janda Keramat berkata, "Dia belum meninggal. Kurasakan ada denyut nadinya, tapi lemah sekali!"Baraka tegang, segera memeriksa denyut nadi Rani Adinda dengan menempelkan tangannya ke dada montok itu. Janda Keramat menampel tangan Baraka keras-keras.Plak!"Jangan periksa daerah itunya dong! Sini lho... di pergelangan tangan! Uuuh... dasar cowok ganjen!" umpatnya sambil bersungut-
Baraka hanya menarik napas, tetap tak mau ceritakan hal yang sebenarnya. Ia malah mengalihkan percakapan, "Sebaiknya kita temui Sawung Seta ke pesanggrahan sang Guru!""Ogah, ah!" sentak Rani Adinda."Kita selesaikan masalahmu dari sana!""Maksudmu?""Aku kenal dengan gurunya Sawung Seta! Aku akan bicara pada Layang Petir tentang sikapnya selama ini!""Ah, malas! Nanti dia macem-macem lagi sama aku!""Kalau kau ingin selesaikan masalahmu, kalau kau ingin diterima kembali sebagai keluarga kesultanan, kau harus menemui gurunya Sawung Seta!"Kini dahi si cantik berdada besar yang dari tadi dilirik nakal oleh Baraka itu menjadi berkerut. Dahinya yang berkerut lho, bukan dadanya! Gadis itu merasa heran dan curiga dengan maksud kata-kata Baraka."Apakah gurunya Sawung Seta ada hubungannya dengan Hantu Putih?"Baraka diam sebentar, mempertimbangkan jawabannya. Beberapa saat kemudian, berkata ia kepada Rani Adinda dengan hati-ha