"Cari tempat berlindung!" bisik Baraka kepada Katok Banjir, dan anak itu tiba-tiba lari di balik bebatuan seberang makam. Baraka masih berdiri tegak dan tenang memandangi kehadiran Raga Paksa yang tampak sendirian itu, tapi Baraka yakin orang tersebut tidak datang sendirian. Karena menurut keterangan Katok Banjir tadi, Raga Paksa membawa sejumlah orang untuk mengejar-ngejar Katok Banjir.
"Dugaanku benar," kata Raga Paksa setelah berhenti di depan Baraka dalam jarak lima langkah.
"Apa maksudmu, Raga Paksa?!" tegas Baraka dalam bertanya.
"Anak itu pasti hanya akan menunjukkan makam Patung Dedemit kepadamu. Aku terpaksa menguntitnya agar bisa mengetahui ke mana anak itu membawamu. Ternyata di sini. Dan..., ten- tunya patung itu sudah ada di tanganmu, bukan?!"
"Bukan!" jawab Baraka tenang dan singkat saja.
Raga Paksa melirik ke arah makam yang sudah jebol itu. Senyumnya membias sinis. "Makam itu telah rusak, pasti kau telah membongkarnya dan mengambil
Mata si pemuda dari lembah kera itu mulai terkesiap curiga memandang kemunculan orang tersebut. Ia biarkan orang itu datang mendekatinya dan berhenti di depannya dalam jarak sekitar dua tombak."Apa maksudmu menemuiku di sini, Hantu Cungkring?" tanya Baraka dengan kalem.Ia tahu tokoh tua yang kurus, kempot, dan sedikit bungkuk itu adalah Hantu Cungkring, gurunya Awan Sari. Kali ini Hantu Cungkring tampil tanpa tongkat. Jelas bukan karena menuntut kematian Cungkring Neraka, adik seperguruannya yang tewas di tangan Baraka. Tapi tentunya kedatangan Hantu Cungkring punya hubungan erat dengan Patung Dedemit."Aku tertarik dengan jurus mainanmu tadi, Baraka. Fantas kalau muridku si Awan Sari kalah melawanmu," kata Hantu Cungkring yang tak bisa menyebut huruf 'P', diganti dengan huruf 'F'.Sambungnya lagi dengan sikap acuh tak acuh, "Aku layak menuntut kematian adik ferguruanku itu, juga membalaskan kekalahan muridku. Tafi, kalau fatung itu kau serahkan fadaku,
"Bukankah kau bilang patung itu hanya isapan jempol belaka?""Aku berbohong padamu," kata Pak Tua dengan sedikit nada sesal terdengar di sela ketegasannya."Malam itu sebenarnya malam kemunculan Patung Dedemit. Tidak tepat pada malam purnama seperti yang pernah kugembar-gemborkan kepada mereka dalam keadaan aku sedang mabuk. Jujur saja, memang akulah Layang Petir, murid Iblis Dedemit yang belum tuntas selesaikan pelajaran darinya. Ketika Guru meninggal dia berpesan tentang patung pusaka yang akan muncul dua malam sebelum purnama. Dalam patokan ingatanku patung itu akan muncul pada malam purnama. Soal dua malam sebelumnya tidak pernah kukabarkan kepada siapa pun, karena aku sendiri sempat lupa tentang 'dua malam' tersebut. Aku baru ingat beberapa hari yang lalu, karenanya aku datang ke Bukit Jengkai Demit ini.""Untuk mencari Kozoki Oden?"Pak Tua gelengkan kepala. "Aku tak punya persoafan dengan Kozoki Oden. Aku hanya membohongimu. Aku sengaja menahanmu d
"Hari sudah hampir sore. Apakah kau berani pulang sendiri?""Berani, Kang. Pokoknya asal jangan ketemu orang berpakaian hitam dengan rambut dikuncir. Aku takut kalau lihat orang itu, Kang.""Mengapa takut?""Soalnya tadi malam aku lihat dia lari di kaki bukit ini dan bertarung dengan lawannya. Tapi lawannya tahu-tahu mati sendiri. Padahal orang berkuncir itu hanya memasukkan pisau kecil pada boneka yang dibawanya. Dia sakti sekali, Kang.""Tunggu, tunggu...!" kata Pak Tua. "Boneka kecil seperti apa?! Kau melihat sendiri boneka itu?"."Ya, tapi tak jelas sekali karena cahaya rembulan tidak terlalu terang. Boneka itu sepertinya dari karet, Pak Tua.""Pantas! Itulah yang dinamakan Patung Genit, eh... Patung Dedemit," kata Pak Tua saking gugupnya. "Patung itu memang seperti karet, tapi menurut penjelasan guruku; Iblis Dedemit sendiri, patung tersebut sebenarnya terbuat dari gumpalan daging dan urat-urat tubuhnya yang mengkerut selama sekian tahu
TEBING karang itu cukup curam. Di bawah tebing itu anak-cucu batu karang mencuat runcing, seakan pamer gigi masing-masing. Belum lagi ditambah debur ombak ganas yang menghantam di kaki tebing cukup membuat bulu kuduk meremang tak kenal lelah. Dapat dibayangkan seandainya seseorang jatuh dari atas tebing, pasti raganya akan hancur tercabik-cabik anak cucu si karang kejam itu. Selain raganya hancur tercabik, nyawanya pun pergi tak mau balik. Sebab itulah banyak orang yang malas terjun dari tebing karang yang dikenal bernama: Tebing Selamat Tinggal.Meskipun demikian, toh sore itu ada saja orang yang berdiri di tepian tebing karang tersebut. Orang yang berdiri di pinggiran tebing adalah seorang gadis berpakaian biru muda, lengkap dengan jubah tipisnya yang berwarna kuning gading. Gadis itu berdiri di tepian tebing, hanya satu langkah lagi ia menuju akhirat alias mati dicabik-cabik anak-cucu karang runcing itu.Sepasang mata anak muda berusia sekitar dua puluh tahun memand
Tiba-tiba sang gadis berseru,"Berhenti! Jangan mendekat lagi!""Lho, kenapa?""Aku mau bunuh diri! Aku tak mau kau pegangi saat aku mau melompat nanti!""Kau mau bunuh diri?" Baraka bernada tidak percaya. Sengaja ia bernada begitu, supaya sang gadis mengurungkan niatnya karena tidak dipercaya."Ya, memang aku mau bunuh diri. Kalau kau tidak percaya, lihat nih aku mau melompat ke jurang karang, hiaaah....""Ee, eh... tunggu dulu!" Baraka mau mendekat dengan tangan terulur, tapi gerakannya ragu-ragu dan sang gadispun tak jadi melompat."Apa maksudmu menahan gerakanku!" ketus sang gadis."Jangan bunuh diri, nanti kamu mati lho!""Memang aku kepingin mati!" sahutnya makin ketus. "Lihatlah kalau nggak percaya, satu, dua, ti....""Eeeh... tunggu!" sergah Baraka makin dekat tapi tak berani menyentuh gadis itu.Kulit sang gadis begitu putih dan mulus berkesan lembut, sehingga merasa sangat disayangkan kalau harus
Sebelum hal itu ditanyakan, Rani Adinda berkata lebih dulu, "Apakah kau tahu, siapa Hantu Putih itu?""Aku baru mau tanyakan padamu, apakah Hantu Putih itu benar-benar hantu atau hanya nama julukan saja?""Entahlah. Aku tak jelas. Ayahandaku hanya berkata begitu, lalu beliau tak mau bertemu denganku. Bahkan aku tak diizinkan masuk ke dalam kesultanan.""Mengapa tidak kamu tanyakan kepada gurumu?""Sudah. Tapi guruku tak tahu siapa orang yang menggunakan julukan Hantu Putih itu. Menurut Guru, mungkin yang dimaksud Hantu Putih adalah benar-benar hantu atau mayat yang terbungkus kain kafan dan berkeliaran di mana-mana. Tapi menurut dugaanku yang belum tentu benar, Hantu Putih itu nama julukan seseorang.""Dari mana kau bisa menyimpulkannya begitu?""Kabarnya, ayahku sangat benci dengan Hantu Putih, sebab ibuku jatuh sakit karena rindu ingin jumpa si Hantu Putih itu. Bahkan...," Rani Adinda diam sebentar, seperti ada yang perlu dipertimbangkan.
Secara jujur hatinya mengakui bahwa ia tak bisa melihat Rani Adinda mati bunuh diri. Bisa-bisa Baraka akan merasa menyesal seumur hidup jika membiarkan Rani Adinda mati bunuh diri sebelum disentuh bibirnya. Jadi dengan cara bagaimanapun mau tak mau Baraka harus bisa mencegah anak sultan itu tidak terburu-buru mati."Barangkali kalau dia sudah merasakan sebentuk kehangatan bibirku dia akan enggan mati dengan cara apa pun" pikir Baraka.Rani Adinda mengaku pernah dengar nama seorang ahli nujum di kaki Gunung Malabar. Gadis itu mengajak Baraka pergi ke sana."Namanya Syuka Nehi. Kabarnya dia tidak pernah pergi ke mana-mana dan selalu tinggal di kaki Gunung Malabar. Jadi kalau kita kesana pasti akan ketemu dia.""Dia ahli nujum apa pedagang martabak?""Baraka! Aku serius nih!" Rani Adinda merajuk jengkel.Baraka tertawa kecil. "Gunung Malabar itu jauh, Sayang," ujarnya dengan lembut sambil merapikan rambut di punggung Rani Adinda."Gunung
Dan Baraka pun tahu seberapa tinggi ilmu Layang Petir yang dulu bekas muridnya Iblis Banci itu. Kini Baraka jadi gelisah dan terbayang wajah tua si Layang Petir yang pernah membuatnya dikuasai hasrat bercumbu gara-gara sinar putih dari mata Pak Tua tersebut.Lebih gawat lagi Rani Adinda berkata sumbar, "Kalau perlu, gurumu suruh kemari dan berhadapan denganku! Nih, murid Resi Pancal Sukma tak akan tumbang menghadapi Layang Petir dan muridnya yang kayak ondel-ondel itu!"Gemeretak gigi Sawung Seta mendengar hinaan seperti itu. Kedua tangannya menggenggam kuat-kuat. Matanya mulai mengecil pertanda memendam murka. Ia bicara dengan suara menggeram, "Bicaramu kelewat batas, Rani Adinda!""Blarin! Biar elu nggak mau lagi deketin gue!""Kalau bukan karena hati sedang jatuh cinta padamu, kuhancurkan kepalamu pakai terompet saktiku ini, Adinda!"Dengan tengil Rani Adinda menyahut, "Hancurkan saja kalau bisa!""Tidak. Kalau kepalamu kuhancurkan, bagai
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak