Panglima Morang terkapar di atas pohon besar, tersangkut di sana tak bergerak. Tapi suara erangannya terdengar samar-samar. Tubuhnya yang hitam menjadi putih karena kulitnya terkelupas saat terkena hantaman sinar keemasan tadi. Sinar itulah yang dinamakan sinar pukulan 'Tenaga Matahari Merah'. Kalau orang biasa kena sinar itu, habis sudah. Bukan hanya mati, tapi malah sulit dikubur karena menjadi serpihan-serpihan kecil seperti serat abon.
Raja Kala Coro merinding melihat panglimanya tersangkut di atas pohon besar tanpa daya lagi. Ia segera dekati Baraka dan memandang dengan mata menjadi merah.
"Kurang ajar! Kau mampu membuat panglimaku tumbang begitu, ya?! Sekarang coba kau hadapi hewan peliharaanku ini!" kata Raja Kala Coro seraya mengangkat satu tangannya keatas. Tangan kanan dengan telapak tangan yang menggenggam.
“Mukade Chōrō! Keluarlah!” teriak Raja Kala Coro dengan sangat keras hingga membuat tempat itupun bergoncang dibuatnya. Ditempatnya
“Sial!” maki Baraka dengan cepat bangkit dari jatuhnya sambil mengusap darah yang merembes dimulutnya.Tak ada waktu untuk mengeluh. Baraka dengan cepat menghimpun tenaganya. Tangan sebelah kanan telah berubah menjadi merah penuh 'Tenaga Inti Panas'! Sedang tangan kirinya berubah menjadi keputihan penuh 'Tenaga Inti Dingin'.“Heaaa...!"Wesss! Wesss!Kedua tangannya yang terangkum pukulan 'Tenaga Inti Panas’ dan ‘Tenaga Inti Dingin’ mengibas, memapak.Mukade Chōrō terlihat langsung menutupi wajahnya dengan ekor panjangnya.Derrr! Derrr!Akibat yang ditimbulkan sungguh hebat bukan main. Terdengar ledakan keras. Udara di sekitar tempat itu jadi panas dan dingin. Pohon-pohon pun menjadi layu dan membeku!Sementara itu tubuh Mukade Chōrō terlempar beberapa tombak ke belakang. Baraka yang melihat hal itu, segera memburu kedepan.“Heaaa...!"
Baraka segera berkonsentrasi, seluruh pikiran serta panca inderanya dipusatkan ke satu titik dalam benak. Hawa sakti dari Ilmu Angin Es Dan Api warisan Eyang Jaya Dwipa ini akan dipusatkan pada kedua tangannya. Maka perubahan pun terjadi. Rambut si pemuda yang berwarna hitam tersebut berubah menjadi putih. Rambut tersebut berumbai-umbai seolah terlihat bagai jilatan lidah petir.Brett...!Tiba-tiba saja sosok Baraka berubah, tubuhnya yang kekar semakin bertambah kekar besar, otot-otot diseluruh tubuhnya terlihat seakan ingin keluar. Peningkatan tenaga yang sangat luar biasa dapat Bintang rasakan dari tubuh Baraka. Tubuh Baraka seakan mengembang 2x lipat dari keadaan sebelumnya, bahkan pakaian yang dikenakannya langsung robek dibagian atas karena tak kuasa menahan pengembangan otot kekar ditubuh Baraka.Tiba-tiba saja sosok Baraka berubah, tubuhnya yang kekar semakin bertambah kekar besar, otot-otot diseluruh tubuhnya terlihat seakan ingin keluar. Peningkatan ten
Sebenarnya siapakah lelaki berpakaian putih-putih itu? Mengapa ia bersemadi di dalam batang pohon?Sejarah rimba persilatan sebenarnya pernah mencatat adanya seorang tokoh sakti yang jarang sekali menemui lawan tanding. Ia berjuluk Dewa Abadi. Tak seorang pun tahu, siapa nama aslinya. Yang jelas, Dewa Abadi adalah tokoh besar yang namanya sempat tercatat oleh para pujangga di tanah Jawa ini. Banyak mitos yang juga mengatakan kalau Dewa Abadi sebenarnya adalah seorang dewa.Hanya beberapa gelintir orang saja yang sanggup menandingi kesaktian Dewa Abadi. Dengan ajian 'Sukma Abadi' yang dimilikinya, justru membuat tokoh sakti itu kebingungan. Akibat memiliki ajian 'Sukma Abadi'-nya, Dewa Abadi ini menemui kesulitan untuk menemui kematian! Kini lawan-lawan yang bisa menandingi kesaktiannya satu demi satu sudah minggat ke alam lain, sehingga Dewa Abadi jadi kebingungan sendiri. Tidak ada kawan apalagi lawan.Dengan cara bertapa di dalam celah batang pohon, Dewa Abadi
Tepat ketika sosok berpakaian putih-putih itu mendarat, batang pohon randu itu tumbang dan jatuh berdebam ke tanah. Bumi bergetar hebat. Debu-debu kontan membubung tinggi memenuhi sekitarnya. Sedang Dewa Abadi tampak masih tegak di tempatnya. Sedikit pun juga tidak terpengaruh oleh keadaan di belakangnya. Kepalanya mendongak tinggi-tinggi menatap angkasa raya dengan kedua bibir bergetar.Bulan purnama di atas sana tetap bermuram durja oleh awan kelabu yang membungkusnya. Berjuta bintang di angkasa pun sepertinya malas tersenyum."Oh..., Dewata...! Kenapa jalan hidupku demikian buruk? Apa salahku, Dewata? Apa karena aku mempelajari Kitab ‘Sukma Abadi’ yang membuat aku begini? Tapi, bukankah Kau tahu! Ilmu yang ku peroleh ini hanya untuk membela jalan-Mu, jalan kebenaran? Lantas, kenapa di saat aku ingin menemui-Mu, malah ini yang ku peroleh?" keluh Dewa Abadi dalam hati, seolah-olah ingin menyesali kiprahnya di rimba persilatan.Namun apa yan
Kening Baraka bertautan ketika mendengar suara cempreng dalam bentuk nyanyian yang tak enak didengar. Seketika matanya tertuju ke ujung jalan setapak sana. Tampak seorang lelaki tua tengah melenggang santai dengan tongkat terantuk-antuk. Usia lelaki itu kira-kira tujuh puluh tahun. Rambutnya yang panjang tampak awut-awutan tak terawat. Wajahnya kasar penuh tonjolan daging. Sedang tubuhnya yang tinggi kurus dibalut pakaian ketat warna biru."Siapakah kakek tua berpakaian biru ini? Rasa-rasanya aku belum pernah mengenalnya...," tanya Baraka dalam hati.Dan begitu langkah si tua berpakaian biru makin dekat, Baraka pun hanya membiarkan Saja. Tak ada keinginan untuk menggoda. Ia malah lebih senang menikmati angin semilir yang mengelus-elus tubuhnya.Namun rupanya tidak demikian halnya sang kakek. Begitu berada di depan pemuda dari Lembah Kera, sejenak langkahnya berhenti. Sepasang matanya yang berwarna kelabu pun terus perhatikan Baraka dengan seksama."Sempru
"Hea...! Hea...!"Peramal Darah berkah-kali mencoba dengan jurus-jurus tipuan. Namun, sayangnya Baraka selalu saja dapat menghindarinya dengan mudah. Malah kalau si pemuda itu mau, tak jarang banyak kesempatan lowong untuk melancarkan serangan balik. Maka, hal ini pulalah yang membuat kemarahan Peramal Darah makin menggelegak."Setan alas! Jangan dikira kau sudah di atas angin hingga tak mau balas seranganku, Bocah! Bagaimanapun juga, kau harus modar di tangan ku, Bocah! Heaaa...!"Peramal Darah terus menekan pertahanan Baraka. Tangan kanannya membentuk cengkeraman berkelebatan hebat siap meremukkan batok kepala Baraka. Sedang tangan kirinya yang terkepal erat, siap pula mendaratkan bogem mentah."Hea...! Hea...!""Ah...! Kau ini bagaimana sih, Orang Tua? Kenapa kau berhasrat sekali dengan nyawaku. Padahal di antara kita tidak ada silang sengketa. Apa tidak sebaiknya kita selesaikan urusan sampai di sini?" ujar Baraka sambil terus berkelebatan meng
Sementara tak jauh dari tempat si gadis berlatih berdiri tegak seorang lelaki setengah baya yang tengah mengamati. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk penuh kagum, pertanda puas dengan jurus-jurus yang diperagakan si gadis."Bagus, bagus! Tak kusangka kau dapat menguasai jurus-jurus 'Pedang Kupu-kupu Hitam'-ku dengan baik, Ningrum. Aku si Raja Pedang Kupu-kupu, bangga sekali mempunyai murid sepertimu," puji lelaki setengah baya itu.Dia adalah seorang lelaki berusia lima puluh lima tahun. Wajahnya berbentuk persegi penuh dengan kumis dan jenggot. Sepasang matanya tajam, menyimpan ketelengasan yang nyaris tersembunyi. Rambutnya panjang dikuncir sebagian ke belakang.Sedang tubuhnya yang tinggi besar dibalut pakaian ringkas berwarna kuning."Terima kasih, Guru. Semua ini tak lepas dari bimbingan Guru," sahut gadis cantik yang dipanggil Ningrum itu merendah.Lelaki setengah baya bertubuh tinggi besar yang berjuluk Raja Pedang Kupu-kupu ini tertawa ge
"Pertanyaanmu aneh, Orang Tua Sinting. Mana mungkin ada orang terlahir bersama seekor naga, bisa mati emaknya karena mengeluarkan naga dari lubang lahirnya" jawab Raja Pedang Kupu-kupu, seenaknya."Kukira jawabanku pun sama dengan Guru, Orang Tua. Sepanjang umur hidupku, rasanya belum pernah aku mendengar orang yang dilahirkan bersama naga," timpal Ningrum."Baiklah kalau kalian memang tidak tahu. Tapi, apakah barangkali kalian dapat membantuku pada siapa aku bertanya?""Keparat! Sudah kubilang tidak tahu, masih saja mengumbar bacot. Apa kau pikir aku takut mendengar nama besarmu, he?!" bentak Raja Pedang Kupu-kupu mengkelap bukan main."Terserah apa katamu. Yang jelas, aku tidak ingin bermusuhan denganmu," jawab Dewa Abadi enteng."Setan alas! Aku jadi ingin lihat apa kehebatanmu juga, sehebat bacotmu?!"Si Raja Pedang Kupu-kupu langsung melompat menyerang dengan jurus-jurus ganas. Dewa Abadi mengeluh dalam hati. Tentu saja ia tidak ingin m
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l
Tubuh Pangkas Caling tak kelihatan setelah terjadi kilatan cahaya terang warna ungu akibat benturan tadi. Tubuh kedua pendeta itu terjungkal lima langkah dari jarak tempat berdiri mereka tadi. Hidung mereka sama-sama keluarkan darah, dan wajah mereka sama-sama menjadi pucat. Mereka sendiri tak sangka kalau akan terjadi ledakan sedahsyat itu."Jantung Dewa, apakah kita masih hidup atau sudah di nirwana?""Kukira kita masih ada di bumi, Mata Lima," jawab Pendeta Jantung Dewa dengan suara berat dan napas sesak. Getaran bumi terhenti, angin membadai hilang. Gemuruh bebatuan yang longsor bersama tanahnya pun tinggal sisanya. Kedua pendeta itu sudah tegak berdiri walau sesak napasnya belum teratasi. Tapi pandangan mata para orang tua itu sudah cukup terang untuk memandang alam sekitarnya.Pada waktu itu, keadaan Rajang Lebong yang sudah mati ternyata bisa bernapas dan bangkit lagi. Sebab sebelum Pangkas Caling menyerang, terlebih dulu meludahi wajah Rajang Lebong. Tet
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian