“Sial!” maki Baraka dengan cepat bangkit dari jatuhnya sambil mengusap darah yang merembes dimulutnya.
Tak ada waktu untuk mengeluh. Baraka dengan cepat menghimpun tenaganya. Tangan sebelah kanan telah berubah menjadi merah penuh 'Tenaga Inti Panas'! Sedang tangan kirinya berubah menjadi keputihan penuh 'Tenaga Inti Dingin'.
“Heaaa...!"
Wesss! Wesss!
Kedua tangannya yang terangkum pukulan 'Tenaga Inti Panas’ dan ‘Tenaga Inti Dingin’ mengibas, memapak.
Mukade Chōrō terlihat langsung menutupi wajahnya dengan ekor panjangnya.
Derrr! Derrr!
Akibat yang ditimbulkan sungguh hebat bukan main. Terdengar ledakan keras. Udara di sekitar tempat itu jadi panas dan dingin. Pohon-pohon pun menjadi layu dan membeku!
Sementara itu tubuh Mukade Chōrō terlempar beberapa tombak ke belakang. Baraka yang melihat hal itu, segera memburu kedepan.
“Heaaa...!"
Baraka segera berkonsentrasi, seluruh pikiran serta panca inderanya dipusatkan ke satu titik dalam benak. Hawa sakti dari Ilmu Angin Es Dan Api warisan Eyang Jaya Dwipa ini akan dipusatkan pada kedua tangannya. Maka perubahan pun terjadi. Rambut si pemuda yang berwarna hitam tersebut berubah menjadi putih. Rambut tersebut berumbai-umbai seolah terlihat bagai jilatan lidah petir.Brett...!Tiba-tiba saja sosok Baraka berubah, tubuhnya yang kekar semakin bertambah kekar besar, otot-otot diseluruh tubuhnya terlihat seakan ingin keluar. Peningkatan tenaga yang sangat luar biasa dapat Bintang rasakan dari tubuh Baraka. Tubuh Baraka seakan mengembang 2x lipat dari keadaan sebelumnya, bahkan pakaian yang dikenakannya langsung robek dibagian atas karena tak kuasa menahan pengembangan otot kekar ditubuh Baraka.Tiba-tiba saja sosok Baraka berubah, tubuhnya yang kekar semakin bertambah kekar besar, otot-otot diseluruh tubuhnya terlihat seakan ingin keluar. Peningkatan ten
Sebenarnya siapakah lelaki berpakaian putih-putih itu? Mengapa ia bersemadi di dalam batang pohon?Sejarah rimba persilatan sebenarnya pernah mencatat adanya seorang tokoh sakti yang jarang sekali menemui lawan tanding. Ia berjuluk Dewa Abadi. Tak seorang pun tahu, siapa nama aslinya. Yang jelas, Dewa Abadi adalah tokoh besar yang namanya sempat tercatat oleh para pujangga di tanah Jawa ini. Banyak mitos yang juga mengatakan kalau Dewa Abadi sebenarnya adalah seorang dewa.Hanya beberapa gelintir orang saja yang sanggup menandingi kesaktian Dewa Abadi. Dengan ajian 'Sukma Abadi' yang dimilikinya, justru membuat tokoh sakti itu kebingungan. Akibat memiliki ajian 'Sukma Abadi'-nya, Dewa Abadi ini menemui kesulitan untuk menemui kematian! Kini lawan-lawan yang bisa menandingi kesaktiannya satu demi satu sudah minggat ke alam lain, sehingga Dewa Abadi jadi kebingungan sendiri. Tidak ada kawan apalagi lawan.Dengan cara bertapa di dalam celah batang pohon, Dewa Abadi
Tepat ketika sosok berpakaian putih-putih itu mendarat, batang pohon randu itu tumbang dan jatuh berdebam ke tanah. Bumi bergetar hebat. Debu-debu kontan membubung tinggi memenuhi sekitarnya. Sedang Dewa Abadi tampak masih tegak di tempatnya. Sedikit pun juga tidak terpengaruh oleh keadaan di belakangnya. Kepalanya mendongak tinggi-tinggi menatap angkasa raya dengan kedua bibir bergetar.Bulan purnama di atas sana tetap bermuram durja oleh awan kelabu yang membungkusnya. Berjuta bintang di angkasa pun sepertinya malas tersenyum."Oh..., Dewata...! Kenapa jalan hidupku demikian buruk? Apa salahku, Dewata? Apa karena aku mempelajari Kitab ‘Sukma Abadi’ yang membuat aku begini? Tapi, bukankah Kau tahu! Ilmu yang ku peroleh ini hanya untuk membela jalan-Mu, jalan kebenaran? Lantas, kenapa di saat aku ingin menemui-Mu, malah ini yang ku peroleh?" keluh Dewa Abadi dalam hati, seolah-olah ingin menyesali kiprahnya di rimba persilatan.Namun apa yan
Kening Baraka bertautan ketika mendengar suara cempreng dalam bentuk nyanyian yang tak enak didengar. Seketika matanya tertuju ke ujung jalan setapak sana. Tampak seorang lelaki tua tengah melenggang santai dengan tongkat terantuk-antuk. Usia lelaki itu kira-kira tujuh puluh tahun. Rambutnya yang panjang tampak awut-awutan tak terawat. Wajahnya kasar penuh tonjolan daging. Sedang tubuhnya yang tinggi kurus dibalut pakaian ketat warna biru."Siapakah kakek tua berpakaian biru ini? Rasa-rasanya aku belum pernah mengenalnya...," tanya Baraka dalam hati.Dan begitu langkah si tua berpakaian biru makin dekat, Baraka pun hanya membiarkan Saja. Tak ada keinginan untuk menggoda. Ia malah lebih senang menikmati angin semilir yang mengelus-elus tubuhnya.Namun rupanya tidak demikian halnya sang kakek. Begitu berada di depan pemuda dari Lembah Kera, sejenak langkahnya berhenti. Sepasang matanya yang berwarna kelabu pun terus perhatikan Baraka dengan seksama."Sempru
"Hea...! Hea...!"Peramal Darah berkah-kali mencoba dengan jurus-jurus tipuan. Namun, sayangnya Baraka selalu saja dapat menghindarinya dengan mudah. Malah kalau si pemuda itu mau, tak jarang banyak kesempatan lowong untuk melancarkan serangan balik. Maka, hal ini pulalah yang membuat kemarahan Peramal Darah makin menggelegak."Setan alas! Jangan dikira kau sudah di atas angin hingga tak mau balas seranganku, Bocah! Bagaimanapun juga, kau harus modar di tangan ku, Bocah! Heaaa...!"Peramal Darah terus menekan pertahanan Baraka. Tangan kanannya membentuk cengkeraman berkelebatan hebat siap meremukkan batok kepala Baraka. Sedang tangan kirinya yang terkepal erat, siap pula mendaratkan bogem mentah."Hea...! Hea...!""Ah...! Kau ini bagaimana sih, Orang Tua? Kenapa kau berhasrat sekali dengan nyawaku. Padahal di antara kita tidak ada silang sengketa. Apa tidak sebaiknya kita selesaikan urusan sampai di sini?" ujar Baraka sambil terus berkelebatan meng
Sementara tak jauh dari tempat si gadis berlatih berdiri tegak seorang lelaki setengah baya yang tengah mengamati. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk penuh kagum, pertanda puas dengan jurus-jurus yang diperagakan si gadis."Bagus, bagus! Tak kusangka kau dapat menguasai jurus-jurus 'Pedang Kupu-kupu Hitam'-ku dengan baik, Ningrum. Aku si Raja Pedang Kupu-kupu, bangga sekali mempunyai murid sepertimu," puji lelaki setengah baya itu.Dia adalah seorang lelaki berusia lima puluh lima tahun. Wajahnya berbentuk persegi penuh dengan kumis dan jenggot. Sepasang matanya tajam, menyimpan ketelengasan yang nyaris tersembunyi. Rambutnya panjang dikuncir sebagian ke belakang.Sedang tubuhnya yang tinggi besar dibalut pakaian ringkas berwarna kuning."Terima kasih, Guru. Semua ini tak lepas dari bimbingan Guru," sahut gadis cantik yang dipanggil Ningrum itu merendah.Lelaki setengah baya bertubuh tinggi besar yang berjuluk Raja Pedang Kupu-kupu ini tertawa ge
"Pertanyaanmu aneh, Orang Tua Sinting. Mana mungkin ada orang terlahir bersama seekor naga, bisa mati emaknya karena mengeluarkan naga dari lubang lahirnya" jawab Raja Pedang Kupu-kupu, seenaknya."Kukira jawabanku pun sama dengan Guru, Orang Tua. Sepanjang umur hidupku, rasanya belum pernah aku mendengar orang yang dilahirkan bersama naga," timpal Ningrum."Baiklah kalau kalian memang tidak tahu. Tapi, apakah barangkali kalian dapat membantuku pada siapa aku bertanya?""Keparat! Sudah kubilang tidak tahu, masih saja mengumbar bacot. Apa kau pikir aku takut mendengar nama besarmu, he?!" bentak Raja Pedang Kupu-kupu mengkelap bukan main."Terserah apa katamu. Yang jelas, aku tidak ingin bermusuhan denganmu," jawab Dewa Abadi enteng."Setan alas! Aku jadi ingin lihat apa kehebatanmu juga, sehebat bacotmu?!"Si Raja Pedang Kupu-kupu langsung melompat menyerang dengan jurus-jurus ganas. Dewa Abadi mengeluh dalam hati. Tentu saja ia tidak ingin m
"Sulit! Bagaimana mungkin aku dapat menemukan anak manusia yang kumaksudkan? Dari sekian banyak tokoh dunia persilatan yang sempat kumintai keterangan, tak ada satu pun juga memberikan keterangan pasti. Ah...! Jangan-jangan kabar gaib yang kuterima hanyalah mimpi kosong belaka. Kalau iya, ah...! Bagaimana aku dapat menemukan jalan kematian? Oh...!" keluh Dewa Abadi merasa galau.Dan baru saja lelaki tua ini mengeluh begitu, mendadak pendengarannya yang tajam menangkap gerakan halus di belakang jauh dari tempatnya berlari. Tanpa banyak cakap segera langkahnya dihentikan. Sementara sepasang pendengarannya makin dipertajam."Hm...! Kalau pendengaranku tidak salah, langkah-langkah halus yang terdengar terdiri dari dua orang. Dan kini mereka tengah berdiri di balik rindangnya sebuah pohon depan sana. Ya ya ya...! Sebaiknya aku ke sana. Siapa tahu mereka dapat memberikan keterangan," pikir Dewa Abadi.Saat itu pula Dewa Abadi pun segera meloncat ke atas pohon. Lalu de