Mendengar itu, Mandala sedikit merasa aneh. Sebenarnya, bukan itu yang dia maksudkan, tapi entah mengapa gadis ini memiliki begitu banyak pertanyaan.Mandala mencoba menjelaskan, "Tentu aku bersedia bekerja sama, tapi kita juga harus fleksibel. Mungkin akan ada situasi di mana kita harus bergerak sendiri. Yang penting, kita saling mendukung dan berbagi informasi.""Baiklah kalau begitu," kata Hayin. "Aku juga akan berusaha menemukan informasi mengenai kebenaran semua ini."Berpikir untuk menemukan ide dalam memecahkan masalah, Mandala dan Hayin berusaha keras mengobrak pikirannya, memikirkan rencana apa yang harus dia lakukan.Tapi, dengan kekuatannya saat ini, menghadapi bahaya tak terduga ataupun berurusan dengan para Mangku misterius itu sangatlah mustahil baginya. Bukan hanya dirinya, bahkan seluruh pemuda yang senasib dengannya tidak akan mampu mengatasi orang-orang itu, walaupun jumlah mereka terbilang banyak.Dalam keheningan gua yang gelap, Mandala dan yang lainnya terus menca
Di tengah ketegangan, suara gemuruh memecah keheningan malam. Seorang pria kekar muncul, wajahnya menunjukkan ketegasan dan keberanian yang luar biasa. "Cepat, bawa anak kita pergi. Aku akan menahan mereka," ujarnya, mengirimkan wanita yang menggendong bayi untuk segera pergi."Tapi, kamu—" tak sempat menyelesaikan kata-katanya, wanita yang menggendong bayi kecil di pelukannya segera didorong dengan instruksi pergi.Wanita itu memandang dengan ratapan sedih, air mata tak terbendung dan tidak bertahan lama untuk tidak menetes. Akhirnya, wanita itu hanya menurut dan berpaling, segera pergi. Namun, di sepanjang perjalanan, ia terus menoleh ke belakang, mengkhawatirkan nasib suaminya.Sementara itu, sosok laki-laki yang baru saja ditinggalkan menggenggam pedang erat-erat di tangannya. Dia berdiri seolah bersiap menunggu kedatangan sesuatu yang semakin mendekat.Kelebat hitam muncul seriring waktu, lima sosok berpakaian gelap dari ujung kepala sampai ujung kaki mengepung keberadaan pria it
Dua tahun kemudian, gubuk reot terletak di tengah-tengah hutan di bawah kaki Gunung Pendem. Sinar matahari menembus celah-celah pepohonan dan menerangi ruangan kecil gubuk. Di sekitar, suara riuh pepohonan dan nyanyian burung membuat suasana damai. Seorang wanita cantik berkulit pucat terbaring di atas ranjang kayu, sesekali menunjukkan gejala batuk layaknya sakit-sakitan. Sang ibu dalam keadaan terbaring sakit, dia menoleh pada seorang anak muda kecil di samping ranjang kayu, menatapnya dengan senyuman penuh kasih sayang. Wanita itu, dengan tangan lembut, menyentuh wajah anak muda kecil tersebut."Mandala, jelajahi dunia ini dengan matahari sebagai teman setiamu. Ibu akan tetap disini menunggumu kembali dengan cerita-cerita baru," bisiknya lembut, meski napasnya terengah-engah.Anak laki-laki yang baru saja berusia dua tahun itu tidak begitu mengerti dengan kata-kata ibunya. Mandala menatap ibunya dengan penuh kekhawatiran, namun tetap dengan senyum yang mencerminkan rasa pengharga
Dengan langkah mantap, Mandala melangkah meninggalkan pondok kayu, membawa cerita dan warisan orang tuanya, serta tekad untuk menjalani hidup dengan penuh arti. Kakek Gawan berjalan di sebelahnya, memberikan dukungan dan bijak nasihat di setiap langkah perjalanan Mandala yang baru saja dimulai....Berjalan sepanjang hari melewati hutan, dua orang laki-laki tiba di ujung jalan setapak menuju sebuah desa di bawah kaki bukit."Nak, lihat itu adalah tempat tinggal kakek, desa Jelok," ucap Kakek Gawan sambil menunjuk ke arah pemukiman di seberang sungai.Mandala, yang baru pertama kali melihat tanah dengan bukit dan padang rumput yang luas, merasa terpukau. Dia yang terisolasi selama dua tahun di kedalaman hutan semakin meningkatkan rasa keingintahuannya tentang dunia yang luas ini.Mandala dan Kakek Gawan menyeberangi sungai, berjalan di atas jembatan kayu sederhana. Saat mencapai desa Jelok, mereka disambut hangat oleh penduduk setempat, beberapa orang tampak bertanya-tanya ketika melih
Mandala mengangguk menghormati. "Apa yang sebaiknya aku lakukan, Kek?"Dengan senyum lembut, Kakek Gawan menjawab, "Dengar, setiap seniman bela diri terbagi menjadi dua, yaitu seniman bela diri biasa dan sejati. Kau pasti tahu, seniman bela diri biasa hanya dapat menggunakan kemampuan fisik tanpa tenaga dalam, sementara seniman bela diri sejati mampu menggabungkan keduanya.""Dalam aturan negeri ini, seniman bela diri yang dapat mengolah tenaga dalam memiliki keistimewaan tersendiri. Tenaga dalam yang bangkit biasanya memiliki keterkaitan dengan satu dari lima elemen, sehingga para seniman bela diri yang mengolah tenaga dalam juga dapat memanifestasikannya dalam bentuk elemen tunggal," ucap Kakek Gawan.Walaupun dia tidak secara eksplisit mengolah tenaga dalam, pengetahuannya tentang itu cukup tinggi. Apa yang dia maksud merujuk pada setiap seniman beladiri yang membangkitkan energi batin akan memperoleh salah satu dari lima elemen, yaitu Api, Air, Angin, Tanah dan Petir. Kakek Gawan
Esok harinya, Mandala bersiap mengemasi barang bawaannya di dalam kamar rumah kayu. Dia menatap ke arah langit-langit kamarnya dengan berbagai perasaan."Ibu, hari ini petualanganku akan sepenuhnya dimulai. Nasehat dan ajaranmu dahulu akan selalu kuingat," gumam Mandala dengan sorot mata tegas dan penuh kesungguhan.Mandala melangkah keluar dari pintu dengan tas kain yang diusungnya. Sementara itu, Mak Gawan menanti di tepat depan teras rumah. Raut wajah tuanya tampak mencerminkan kesedihan yang mendalam.Di bawah langit cerah yang berwarna biru, Mandala menghampiri Kakek Gawan dengan penuh hormat. Tatapan mereka bertemu, dan dalam keheningan yang menggelayuti udara, Kakek Gawan berbicara dengan suara yang penuh kelembutan."Mandala, hati-hatilah di perjalananmu. Ini bukan perpisahan, tetapi awal dari babak baru dalam hidupmu," ujar Mak Gawan sambil meraih tangan Mandala dengan penuh kasih sayang.Mandala merasakan getaran kehangatan dalam jabatan tangan itu, seolah-olah ia merasakan
Mangku Jati melihat ke kegelapan di depan mereka, seolah mencoba membaca petunjuk yang tak terlihat oleh mata biasa. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, ia akhirnya menurunkan tangannya dan berbicara dengan suara rendah namun tegas."Kita tidak sendirian di sini. Ada kehadiran beberapa orang di depan sana, aku menduga mereka gerombolan perampok. Bersiaplah," ucap Mangku Jati, wajahnya serius dan penuh kewaspadaan.Pengawal-pengawal yang semula merasa bingung dan penasaran, kini berganti ekspresi menjadi serius. Mereka menarik pedang mereka, siap untuk menghadapi ancaman yang akan datang. Suasana tegang terbentang di malam yang semakin gelap.Tiba-tiba, dari kegelapan muncul serangkaian suara langkah kaki yang ringan. Figur bayangan mulai muncul di tepi jalan, dan setiap langkahnya diiringi dengan gemerisik dedaunan di tanah. Dalam sekejap, keenam orang tersebut dikelilingi oleh sekelompok orang aneh yang terlihat sedikit jelas di bawah pengaruh sinar obor.Mangku Jat
Melihat keahliannya diakui, Kaling tertawa terbahak-bahak. "Kau memang tidak biasa, Pak Tua. Namun, ini belum seberapa!" serunya sambil melancarkan serangan beruntun dengan kecepatan yang meningkat.Mangku Jati tetap tenang, mengarahkan aliran airnya untuk membentuk pola pertahanan yang kompleks. Setiap serangan Kaling bertemu dengan perlawanan yang lebih tangguh. Pertarungan semakin intens, dengan elemen air dan api bersatu dalam tarian yang menegangkan di malam yang gelap. Samar-samar terlihat asap beterbangan melalui pantulan cahaya api.Tiba-tiba, Mangku Jati mengubah strategi. Dengan cepat, ia menghentikan aliran airnya dan meluncur maju, menerjang Kaling dengan serangan mendalam. Kejutan ini membuat Kaling terkejut, namun dia dengan cepat merespons dengan mengeluarkan tenaga dalamnya yang mematikan.Pertarungan mencapai puncak ketegangan antara air yang mengalir dan kobaran api yang bergelora. Keduanya saling berusaha mengungguli satu sama lain. Membandingkan air dan api jelas m
Mendengar itu, Mandala sedikit merasa aneh. Sebenarnya, bukan itu yang dia maksudkan, tapi entah mengapa gadis ini memiliki begitu banyak pertanyaan.Mandala mencoba menjelaskan, "Tentu aku bersedia bekerja sama, tapi kita juga harus fleksibel. Mungkin akan ada situasi di mana kita harus bergerak sendiri. Yang penting, kita saling mendukung dan berbagi informasi.""Baiklah kalau begitu," kata Hayin. "Aku juga akan berusaha menemukan informasi mengenai kebenaran semua ini."Berpikir untuk menemukan ide dalam memecahkan masalah, Mandala dan Hayin berusaha keras mengobrak pikirannya, memikirkan rencana apa yang harus dia lakukan.Tapi, dengan kekuatannya saat ini, menghadapi bahaya tak terduga ataupun berurusan dengan para Mangku misterius itu sangatlah mustahil baginya. Bukan hanya dirinya, bahkan seluruh pemuda yang senasib dengannya tidak akan mampu mengatasi orang-orang itu, walaupun jumlah mereka terbilang banyak.Dalam keheningan gua yang gelap, Mandala dan yang lainnya terus menca
Mandala dan para anak muda berdiri bersama, memperhatikan dengan seksama sosok Mangku yang tampak memiliki aura mencekam dan menakutkan. Mereka merasakan kehadiran yang kuat dan misterius dari para Mangku tersebut.Tak seorang pun menunjukkan celah identitas mereka, hampir semua tubuh mereka tertutup kain hitam, kecuali daerah sekitar mata.Anak-anak muda yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menggigit bibir dengan rasa takut dan khawatir.Sejak diculik, mereka terikat tali cukup lama, tanpa mengetahui alasan atau penyebabnya. Ikatan itu kemudian dilepaskan, namun mereka dibawa ke tempat yang tidak diketahui.Sekarang, mereka berdiri kaku, menyembunyikan keresahan hati masing-masing di hadapan sekelompok orang berbahaya ini."Satu hal yang harus kalian ketahui, mulai sekarang kalian akan menghadapi kehidupan seperti neraka, dan jangan coba-coba kabur dari sini." Nada suara yang dingin masih membingungkan.Sebagian dari pemuda yang diculik tidak mengerti perkataan itu."Tunggu, apa maksud
Waktu berlangsung sangat lambat bagi Mandala yang terkurung di dalam gerbong tanpa dapat bergerak bebas.Di dalam gerbong kereta itu, Mandala tak mengetahui berapa waktu yang telah berlalu. Namun, menurut perkiraannya, telah lewat satu hari penuh, dari malam hingga malam lagi.Langkah kuda dan roda gerbong kereta tiba-tiba berhenti bergerak, memberikan sedikit rasa tegang dan kepanikan di antara Mandala dan anak-anak lainnya.Tak lama pintu kayu yang dilapisi jeruji besi perlahan terbuka, memperlihatkan nyala obor dan sekelompok orang berpakaian hitam. Penampilan mereka tampak misterius di mata anak muda yang tinggal di dalam gerbong."Kalian semua bisa keluar!" tukas salah seorang dari sekelompok sosok misterius itu.Mereka ragu-ragu sejenak, namun dengan terpaksa melangkah keluar setelah melihat tatapan tajam dari mata sekelompok orang misterius itu.Setelah keluar dari gerbong, Mandala dan anak-anak lainnya dikepung oleh sosok-sosok misterius. Suasana tegang semakin terasa ketika s
Ketika malam semakin larut, sosok Mandala tiba-tiba membuka mata dari tidurnya yang nyenyak. Entah mengapa, ia merasakan kegelisahan dalam dirinya tanpa penyebab pasti. Mandala kemudian bangun dari tempat tidurnya, mengedarkan pandangannya ke segala arah. Namun, ia hanya menemukan kamar yang tenang, diterangi oleh cahaya samar dari lampu minyak."Apa aku baru saja bermimpi buruk?" ungkapnya dengan rasa keanehan."Kurasa tidak, atau mungkin aku terlalu kelelahan," ucapnya lagi sebelum hendak duduk bersila di atas lantai kamar penginapan.Tapi, secara tak terduga, sosok berseragam hitam muncul di belakangnya, memberikan Mandala kejutan yang luar biasa.Sayangnya, ia tidak dapat bereaksi tepat waktu sebelum sosok berseragam hitam itu menghantam tengkuknya dengan keras, membuat Mandala terjatuh pingsan dalam sekejap mata."Target terakhir selesai," bisik kata sosok itu.Ia kemudian membawa tubuh Mandala yang jatuh pingsan di atas bahunya, keluar melewati jendela kamar pengitapan di tempa
Semuanya mengangguk setuju, berdasarkan penilaian mereka, tidak ada yang memenuhi syarat untuk memasuki perguruan, kecuali para peserta mencapai peringkat sepuluh besar, atau mungkin mendapatkan pengecualian berdasarkan performa mereka.Kembali ketika tombak-tombak tanah terbang ke arah Mandala dengan kecepatan luar biasa yang tidak mungkin dihindari oleh orang biasa.Namun, Mandala dengan keahliannya menghindari serangan itu seolah itu hanya angin yang berlalu. Terhitung selusin tombak terbang di udara, melewati tubuh Mandala yang bergerak seperti kilat membentuk lintasan cahaya yang luar biasa.Di balik tekanan yang luar biasa, terdapat kekuatan hebat yang baru saja bangkit dalam dirinya. Hal ini mendorong Mandala menuju tingkatan yang beberapa kali lebih tinggi dibanding kemampuan yang dia miliki sebelumnya.Gamara dengan ekspresi terkejut, ia tak menyangka serangan terkuatnya akan dihindari dengan semudah itu.Sekejap mata, sosok Mandala muncul tepat di hadapan Gamara, membuatnya s
Sayangnya, Mandala dengan sigap menghindari serangan tersebut dengan gerakan yang sangat gesit. Keduanya saling berhadapan dalam pertarungan yang semakin mendebarkan.Mandala tidak tinggal diam. Dengan kecepatannya yang didorong oleh unsur angin, ia mendekati Gamara dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Gamara, sementara itu, terus menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan unsur tanah, menciptakan rintangan dan perangkap di sekitar arena.Pertarungan menjadi semakin kompleks dengan setiap serangan dan kontra yang dilancarkan. Teknik tenaga dalam dan gerakan bela diri tangan kosong saling berkejaran di tengah arena. Penonton terlihat antusias oleh pertunjukan kekuatan dan keahlian yang ditunjukkan oleh kedua petarung.Tetua Manik Putih di podium penjurian, sementara itu, memperhatikan dengan cermat. Ia meresapi setiap aspek pertarungan, mencoba memahami kedalaman strategi dan keahlian bela diri yang ditunjukkan oleh Gamara dan Mandala.Di tengah intensitas pertarungan, Gamara dan Ma
Keduanya kemudian berdiri di tengah arena, saling berhadapan satu sama lain, menunggu instruksi lebih lanjut dari Mangku Gumanar.Hembusan udara dingin merambat di atas arena, menciptakan ketegangan di antara keduanya."Mulai!" Mangku Gumanar pun berseru, menandakan pertarungan telah dimulai.Mandala dengan cepat menunjukkan kuda-kuda bertarungnya, bersiap menghadapi lawan dengan penuh kepercayaan diri dan tekad yang kuat.Adapun Gamara, dibandingkan dengan lawannya, dia justru lebih tenang dengan sikapnya yang tegap nan kokoh. Raut kearoganan terpancar dari sepasang sorot matanya."Namamu Mandala, bukan?" Dengan sengaja, ia membuka sedikit topik melalui pertanyaan yang sebenarnya tidak berguna, padahal ia tahu sendiri siapa lawannya.Namun, Mandala membalas perkataan itu dengan sedikit anggukan dalam keheningan."Lawan aku dengan segenap kemampuan yang kau miliki, jangan menunda lebih lama karena waktuku sangat berharga," ujarnya dengan nada suara yang angkuh.Mandala mengernyit mend
Dukubana melepaskan pusaran angin kuat ke arah Arcamada dengan satu gerakan tangan. Namun, dengan kefasihan yang sama, Arcamada menanggapi dengan membentuk barikade air melingkupi dirinya, menghambat serangan angin tersebut.Pertarungan terus berlanjut, keduanya saling menunjukkan kekuatan dan kelincahan mereka. Tetua Manik Putih di podium penjurian menunjukkan ekspresi serius, memperhatikan setiap gerakan. Mangku Gumanar, meskipun tampak tenang, juga tak kalah fokus dalam menilai setiap aspek pertarungan.Dukubana dan Arcamada saling berhadapan lagi, mata penuh determinasi. Keduanya merasakan intensitas pertarungan ini, dan penonton terhipnotis oleh pertunjukan keahlian bela diri mereka.Mandala, yang berdiri di samping arena, menatap pertarungan dengan seksama. Ia mencoba mempelajari setiap gerakan, terutama Dukubana yang menggunakan unsur angin.Setiap orang memiliki gaya bertarung dan pengendalian afinitas yang berbeda, tergantung pada cara mereka memanfaatkan keahlian yang telah
Mandala telah berlatih dengan penuh tekad, menunjukkan detail-detail teknik yang telah dia kembangkan selama bertahun-tahun. Dia tidak hanya berfokus pada kekuatan fisik, tetapi juga pada harmoni pembentukan tenaga dalamnya. Selain itu, hampir sebagian besar peserta ujian di tempat itu seumuran dengannya, hal ini sedikit membangkitkan tekad dan daya saing Mandala. Dia tidak sabar ingin menunjukkan kekuatan penuh dari hasil latihannya selama ini.Sementara waktu berlalu, atmosfer perguruannya semakin terasa intens. Beberapa saat kemudian, sekelompok tetua yang biasanya bergelar Mangku perguruan Manik Putih datang dan duduk di atas podium penjurian. Mandala, bersama dengan para calon murid lainnya, menyaksikan dengan tegang di lapangan latihan.Suasana hening, dan kemudian terdengarlah pengumuman. "Terima kasih atas kehadiran kalian semua, anak muda," seru salah seorang tokoh Mangku perguruan."Namaku Gumanar, orang yang akan memandu seleksi di ujian kali ini," lanjutnya berlogat penuh