Mandala mengangguk menghormati. "Apa yang sebaiknya aku lakukan, Kek?"
Dengan senyum lembut, Kakek Gawan menjawab, "Dengar, setiap seniman bela diri terbagi menjadi dua, yaitu seniman bela diri biasa dan sejati. Kau pasti tahu, seniman bela diri biasa hanya dapat menggunakan kemampuan fisik tanpa tenaga dalam, sementara seniman bela diri sejati mampu menggabungkan keduanya.""Dalam aturan negeri ini, seniman bela diri yang dapat mengolah tenaga dalam memiliki keistimewaan tersendiri. Tenaga dalam yang bangkit biasanya memiliki keterkaitan dengan satu dari lima elemen, sehingga para seniman bela diri yang mengolah tenaga dalam juga dapat memanifestasikannya dalam bentuk elemen tunggal," ucap Kakek Gawan.Walaupun dia tidak secara eksplisit mengolah tenaga dalam, pengetahuannya tentang itu cukup tinggi. Apa yang dia maksud merujuk pada setiap seniman beladiri yang membangkitkan energi batin akan memperoleh salah satu dari lima elemen, yaitu Api, Air, Angin, Tanah dan Petir.Kakek Gawan menunjukkan contoh kecil dengan melakukan gerakan sederhana dalam kuda-kudanya. Hembusan angin sepoi-sepoi berputar di sekeliling Kakek Gawan, namun karena kondisi fisik yang kian menua, dia tidak dapat menunjukkannya lebih lama. Mandala tahu ini, dan dia memakluminya walau agak semakin penasaran dengan teknik tenaga dalam kakeknya."Mandala, untuk membangkitkan tenaga dalam, seseorang memerlukan sesuatu yang disebut Lekong. Itu adalah ramuan khusus untuk mempercepat kebangkitan energi batin seseorang," ucap sang kakek.Mandala mendengarkan dengan penuh perhatian, mata yang penuh keingintahuan. "Lekong adalah kombinasi dari tanaman herbal langka dan kebijaksanaan kuno yang diwariskan dari generasi ke generasi," lanjut sang kakek, matanya berkilat dengan semangat."Dalam setiap serat Lekong, terkandung kekuatan alam yang membantu memfokuskan dan memperkuat energi batin. Akan sangat membantu dalam perjalananmu menggali kedalaman tenaga dalam dan keterampilan seni bela diri," tambahnya sambil menunjukkan seikat ramuan hijau yang terjaga dengan cermat di tangan."Bangkitkan tenaga dalammu terlebih dahulu," kata Kakek Gawan sembari menyerahkan ramuan hijau berupa butiran pil yang dilapisi kain merah.Mandala menerimanya dengan hati-hati, menganggukkan kepalanya pada Kakek Gawan sebelum meraih ramuan itu dan menelannya.Setelah menelan ramuan Lekong, Mandala merasakan kehangatan yang memenuhi tubuhnya, seolah-olah energi yang terpendam mulai bangkit dari dalam. Dia duduk dalam meditasi, meresapi setiap getaran yang melewati dirinya.Kakek Gawan memandang dengan penuh kebanggaan, mengetahui bahwa cucunya telah memasuki tahap baru dalam perjalanannya. "Tenaga dalammu akan menjadi kunci untuk membuka potensi sejatimu, Mandala. Rasakan aliran energi, biarkan itu membimbingmu."Mandala mengikuti petunjuk sang kakek, meresapi setiap momen dalam keheningan yang mendalam. Dalam meditasi tersebut, ia merasa terhubung dengan kekuatan alam dan batinnya sendiri, memulai perjalanan menuju tingkatan yang lebih tinggi dalam seni bela diri dan keseimbangan hidupnya.Dalam proses itu, Mandala merasakan sesuatu terhebus menyirami dirinya dengan kesejukan, dibarengi dengan sengatan yang menjalar melewati tubuhnya, namun tidak ada rasa sakit sedikitpun, seolah terasa seperti serangga yang merayap di sekujur tubuhnya.Kakek Gawan yang melihat perkembangan Mandala mengangguk puas, tidak ada kelainan dalam proses pembangkitan tenaga dalam cucunya."Bagaimana rasanya, Nak?" ucapnya dalam nada yang lirih.Mandala membuka matanya perlahan, mencoba menyelami ekspresi tenang di wajah Kakek Gawan. "Ini luar biasa, Kek. Rasanya seperti mengalirkan energi yang sejuk dan membangkitkan kekuatan yang tersembunyi," jawabnya dengan mata penuh semangat.Kakek Gawan tersenyum bangga, "Kau telah membuka pintu ke dunia batin yang penuh dengan keajaiban, Mandala. Tetapi, ingatlah, dengan kekuatan besar selalu datang tanggung jawab besar. Gunakanlah tenaga dalammu dengan bijaksana, dan biarkan itu membimbingmu dalam setiap langkah."Mandala mengangguk, memahami betapa pentingnya ajaran Kakek Gawan. Dengan keyakinan yang baru ditemukan, ia siap menjalani perjalanan yang menantang dalam menggali lebih dalam potensi batinnya."Lalu keistimewaan apa yang kamu bangkitkan, nak?" Tanya sang kakek.Mandala diam sejenak, bingung bagaimana mengatakannya, hingga pikirannya menyusun kata-kata dengan baik baru kemudian dia berbicara."Kek, aku merasa ada koneksi yang lebih dalam dengan alam angin dan alam petir. Saya merasakan elemen-elemen itu, seakan dapat memahami dan mengendalikannya," ujar Mandala dengan penuh ketenangan.Mak Gawan untuk pertama kalinya tidak menangkap perkataan itu dengan jelas; dia hanya mendengar bahwa Mandala telah membangkitkan elemen angin yang sama sepertinya. Hal itu membuatnya tertawa bahagia.Dalam tawa bahagianya, Mak Gawan tidak sepenuhnya mencerna keajaiban yang terjadi di hadapannya. "Kau telah menguasai kekuatan angin, Mandala. Itu adalah elemen yang penuh kebebasan dan kecepatan. Dengan kemampuan ini, kau dapat melibatkan diri dalam pergerakan yang luar biasa dan menghadapi tantangan dengan gesit."Mandala merasa bangga melihat kebahagiaan di wajah Mak Gawan. "Terima kasih, Kek. Ajaranmu sungguh luar biasa, tapi selain angin, aku juga memiliki kendali atas elemen petir." Ucap Mandala dengan ringan.Seolah salah mendengar, Kakek Gawan meminta Mandala mengulangi kata-katanya lagi, dan Mandala melakukannya berulang kali. Seketika itu juga, sorot matanya tiba-tiba dipenuhi ketakjuban tidak percaya."Apakah kamu serius, Nak?" Tanya Mak Gawan bergetar.Mandala dengan mantap mengangguk, "Ya, Kek. Aku merasa dapat mengendalikan petir, seperti energi yang mengalir melalui tubuhku. Ini seperti pemberian dari alam, dan aku berusaha memahaminya."Mak Gawan masih sulit percaya namun penuh kebanggaan. "Elemen petir adalah kekuatan yang langka dan penuh dengan tantangan. Kamu harus menguasainya dengan bijak, Nak. Ini adalah anugerah besar, dan kamu memiliki tanggung jawab besar untuk menggunakan kekuatan ini dengan kebijaksanaan."Mandala merasa terbebani oleh tanggung jawab yang lebih besar, tetapi dia bersumpah untuk menggunakan kemampuannya dengan bijak demi keharmonisan dan kebaikan. Dengan panduan Mak Gawan, ia siap menjalani perjalanan yang lebih mendalam dalam menguasai elemen petirnya."Satu hal lagi, cucuku, tolong sembunyikan penguasaan elemen petirmu. Hal itu terlalu langka dan akan memancing banyak perhatian," ungkap sang kakek dengan harapan yang dalam. Ini semua demi kemanan cucunya, dia jelas tidak ingin suatu yang berbahaya mengancam nyawa satu-satunya keluarga yang dia miliki.Sampai di sana, Mak Gawan terdiam dalam beberapa waktu, raut wajahnya seakan menunjukkan sedikit kesedihan."Ini adalah metode pengendalian energi batin alam angin yang kuwariskan untukmu, gunakanlah dengan baik, cucuku. Sementara mengenai alam petir, kamu bisa mencaritahunya sendiri," ujar sang kakek.Mandala meresapi setiap kata yang diucapkan oleh Mak Gawan, menyadari beratnya tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. "Terima kasih, Kek. Ajaranmu akan selalu menjadi panduan dalam setiap langkahku," jawabnya dengan tulus.Mak Gawan tersenyum bangga, "Kau adalah pewaris dari generasi kami, Mandala. Kini, pergilah, jelajahi duniamu dengan bijaksana, dan jangan pernah lupakan akarmu."Dengan hati yang penuh rasa hormat, Mandala menundukkan kepala sejenak sebelum memulai perjalanan barunya. Di bawah naungan ajaran Kakek Gawan, dia siap menghadapi takdirnya dan mengejar keseimbangan serta kebijaksanaan yang lebih tinggi....Esok harinya, Mandala bersiap mengemasi barang bawaannya di dalam kamar rumah kayu. Dia menatap ke arah langit-langit kamarnya dengan berbagai perasaan."Ibu, hari ini petualanganku akan sepenuhnya dimulai. Nasehat dan ajaranmu dahulu akan selalu kuingat," gumam Mandala dengan sorot mata tegas dan penuh kesungguhan.Mandala melangkah keluar dari pintu dengan tas kain yang diusungnya. Sementara itu, Mak Gawan menanti di tepat depan teras rumah. Raut wajah tuanya tampak mencerminkan kesedihan yang mendalam.Di bawah langit cerah yang berwarna biru, Mandala menghampiri Kakek Gawan dengan penuh hormat. Tatapan mereka bertemu, dan dalam keheningan yang menggelayuti udara, Kakek Gawan berbicara dengan suara yang penuh kelembutan."Mandala, hati-hatilah di perjalananmu. Ini bukan perpisahan, tetapi awal dari babak baru dalam hidupmu," ujar Mak Gawan sambil meraih tangan Mandala dengan penuh kasih sayang.Mandala merasakan getaran kehangatan dalam jabatan tangan itu, seolah-olah ia merasakan
Mangku Jati melihat ke kegelapan di depan mereka, seolah mencoba membaca petunjuk yang tak terlihat oleh mata biasa. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, ia akhirnya menurunkan tangannya dan berbicara dengan suara rendah namun tegas."Kita tidak sendirian di sini. Ada kehadiran beberapa orang di depan sana, aku menduga mereka gerombolan perampok. Bersiaplah," ucap Mangku Jati, wajahnya serius dan penuh kewaspadaan.Pengawal-pengawal yang semula merasa bingung dan penasaran, kini berganti ekspresi menjadi serius. Mereka menarik pedang mereka, siap untuk menghadapi ancaman yang akan datang. Suasana tegang terbentang di malam yang semakin gelap.Tiba-tiba, dari kegelapan muncul serangkaian suara langkah kaki yang ringan. Figur bayangan mulai muncul di tepi jalan, dan setiap langkahnya diiringi dengan gemerisik dedaunan di tanah. Dalam sekejap, keenam orang tersebut dikelilingi oleh sekelompok orang aneh yang terlihat sedikit jelas di bawah pengaruh sinar obor.Mangku Jat
Melihat keahliannya diakui, Kaling tertawa terbahak-bahak. "Kau memang tidak biasa, Pak Tua. Namun, ini belum seberapa!" serunya sambil melancarkan serangan beruntun dengan kecepatan yang meningkat.Mangku Jati tetap tenang, mengarahkan aliran airnya untuk membentuk pola pertahanan yang kompleks. Setiap serangan Kaling bertemu dengan perlawanan yang lebih tangguh. Pertarungan semakin intens, dengan elemen air dan api bersatu dalam tarian yang menegangkan di malam yang gelap. Samar-samar terlihat asap beterbangan melalui pantulan cahaya api.Tiba-tiba, Mangku Jati mengubah strategi. Dengan cepat, ia menghentikan aliran airnya dan meluncur maju, menerjang Kaling dengan serangan mendalam. Kejutan ini membuat Kaling terkejut, namun dia dengan cepat merespons dengan mengeluarkan tenaga dalamnya yang mematikan.Pertarungan mencapai puncak ketegangan antara air yang mengalir dan kobaran api yang bergelora. Keduanya saling berusaha mengungguli satu sama lain. Membandingkan air dan api jelas m
Mandala, yang sebelumnya merasa keuntungan berbalik ke arahnya, kini dihadapkan pada tantangan baru. Namun, ia tidak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, Mandala berkonsentrasi dan menyesuaikan diri dengan tingkat tenaga dalam yang tiba-tiba meningkat.Dalam momen klimaks ini, pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi pemenang masih tergantung di udara, menciptakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Hanya waktu yang akan menentukan bagaimana nasib pertarungan ini akan berakhir.Mandala dan Kaling saling berhadapan di bawah cahaya bulan yang bersinar redup. Suasana tegang terasa di udara, dan keduanya memancarkan aura keberanian dan ketegasan. Dalam sekali kibasan, pedang mereka bersentuhan, menciptakan sinar kilat dan percikan api yang melingkupi pertarungan mereka.Kaling, dengan gerakan lincah dan serangan yang mematikan, mencoba menyerang setiap celah pertahanan Mandala. Namun, Mandala, dengan kecepatan dan kelincahannya yang luar biasa, mampu menghindar
Dalam obrolan yang berlangsung lama, malam semakin larut, dan akhirnya, mereka pergi tidur di dekat pohon. Hanya beberapa pengawal yang tetap ditugaskan menjaga gerbong kereta.Mandala, sementara itu, tidak pergi jauh dari tempat tersebut dan tertidur di atas alas dedaunan yang dibuat dengan sedikit usaha....Di pagi hari selanjutnya, cahaya matahari perlahan menyapa mereka, membuat bayangan pohon-pohon dan gerbong kereta semakin memudar. Para pengawal yang setia segera bangun dari kewaspadaan malam sebelumnya, sementara yang lainnya terbangun dengan kantuk yang masih menyergap.Dengan semangat yang membara, Mandala melangkah dari tempat tidurnya yang sederhana. Penuh energi, dia bersiap untuk memulai hari baru. Rencananya masih menyelimuti pikirannya. Setelah mendengar sejumlah cerita menarik dari Mangku Jati semalam, Mandala semakin menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada berbagai hal.Mandala bersama kelompok Mangku Jati melanjutkan perjalanan menuju kota Murmur. Sebelum itu d
Dengan tekad yang baru tumbuh, Mandala melangkah maju menuju area pendaftaran. Pandangan matanya penuh dengan keteguhan, mencoba menembus kerumunan murid perguruan Manik Putih yang sibuk berbincang."Saya ingin mendaftar," ungkap Mandala, berdiri beberapa langkah di depan sekelompok pemuda berseragam putih-hitam itu.Ketika Mandala tiba di loket pendaftaran, seorang petugas ramah menyambutnya, "Selamat datang. Nama Anda?""Mandala."Petugas itu meneliti daftar peserta dan kemudian memberikan formulir pendaftaran kepadanya. "Isilah data dirimu dengan lengkap, dan lima koin perak sebagai biaya pendaftaran."Dengan hati yang berdegup cepat, Mandala menyelesaikan formulirnya. Dalam benaknya, keraguan dan tekad terus berbenturan, tetapi ia memilih untuk mempercayai keputusannya sendiri. Paling tidak, ini akan menjadi langkah awal perjalanannya di kota Murmur. Apakah dia akan memiliki kesempatan untuk menjadi murid perguruan atau tidak, itu hanya urusan belakang.Setelah menyerahkan formul
Dengan nama baru yang diberikan, Mandala merasa semakin terhubung dengan latihannya. Ia memutuskan membawa energi dan keharmonisan dari latihan "Harmony Angin" ini ke dalam tantangan mendatang. Namun, itu satu-satunya yang bisa dia manfaatkan sekarang, sementara elemen petirnya masih menjadi rahasia, dan Mandala belum menemukan petunjuk untuk melatihnya.Tak lama setelah matahari bersinar terang dari arah timur, Mandala yang selesai dengan latihannya segera pergi keluar, berniat untuk mencari sarapan pagi. Kakinya melangkah melewati pintu kamar penginapan di lantai dua, dan ia pun muncul di lorong menuju tangga ke lantai bawah.Saat itu juga, telinga Mandala berdenyut mendengar kebisingan yang datang dari bawah. Dia tidak tahu apa yang terjadi, namun menurut pengetahuannya, penginapan ini memiliki dua tingkat, dan lantai di bawahnya merupakan restoran. Dengan rasa penasaran yang tumbuh, Mandala melangkah menuju tangga yang mengarah ke lantai bawah. ..."Dasar wanita tua! Mau berapa l
Pada saat ini, rentenir dengan kepalan tangannya melaju melewati sisi kiri kepala Mandala yang tengah menghindar. Percikan api dari tinjunya membawa suhu panas ekstrim, hampir membakar segala yang ada di sekitarnya.Beruntung, Mandala dilengkapi dengan pelindung angin yang dengan cepat menolak api, menjauhkannya dari tubuh Mandala seperti magnet dengan gaya tolak.Rentenir mencoba memukul Mandala dengan serangan tinju berapi, tetapi sia-sia karena tidak mampu menyentuh tubuh Mandala yang gesit dan terlindung. Mandala dengan cepat bergerak ke sisi rentenir, memanfaatkan angin untuk menyeimbangkan kekuatan.Dengan cermat, Mandala merespons serangan berikutnya dari rentenir. Ia melompat mundur, menghindari pukulan berbahaya yang datang dengan kecepatan tinggi. Angin membentuk perisai tak terlihat, menjaga Mandala dari ancaman yang terus berdatangan.Rentenir semakin frustrasi, berusaha menguasai pertarungan dengan kekuatan apinya. Namun, Mandala dengan keahlian mengarahkan hembusan angin
Mendengar itu, Mandala sedikit merasa aneh. Sebenarnya, bukan itu yang dia maksudkan, tapi entah mengapa gadis ini memiliki begitu banyak pertanyaan.Mandala mencoba menjelaskan, "Tentu aku bersedia bekerja sama, tapi kita juga harus fleksibel. Mungkin akan ada situasi di mana kita harus bergerak sendiri. Yang penting, kita saling mendukung dan berbagi informasi.""Baiklah kalau begitu," kata Hayin. "Aku juga akan berusaha menemukan informasi mengenai kebenaran semua ini."Berpikir untuk menemukan ide dalam memecahkan masalah, Mandala dan Hayin berusaha keras mengobrak pikirannya, memikirkan rencana apa yang harus dia lakukan.Tapi, dengan kekuatannya saat ini, menghadapi bahaya tak terduga ataupun berurusan dengan para Mangku misterius itu sangatlah mustahil baginya. Bukan hanya dirinya, bahkan seluruh pemuda yang senasib dengannya tidak akan mampu mengatasi orang-orang itu, walaupun jumlah mereka terbilang banyak.Dalam keheningan gua yang gelap, Mandala dan yang lainnya terus menca
Mandala dan para anak muda berdiri bersama, memperhatikan dengan seksama sosok Mangku yang tampak memiliki aura mencekam dan menakutkan. Mereka merasakan kehadiran yang kuat dan misterius dari para Mangku tersebut.Tak seorang pun menunjukkan celah identitas mereka, hampir semua tubuh mereka tertutup kain hitam, kecuali daerah sekitar mata.Anak-anak muda yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menggigit bibir dengan rasa takut dan khawatir.Sejak diculik, mereka terikat tali cukup lama, tanpa mengetahui alasan atau penyebabnya. Ikatan itu kemudian dilepaskan, namun mereka dibawa ke tempat yang tidak diketahui.Sekarang, mereka berdiri kaku, menyembunyikan keresahan hati masing-masing di hadapan sekelompok orang berbahaya ini."Satu hal yang harus kalian ketahui, mulai sekarang kalian akan menghadapi kehidupan seperti neraka, dan jangan coba-coba kabur dari sini." Nada suara yang dingin masih membingungkan.Sebagian dari pemuda yang diculik tidak mengerti perkataan itu."Tunggu, apa maksud
Waktu berlangsung sangat lambat bagi Mandala yang terkurung di dalam gerbong tanpa dapat bergerak bebas.Di dalam gerbong kereta itu, Mandala tak mengetahui berapa waktu yang telah berlalu. Namun, menurut perkiraannya, telah lewat satu hari penuh, dari malam hingga malam lagi.Langkah kuda dan roda gerbong kereta tiba-tiba berhenti bergerak, memberikan sedikit rasa tegang dan kepanikan di antara Mandala dan anak-anak lainnya.Tak lama pintu kayu yang dilapisi jeruji besi perlahan terbuka, memperlihatkan nyala obor dan sekelompok orang berpakaian hitam. Penampilan mereka tampak misterius di mata anak muda yang tinggal di dalam gerbong."Kalian semua bisa keluar!" tukas salah seorang dari sekelompok sosok misterius itu.Mereka ragu-ragu sejenak, namun dengan terpaksa melangkah keluar setelah melihat tatapan tajam dari mata sekelompok orang misterius itu.Setelah keluar dari gerbong, Mandala dan anak-anak lainnya dikepung oleh sosok-sosok misterius. Suasana tegang semakin terasa ketika s
Ketika malam semakin larut, sosok Mandala tiba-tiba membuka mata dari tidurnya yang nyenyak. Entah mengapa, ia merasakan kegelisahan dalam dirinya tanpa penyebab pasti. Mandala kemudian bangun dari tempat tidurnya, mengedarkan pandangannya ke segala arah. Namun, ia hanya menemukan kamar yang tenang, diterangi oleh cahaya samar dari lampu minyak."Apa aku baru saja bermimpi buruk?" ungkapnya dengan rasa keanehan."Kurasa tidak, atau mungkin aku terlalu kelelahan," ucapnya lagi sebelum hendak duduk bersila di atas lantai kamar penginapan.Tapi, secara tak terduga, sosok berseragam hitam muncul di belakangnya, memberikan Mandala kejutan yang luar biasa.Sayangnya, ia tidak dapat bereaksi tepat waktu sebelum sosok berseragam hitam itu menghantam tengkuknya dengan keras, membuat Mandala terjatuh pingsan dalam sekejap mata."Target terakhir selesai," bisik kata sosok itu.Ia kemudian membawa tubuh Mandala yang jatuh pingsan di atas bahunya, keluar melewati jendela kamar pengitapan di tempa
Semuanya mengangguk setuju, berdasarkan penilaian mereka, tidak ada yang memenuhi syarat untuk memasuki perguruan, kecuali para peserta mencapai peringkat sepuluh besar, atau mungkin mendapatkan pengecualian berdasarkan performa mereka.Kembali ketika tombak-tombak tanah terbang ke arah Mandala dengan kecepatan luar biasa yang tidak mungkin dihindari oleh orang biasa.Namun, Mandala dengan keahliannya menghindari serangan itu seolah itu hanya angin yang berlalu. Terhitung selusin tombak terbang di udara, melewati tubuh Mandala yang bergerak seperti kilat membentuk lintasan cahaya yang luar biasa.Di balik tekanan yang luar biasa, terdapat kekuatan hebat yang baru saja bangkit dalam dirinya. Hal ini mendorong Mandala menuju tingkatan yang beberapa kali lebih tinggi dibanding kemampuan yang dia miliki sebelumnya.Gamara dengan ekspresi terkejut, ia tak menyangka serangan terkuatnya akan dihindari dengan semudah itu.Sekejap mata, sosok Mandala muncul tepat di hadapan Gamara, membuatnya s
Sayangnya, Mandala dengan sigap menghindari serangan tersebut dengan gerakan yang sangat gesit. Keduanya saling berhadapan dalam pertarungan yang semakin mendebarkan.Mandala tidak tinggal diam. Dengan kecepatannya yang didorong oleh unsur angin, ia mendekati Gamara dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Gamara, sementara itu, terus menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan unsur tanah, menciptakan rintangan dan perangkap di sekitar arena.Pertarungan menjadi semakin kompleks dengan setiap serangan dan kontra yang dilancarkan. Teknik tenaga dalam dan gerakan bela diri tangan kosong saling berkejaran di tengah arena. Penonton terlihat antusias oleh pertunjukan kekuatan dan keahlian yang ditunjukkan oleh kedua petarung.Tetua Manik Putih di podium penjurian, sementara itu, memperhatikan dengan cermat. Ia meresapi setiap aspek pertarungan, mencoba memahami kedalaman strategi dan keahlian bela diri yang ditunjukkan oleh Gamara dan Mandala.Di tengah intensitas pertarungan, Gamara dan Ma
Keduanya kemudian berdiri di tengah arena, saling berhadapan satu sama lain, menunggu instruksi lebih lanjut dari Mangku Gumanar.Hembusan udara dingin merambat di atas arena, menciptakan ketegangan di antara keduanya."Mulai!" Mangku Gumanar pun berseru, menandakan pertarungan telah dimulai.Mandala dengan cepat menunjukkan kuda-kuda bertarungnya, bersiap menghadapi lawan dengan penuh kepercayaan diri dan tekad yang kuat.Adapun Gamara, dibandingkan dengan lawannya, dia justru lebih tenang dengan sikapnya yang tegap nan kokoh. Raut kearoganan terpancar dari sepasang sorot matanya."Namamu Mandala, bukan?" Dengan sengaja, ia membuka sedikit topik melalui pertanyaan yang sebenarnya tidak berguna, padahal ia tahu sendiri siapa lawannya.Namun, Mandala membalas perkataan itu dengan sedikit anggukan dalam keheningan."Lawan aku dengan segenap kemampuan yang kau miliki, jangan menunda lebih lama karena waktuku sangat berharga," ujarnya dengan nada suara yang angkuh.Mandala mengernyit mend
Dukubana melepaskan pusaran angin kuat ke arah Arcamada dengan satu gerakan tangan. Namun, dengan kefasihan yang sama, Arcamada menanggapi dengan membentuk barikade air melingkupi dirinya, menghambat serangan angin tersebut.Pertarungan terus berlanjut, keduanya saling menunjukkan kekuatan dan kelincahan mereka. Tetua Manik Putih di podium penjurian menunjukkan ekspresi serius, memperhatikan setiap gerakan. Mangku Gumanar, meskipun tampak tenang, juga tak kalah fokus dalam menilai setiap aspek pertarungan.Dukubana dan Arcamada saling berhadapan lagi, mata penuh determinasi. Keduanya merasakan intensitas pertarungan ini, dan penonton terhipnotis oleh pertunjukan keahlian bela diri mereka.Mandala, yang berdiri di samping arena, menatap pertarungan dengan seksama. Ia mencoba mempelajari setiap gerakan, terutama Dukubana yang menggunakan unsur angin.Setiap orang memiliki gaya bertarung dan pengendalian afinitas yang berbeda, tergantung pada cara mereka memanfaatkan keahlian yang telah
Mandala telah berlatih dengan penuh tekad, menunjukkan detail-detail teknik yang telah dia kembangkan selama bertahun-tahun. Dia tidak hanya berfokus pada kekuatan fisik, tetapi juga pada harmoni pembentukan tenaga dalamnya. Selain itu, hampir sebagian besar peserta ujian di tempat itu seumuran dengannya, hal ini sedikit membangkitkan tekad dan daya saing Mandala. Dia tidak sabar ingin menunjukkan kekuatan penuh dari hasil latihannya selama ini.Sementara waktu berlalu, atmosfer perguruannya semakin terasa intens. Beberapa saat kemudian, sekelompok tetua yang biasanya bergelar Mangku perguruan Manik Putih datang dan duduk di atas podium penjurian. Mandala, bersama dengan para calon murid lainnya, menyaksikan dengan tegang di lapangan latihan.Suasana hening, dan kemudian terdengarlah pengumuman. "Terima kasih atas kehadiran kalian semua, anak muda," seru salah seorang tokoh Mangku perguruan."Namaku Gumanar, orang yang akan memandu seleksi di ujian kali ini," lanjutnya berlogat penuh