Nyanyian suka cita terdengar merdu. Lagu yang sama dengan yang Zhou nyanyikan dulu ketika berkelana ke Huasan. Suaranya lumayan merdu, tiada asal teriak. Tiada yang mendengar suara Qiu ikut menyanyi mencoba menghibur Bian.
Lima hari berlalu, kesedihan Bian belum sirna. Dia bilang setuju menentukan target utama untuk dikejar, tapi hati masih menangis kehilangan cinta.
"Jika memang jodoh, tidak akan ke mana," gumam Zhou.
Dia bicara pada Bian dalam jiwanya, mengundang mata beberapa pejalan kaki di jalan setapak yang mendaki menoleh bingung.
Zhou cuek bebek. Merasa tak kenal dia menjadi peduli setan.
"Cinta datang dan pergi, cinta abadi menetap. Jika dalam tiga bulan engkau melupakannya, pertanda itu hanya cinta, benar seper
Mereka berseragam sipil, membawa pedang. Seragam jelas bukan pengungsi, sipil berpedang pasti orang dunia persilatan. "Penggemarmu?" tanya Zhou. "Bukan, mereka orang sewaan yang mencariku." "Kamu buronan?" "Haiya, bukan!" Zhou hendak bangkit, tapi Werou mendorong pundaknya supaya tetap duduk. Dia menilai gadis pendekar mau unjuk gigi? Dia menurut membiarkannya maju. Delapan jumlah mereka yang mendekat. Walau membawa pedang tapi tidak menarik gagang, mereka malah memberi hormat. "Nona Zhuge Werou, Tuan Zhuge Dan meminta Anda untuk pulang." "Heh, dengar, sampaikan pada Ayah aku tidak
Meladeni delapan pendekar menguras tenaga juga chi. Berbeda dengan ketika melawan pasukan Cao Cao tempo hari, sekarang lawannya pendekar profesional yang mengerti tentang chi."Tunggu tunggu, berhenti sebentar!" pinta Zhou. "Istirahat dulu, ya, yaa.""Baiklah."Delapan pendekar juga lelah, mereka sempoyongan duduk di sekitar Zhou sambil mengusap keringat di leher juga kening.Zhou ingin minum arak, meraba-raba bagian atas batu tempatnya menaruh kendi-kendi arak."Loh, kendi arakku ke mana?"Para pendekar tertawa lepas menertawai Zhou. Beberapa sampai terpingkal, terlentang memegang perut."Apanya yang lucu?" sentak Zhou.
Cahaya pagi memberi rasa hangat pada kulit badan Zhou. Zhou yang menguasai tubuhnya sendiri saat ini menikmati udara segar, juga pemandangan sawah menguning. Musim gugur, musim panen padi. Musim yang dinanti para petani. Setelah perjalanan jauh, mereka bisa melihat tembok besar Ye di kejauhan. "Cepat, kalau tidak, jangan salahkan jika badanmu mendapat tato cambuk!" bentak prajurit berpakaian perang, sambil mencambuk tanah. Para petani sibuk mengangkat karung-karung beras ke atas beberapa kereta kuda yang berjajar memanjang di tepi jalan setapak berselimut batu. "Haiya, lagi-lagi tahun ini pun diambil," bisik seorang warga pada warga lain di seberang jalan. Zhou tertarik untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dia mendekati
Zhou lanjut melangkah di jalan setapak berbatu mendekati kota Ye. Semakin dekat semakin jelas tembok tinggi kota besar yang menandingi kota Luoyang. Selain itu, banyak warga duduk santai di atas bukit dekat kota memandang ke arah daerah tanah lapang yang seperti ditumbuhi banyak manusia. Suara genderang dan terompet perang menggelora dari sana. Zhou menghampiri lelaki yang tengah berdiri mengagumi kerumunan di tanah lapang dari bukit rerumputan hijau bersama banyak rakyat. "Paman, ada apa? Kenapa ramai sekali?" "Sshh, diamlah. Sebentar lagi Tuan Yuan Shao akan berbicara." Dengan jurus mata kucing, Zhou bisa melihat lebih jauh hingga mampu melihat jelas sosok di atas panggung raksasa.
Ratusan lampion menyinari ruang megah di mana suara tawa dan musik-musikan mendominasi. Bukan para gadis cantik yang mendominasi pikiran Zhou, atau rabaan nikmat di pahanya, tali arak.Dengan arak nikmat dia betah duduk di kursi kayu berjam-jam."Ayo Tuan Muda tampan, kasihanilah hamba." Gadis di sebelah Zhou membimbing tangan pemuda itu untuk meraba dadanya yang kenyal."Taruh dulu arakmu, tampan, ada yang basah selain arak di sini." Gadis di sisi lain Zhou menarik telapak tangannya guna meraba bagian nikmat di pangkal paha."Ah, apaan sih, kotor itu, aku tidak mau bermain itu. Aku mau arakku."Dia meringkus beberapa kendi di meja, lalu bangkit, menaruh lima tael perak ke meja, uang sangu dari Tao Jin.
Hari berganti, kali ini Bian mengambil alih tubuh Zhou. Sebelum langit menggelap, dia menanti dua sosok yang membuat janji akan bertemu di danau rembulan. Dia duduk di dahan pohon sambil berayun satu kaki, bermain suling sebagai hiburan.Lama dia bermain sampai langit menjadi gelap seperti kain lukis hitam bertabur keindahan bulan bintang.Tiba-tiba air danau beriak, membuat buyar pemandangan yang terpantul di danau, pertanda ada sesuatu yang mendarat."Suara merdu suling di malam hari, bukankah begitu indah Yang Yang Yi?""Yang Tae oh Yang Tae ramai, kamu membuat suara indah pergi. Sekarang bagaimana cara mengganti suara suling? Apa harus menjemput Zhuge Liang?"Di bawah sinar rembulan, dua orang berdiri di atas air da
Keadaan di dataran Han semakin mencemaskan. Para jendral saling membunuh demi tanah kekuasaan, rakyat menjadi korban.Setelah Lu Bu diusir dari kota Puyang, dia bergabung dengan Liu Bei, lalu mengkhianati Liu Bei dan mengusirnya dari Xiao Pei.Liu Bei bergabung dengan Cao Cao dan berhasil mengalahkan Lu Bu. Seluruh pengikut Lu Bu tewas, kecuali Zhang Liao yang direkrut oleh Cao Cao.Dalam ekspedisi Cao Cao ke kota Wan sebuah insiden terjadi. Jia Xu menyerah mengadakan pesta. Cao Cao meniduri bibi Jia Xu, membuatnya marah dan menyergap Cao Cao beserta beberapa punggawa.Dalam insiden, Cao Ang dan Dian Wei tewas demi menolong Cao Cao yang terjebak di kota. Setelah selamat, Cao Cao balas dendam membabat habis seluruh penduduk Wan juga memenggal seluruh keluarga Jia Xu.
Sekarang Cao Cao seorang perdana menteri, dalam keadaan formal dia tidak boleh duduk di bantal. Cao Cao duduk di kursi kayu berlengan dalam ruang di gedung gubernur Xuchang, sementara yang lain berdiri. Xun You berada di baris kanan paling depan, di belakangnya para pejabat administrasi menanti. Di sisi lain, Cao Hong berdiri paling besar, di belakangnya para Jenderal pengikut Cao Cao sabar menanti rapat krusial yang bakal terjadi. Seorang prajurit berpakaian perang masuk. Debu rontok dari pakaiannya ketika dia bertekuk satu lutut memberi laporan dengan lantang. "Yuan Shao menyerang dengan lima juta pasukan darat dan lima ratus ribu pasukan laut!" Mendengar laporan itu, seluruh peserta rapat berbisik-bisik saling berdiskusi.
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun