“Mahaguru…!” dengan usaha keras Japra langsung bangkit dan bersimpuh didepan pemilik suara, yang ternyata Ki Durga adanya.
Nasib Japra secara tak sengaja tertolong si Dewa Persilatan, yang menemukannya pingsan di hutan dan membawanya ke dalam gua ini.
Ki Durga yang berjalan ke mana kakinya melangkah awalnya tak kenal siapa Japra, tapi setelah membalik tubuh pendekar muda ini, dia pun menganggukan kepala.
“Fisiknya hebat, kena racun yang bisa membunuhnya hitungan hari masih mampu berjalan sejauh ini,” gumamnya kagum.
Lalu dengan tongkatnya dia congkel tubuh Japra, dan dengan entengnya tubuh kurus itu memondong tubuh tinggi besar Japra, seakan angkat sebuah benda ringan saja.
Bahkan gerakan kakek Durga seolah terbang saja saking cepatnya, kakinya seolah tak menjejak tanah.
Sampai di sebuah gua, dengan kesaktian yang sukar di ukur lagi saking hebatnya, Ki Durga bersihkan semua racun di tubuh Japra.
Kini Jap
Kembali dia dengan semangat luar biasa menyedot batu, besarnya tak main-main, yakni sebesar kerbau.Batu besar itu bergerak sangat cepat ke arahnya, bak didorong 15 orang sekaligus.Blarrrrr….batu itu pecah jadi kerikil kecil, saat Japra menghantamnya dengan jurus Halilintar yang sangat panas.“Japra, saat kamu gunakan ilmu jurus lintah itu, kamu harus bisa memecahnya, satu buat menyedot, satu buat pertahanan!”Kembali Ki Durga beri petunjuk melalui suara jarak jauh buat murid istimewanya ini.“Baik mahaguru!” sahut Japra yang masih berkelebatan ke sana kemari.Wajahnya makin ceria, ketampananya yang selama ini banyak mendungnya berubah total. Suka senyum sendiri dan kadang tertawa.Wajah Japra tanpa dirinya sadari, makin menunjukan kegantengannya dan mirip dengan pria muda yang hadir dalam mimpinya, dan jadi rahasia besarnya.Ki Durga kembali berikan petunjuk-petunjuk dan Japra benar-benar gembir
Japra pun lalu genjot tubuhnya dan pergi secepat kilat ke arah Timur, tidak jadi ke arah Selatan, dimana Kerajaan Daha berada.Gerakannya saat ini dan 6-7 bulanan yang lalu berubah total, sangat cepat seolah terbang saja, bahkan setelah berlari cepat hingga 3 jam tanpa henti, nafasnya biasa-biasa saja.Begitu tiba di sebuah desa yang ramai, tujuan pertama Japra adalah, cari pakaian mewah kesukaannya, warna hitam, juga sepatu kulit yang mengkilap.Pendekar Bukit Meratus pun menjelma jadi pemuda perlente bak bangsawan tinggi. Ditambah senyum manis yang selalu menghias bibirnya.Soal uang, seperti biasa, Japra ambil dari para perampok yang dia hajar, usai lakukan aksi jahat mereka. Japra tak berdiam diri saat ada kejahatan di depan matanya.Termasuk sangat dermawan bagi-bagi cuan hasil rampokan buat warga miskin. Nama Pendekar Bukit Meratus pun makin bergema di mana-mana.Tanpa Japra ketahui, semenjak berlatih selama 6 bulanan lebih di ba
“Nah para babi, dua sahabatku mengaso dulu, kalian kini hadapi aku, eh yang benjol jidatnya, mending sono mandi di lumpur, biar sembuh otaknya dan balik jadi manusia!” kembali Japra mengejek, hingga si kepala genk ini murka bukan kepalang.“Bangsat, darimana monyet hitam ini muncul,” bentaknya marah.Japra memang sudah kembali ke jati dirinya, dia memakai baju kesukaannya yang berwarna hitam, tetap perlente dan tentu saja makin membuatnya gagah perkasa.Japra hanya tertawa kecil, diapun bersilat bak monyet mabuk, saat ke 10 orang ini menyerbunya sekaligus.“Eit luput, deeeh badannya, dasar bau babi, mau muntah ajee akiuuu…!” ejek Japra sambil menendang sembarangan, tapi tendangan ini bukan sembarang tendangan.Begitu kakinya bergerak, 3 orang langsung terguling-guling, lalu tersungkur di sebuah lumpur basah, wajah mereka pun berlepotan lumpur hitam.“Ha-ha-ha, persis babi,” ejek Ja
Sesaat Ki Ulai dan Ki Usu saling pandang. “Silahkan Japra,” Ki Ulai langsung buka bajunya dan mempersilahkan Japra mengobatinya, dengan menyodorkan punggungnya.Ki Usu yang dulu ngotot ingin musnahkan kekuatan Japra, hanya menatap saja, dia masih ragu dan rada-rada curiga dengan Japra.Beda dengan Ki Ulai, yang gayanya mirip Ki Samonang, selalu tenang dan penuh perhitungan saat bertindak.Japra mulai salurkan tenaga dalamnya yang murni dan bebas racun, dia sengaja gunakan jurus yang sama, yang kali ini tidak beracun.Ki Ulai percaya, sebagai mantan murid Ki Birawa, Japra lah yang bisa keluarkan racun jahat ini dari tubuhnya.Walaupun sudah diobatinya, bahkan dengan bantuan pendekar lainnnya. Tapi pukulan halilintar yang beracun ini harus gunakan tenaga dalam yang sama untuk dikeluarkan dan dibersihkan.Asap tipis berwarna gelap mulai keluar dari ubun-ubun Ki Ulai, saat Japra terus meningkatkan tenaga dalamnya ini.Dahi Jap
Kini tanpa di minta Ki Ulai pun mulai bercerita, kadang diselingi Ki Usu…!Ki Palung yang terkenal sebagai perampok ganas di lereng bukit meratus, entah tahu dari mana. Suatu hari nekat menghadang rombongan Maharaja Kanji yang saat itu masih berstatus Pangeran dan hanya di kawal 5 orang.“Ki Palung menyerbu bersama 50 orang anak buahnya, dan dia berhasil merampas peta itu, sekaligus membunuh istri Pangeran Kanji, yang kala itu sedang hamil tua. Sayangnya kami saat itu terlambat datang membantu.”Ki Ulai lanjutkan kisahnya, berminggu-minggu 3 Pendekar Golok Putih ini mencari pentolan perampok itu dan akhirnya bertemu juga.Terjadilah pertarungan seru, 50 anak buah Ki Palung berhasil ditewaskan, termasuk Ki Palung yang kabur dengan luka-luka parah di tubuhnya.Japra termenung mendengarnya, kini makin terbuka matanya, betapa jahatnya Ki Palung, istri pangeran Kanji yang hamil saja di bunuh.Kini dia tak lagi salahkan 3 Pendek
Japra menatap Lusia dan Wulani yang ngotot ingin membantunya. “Jangan Lusia, Wulani, di sana sangat berbahaya, kalian di sini saja dulu,” tolak Japra halus.Kedua gadis cantik itu ingin menemani Japra masuk ke markas kaum pemberontak!“Betul Lusia, Wulani, kamu berdua di sini saja, tenaga kalian lebih dibutuhkan di sini. Kita harus waspada, pasukan pemberontak tiba-tiba datang menyerbu!”Ki Usu ikut mencegah kedua murid ‘ponakannya’ ini ikut Japra. Lusia dan Wulani ternyata bagian dari pasukan pelopor yang sangat di andalkan Panglima Uray.Sebagai orang yang sudah pengalaman, Ki Usu apalagi Ki Ulai paham, Lusia dan Wulani sebenarnya diam-diam menyukai Japra.Walaupun Japra tak tunjukan gaya pecicilannya. Walaupun kedua gadis cantik ini sebenarnya sudah buka ‘pintu’.Itu karena Japra menghormati kedua gadis remaja yang sangat bersahaja ini…dan dia mendengar keduanya sudah punya tunangan!
Padahal itu semua ulah Japra, yang secara lihai gunakan totokannya yang dahsyat melalui jentikan, sehingga membuat si prajurit pongah ini tak bisa bergerak lagi.Japra meneruskan makan buahnya sampai selesai, dia senyum-senyum tengil saja melihat ulah prajurit ini.Japra lalu berdiri dan setelah membayar dan minta kembaliannya buat si pelayan, dengan santuynya ia berlenggang kangkung keluar dari rumah makan ini.Terjadilah kehebohan, si prajurit ini terjengkang ke lantai, kursi tadi bahkan nemplok ke wajahnya, hingga hidungnya patah dan berdarah-darah.Kawan-kawannya pun ribut dan mulai mencari-cari Japra, tapi pemuda ini ngilang dan kini sudah enak-enakan beristirahat di sebuah penginapan.Namun, Japra terpaksa mangkel sendiri, saat mendengar ada keributan di luar, rupanya para rekan prajurit tadi mengetahui dia nginap di sini. Gara-gara kuda hitamnya ‘parkir’ di depan.Semenjak kuda hitamnya menghilang setelah dia di tawan Ki B
“Kamu…a-apakah Japra…!” Aura malah tak menggubris ucapan Sawon, dia kini sama kagetnya saat menatap Japra.“Apa kamu bilang Aura, dia ini si jongos Japra…!” kini Sawon menatap tajam wajah pemuda perlente ini.Tentu saja Sawon pangling, tak menyangka pemuda tampan ini adalah Japra. Seingatnya Japra dulu anak kecil yang kurus dan berpakaian seadanya dan selalu di ejeknya sebaga jongos di padepokan mereka.“Apa kabar Aura…Sawon, lama tak berjumpa, kalian ternyata makin cantik dan gagah saja!” tegur Japra duluan, memuji sekedar basa-basi, terutama ke Sawon.“Ihh benaran…kamu Japra, kok kamu berubah mirip…bangsawan!” ceplos Aura dan buru-buru turun dari kudanya lalu menghampiri Japra.Japra tentu saja terpesona, begitu dekat begini, Aura kini sudah menjelma menjadi gadis cantik jelita, lesung pipitnya pun makin menambah manisnya si cantik ini.Padahal Aura p