"aku dimana?" perlahan mata Sofia mengerjap, pupilnya membesar menatap sekelilingnya.
"Nona, anda sudah sadar? Kita sedang di klinik. Tadi anda pingsan, aku dan Galle membawa anda kemari." "Nona, tunggu disini sebentar aku panggilkan dokter. Apakah aku harus menelpon tuan Allen?" Tanya Lucy ragu. "Tidak usah. Dia bilang hari ini sedang sangat sibuk. Aku baik-baik saja, jangan panik begitu." Ujar Sofia menenangkan Lucy. "Baiklah, nona. Saya panggil dokter dulu." Lucy melangkah meninggalkan Sofia, sedangkan Galle yang mengawal mereka izin ke toilet sebentar. Sofia memejamkan matanya mencoba menghilangkan pening dikepalanya. Tadi dia begitu syok hingga jatuh pingsan setelah pria asing itu mencium paksa bibirnya, namun suara wanita yang tak asing menarik paksa kesadarannya. "Wahh, setelah dibuang tuan Allen Anthonio kelihatannya kamu banyak fikiran hingga jatuh sakit yah Sofia?"Allen memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman mansionnya pria itu kemudian melangkah tergesa-gesa memasuki mansion mencari keberadaan Sophia. Allen melangkah memasuki dapur namun tak ditemukannya Sofia di sana. Pria itu kemudian kembali melangkah menaiki lantai dua di mana kamar Sofia berada Krieetttt... Allen mendorong pintu kamar Sofia dengan paksa menimbulkan suara gesekan yang keras membuat Sofia terkejut, pasalnya wanita itu masih saja asyik melamun di tepi ranjang "Allen, Kamu sudah pulang?" tanya Sofia menatap pada pria bermata biru itu. "Iya aku sudah pulang, kenapa kamu terkejut? ujar Allen dingin. "Yah aku cukup terkejut tidak biasanya kamu pulang lebih cepat. Ada apa? apa terjadi sesuatu?" tanya Sofia bingung. "Ya telah terjadi sesuatu yang membuatku amat sangat marah sekarang, hingga rasanya aku ingin mencekik seseorang hingga mati." "Apa maksudmu A
Verona , Italia * * Seorang pria paruh baya tengah berjalan mondar-mandir di hadapan istri dan putrinya. Sesekali pria itu meraup wajahnya dilema. Baru saja seorang pesuruh dari seorang Mafia yang terkenal kejam dan mata keranjang datang menyampaikan pesan yang membuat pria paruh baya itu tidak tenang dan gelisah. "Daddy, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya putrinya bingung. "Yah, benar, jelaskan kepada kami apa yang terjadi! Mengapa Mafia Allen Anthonio mengirim pesan seperti itu kepadamu?" Desak sang istri yang duduk dengan kaki dan tangan saling menyilang menatap nyalang pada sang suami. Pria paruh baya yang bernama Darren itu menghela nafasnya gusar. Kemudian melangkahkan kakinya duduk disofa mewah itu. "Maafkan aku istriku, ini semua salah ku." Jawab pria itu penuh sesal. "Iya, aku tahu ini salah mu. Apa maksudmu berhutang hingga jutaan dollar pada seorang mafia.
Sofia memandang tubuhnya di cermin, gaun hitam bertabur Glitter mewah dengan tali spaghetti pres body yang melekat ditubuhnya membangun kesan seksi di dirinya. Wanita itu cukup risih berpakaian seterbuka itu, pasalnya selama ini dia tidak pernah mengenakan gaun seksi. Sofia harus melewati masa remajanya dengan baju-baju yang dibeli untuknya sebelum kedua orang tuanya meninggal, atau paling tidak dengan baju-baju lungsuran Alea. Ada perasaan takjub juga haru menatap pantulan dirinya dicermin. Kalau gadis-gadis seusianya sibuk dengan party-party dan fashion berganti, Sofia harus berpuas diri untuk tidur lebih cepat untuk menghilangkan penat seharian bekerja diluar rumah, juga didalam rumah Derit pintu kayu yang dibuka dari luar cukup memekakkan telinga, selain karena kayu pintu yang telah tua tanpa perawatan juga karena didorong paksa tanpa kelembutan. "Sofia, aku akan mendandani mu malam ini," ujar Alea seraya berjalan mende
Mobil yang dikendarai oleh para bawahan Mafia Allen Anthonio melaju kencang meninggalkan pusat kota Verona, meninggalkan rumah mewah yang dibangun sang ayah ketika ibunya mengandung Sofia dari hasil toko anggur terkenal yang didirikan Tuan Gussel saat itu. Salah satu toko anggur fermentasi dengan kualitas terbaik di sudut kota Verona, selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan maupun warga lokal apalagi saat musim dingin tiba. Untung saja, resep racikan anggur milik tuan Gussel secara langsung diturunkan pada Sofia kala itu, gadis belia itu diminta sang ayah untuk terus terlibat dalam proses pembuatan minuman anggur dan cara pengolahannya membuat Sofia hapal diluar kepala resep rahasia enaknya anggur fermentasi sang Padre Namun dari tahun ke tahun, kualitas anggur racikan milik keluarga mereka mengalami kemunduran ditangan sang paman Darren. Pasalnya pria paruh baya itu lebih banyak menghabiskan waktunya di pub malam bermain judi dan mencicipi gadis-gadis muda yang
"Minta pelayan melayani gadis didalam kamar itu, suruh dia memandikannya dan mendandani, aku akan mengajaknya ke Milan hari ini!" Perintah Allen pada kepala pelayan dimansionnya pagi itu. "Baik Tuan." Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya hormat, kemudian berjalan mundur lalu membalikkan badannya menjauh dari tempat tuan besarnya duduk. Kepala pelayan dimansion itu bernama bibi Emma. Usianya sekitar 58 tahun, sudah begitu lama bekerja pada keluarga Allen.Bibi Emma sudah bekerja sejak usianya dua puluh satu tahun.Bibi Emma adalah pelayan pribadi ibu Allen saat masih hidup. Kini wanita itu telah bekerja selama lebih tiga puluh tahun. Namun demikian kini tugasnya tidak begitu berat, pasalnya wanita paruh baya itu hanya Allen tugaskan untuk mengawasi seluruh pekerja dirumah itu, begitu pula suaminya yang menjadi pengawas untuk perkebunan anggur milik Allen yang membentang luas sejak memasuki kawasan perkebunan. Alle
Sofia membuka kedua kelopak matanya, sesaat setelah mendengar dentuman keras dipintu kamar saat Allen meninggalkan kamar yang dihuni Sofia.Wanita itu menolehkan kepalanya, memastikan bahwa pria itu benar-benar telah pergi.Sofia dengan cepat membenarkan kembali pakaiannya yang telah meninggalkan tempatnya akibat perbuatan Allen.Wanita itu meraih selimut, menyembunyikan tubuhnya.Sofia meringkuk dibawah selimut, jantungnya masih berdetak kencang, wanita itu masih shock setelah Allen menyentuhnya dengan brutal.Air mata Sofia terus saja mengalir, seolah bendungan jebol. Sakit hatinya bertambah berkali-kali lipat.Suara ketukan dipintu membuat Sofia semakin mengeratkan pelukan pada lututnya yang tengah meringkuk ketakutan.Wanita itu bahkan sampai bergetar dengan keringat dingin mengucur dari tubuhnya.Suara langkah terdengar mendekat, namun terdengar seperti langkah kaki seorang wanita dengan sepatu ber hak ting
"Nona, izinkan saya mendandani anda sekarang. Kami tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada tuan Allen kalau anda menolak lagi sekarang." Cicit Lucy dihadapan Sofia. Allen sekali lagi memerintahkannya mengurus wanita itu. Sofia menghela nafas gusar, menatap pelayan wanita itu iba. "Apa dia sekejam itu? Apa dia sudah pernah membunuh seseorang disini?" Tanya Sofia berbisik. Lucy sang pelayan tertegun, pertanyaan sederhana ini baginya bisa saja menjadi alasan nyawanya terancam. "Tidak nona, kalau nona menurut tuan akan sangat baik. Percaya pada saya." Rayu Lucy, berharap Sofia akan luluh untuk mereka urus. "Ya sudah ayo! Kita mulai dari mana?" Tanya Sofia seraya bangkit berjalan kearah meja rias disamping lemari. "Hmmm-- kita mulai dari membersihkan tubuh nona, mandi." Jawab Lucy sungkan. Sofia tampak berfikir, kemudian wanita muda itu menghela nafasnya kasar. "Ya sudah, ayo!" Jawab Sofia pasrah berjalan sendiri menuju kamar mandi. Lucy menganggukkan kepalanya semang
Setelah menghilangkan lelahnya, Allen terbangun, pria itu bangkit dari ranjang. Niatnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket dikamar mandi urung saat menatap Sofia yang tengah tertidur dengan kaki terkangkang tak berdaya. Pria itu menatap Sofia.Disana mengalir cairan putih kental bercampur dengan darah. "Darah? Darah apa ini, apa darah menstruasi, atau keguguran?" Tanya Allen bingung pada dirinya sendiri. Pria itu meraih ponselnya, menyalakan blits dan menyorot bagian tubuh Sofia. Allen menatap wanita itu dengan bimbang , disingkapnya selimut wanita itu, bekas darah mengering terlihat jelas. "Pe--perawan?" Gumam Allen terkejut. Pria itu segera menjauhkan tubuhnya dari Sofia, berdiri disamping ranjang menatap nanar pada Sofia. "Dasar gadis bodoh. Kenapa tak bilang kalau dirinya masih perawan. Sial... sial.." Allen menjambak rambutnya bingung, terus menatap tubuh polos tanpa sehelai benang yang sedang tertidur di ranjang. "Dasar bodoh. Pasti tadi itu sakit sekali."