Share

bab 4

"Minta pelayan melayani gadis didalam kamar itu, suruh dia memandikannya dan mendandani, aku akan mengajaknya ke Milan hari ini!" Perintah Allen pada kepala pelayan dimansionnya pagi itu.

"Baik Tuan."

Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya hormat, kemudian berjalan mundur lalu membalikkan badannya menjauh dari tempat tuan besarnya duduk.

Kepala pelayan dimansion itu bernama bibi Emma. Usianya sekitar 58 tahun, sudah begitu lama bekerja pada keluarga Allen.

Bibi Emma sudah bekerja sejak usianya dua puluh satu tahun.

Bibi Emma adalah pelayan pribadi ibu Allen saat masih hidup. Kini wanita itu telah bekerja selama lebih tiga puluh tahun. Namun demikian kini tugasnya tidak begitu berat, pasalnya wanita paruh baya itu hanya Allen tugaskan untuk mengawasi seluruh pekerja dirumah itu, begitu pula suaminya yang menjadi pengawas untuk perkebunan anggur milik Allen yang membentang luas sejak memasuki kawasan perkebunan.

Allen kembali memasuki kamarnya. Menanti Sofia selesai didandani. Allen akan membawa Sofia ke Kota Milan, disana pria itu memiliki sebuah penthouse mewah seharga ratusan juta dollar.

* *

Bibi Emma mengetuk pintu kamar yang dihuni Sofia, wanita itu membawa dua orang pelayan muda bersamanya.

Namun tampaknya tak kunjung ada gerakan dari kamar itu, membuat bibi Emma mendorong pintu dan masuk kesana.

Disana tampaknya Sofia sudah bangun dan duduk dengan gelisah. Menyadari yang masuk bukanlah pria, Sofia tampak menghela nafas lega.

"Nona, kami diperintahkan oleh tuan Allen untuk mengurus nona, tuan ingin agar nona dipersiapkan untuk diajak ke kota Milan oleh tuan." Ujar bibi Emma lembut.

"Apaa? Ke-- ke kota Milan? Tidak saya tidak mau bi. Tolong jangan, saya takut dia akan menjual saya." Pekik Sofia panik.

"Tidak, tuan tidak akan menjual anda, itu tidak mungkin nona." Jawab bibi Emma berusaha menenangkan Sofia.

"Tidak mungkin bagaimana? Tuan mu begitu terkenal kejam, bukan tidak mungkin dia menjual ku sebagai penebusan hutang-hutang pamanku." Jawab Sofia bergetar. Wanita itu sekuat tenaga bertahan agar mereka tidak mendandaninya dan membawa dirinya ke Milan.

"Jangan seperti ini nona, anda bisa membuat tuan murka." Bujuk bibi Emma sekali lagi.

"Biar saja, biar dia murka dan langsung membunuhku. Lebih baik aku mati dari pada menjadi tawanan pria tua Bangka genit sepertinya," racau Sofia keras.

Tanpa mereka sadari bahwa Allen sudah berdiri diambang pintu menyaksikan dan mendengar racauan demi racauan yang di ucapkan oleh Sofia.

"Siapa yang kau maksud tua Bangka?" Tanya pria tampan itu berjalan mendekat kearah Sofia.

"Tu-- tuan?" Ujar bibi Emma tergagap ketakutan.

"Kalian bertiga silahkan keluar, biar wanita ini saya yang mengurusnya!" Desis Allen marah. Mata birunya memancarkan kemarahan yang mampu meluluh lantakkan keberanian siapa saja.

"Tapi Tuan?"

"Saya bilang keluar!" Bentak Allen menggelegar, membuat bibi Emma dan dua pelayan muda lainnya segera meninggalkan kamar Sofia.

Setelah pintu tertutup, Allen melangkah mendekat pada Sofia, menatap tajam wanita itu.

Sofia semakin menggigil ketakutan.

"Siapa yang kau maksud tua Bangka wanita sialan?" Desis Allen tajam.

"Jawab pertanyaan ku gadis bodoh!" Bentak Allen kehabisan kesabaran.

"Pri-- pria itu. Allen Anthonio. Se-- semua orang mengatakan itu." Jawab Sofia tergugu.

Allen memicingkan matanya menatap semakin tajam pada Sofia.

"Allen Anthonio tua Bangka? Hehhh apa kau buta? Apa menurutmu aku tua Bangka?"

"A-- apa maksudnya? Apa anda bilang kalau anda adalah Allen Anthonio?" Tanya Sofia bergetar.

"Yah, aku Allen Anthonio. Buka matamu lebar-lebar dan jaga ucapan mu, apalagi itu tentangku. Dasar wanita sialan." Hardik Allen kejam.

"Aku bukan wanita j*l*ng. Lagi pula aku tak tahu bagaimana wujudmu." Jawab Sofia menahan getir dan ketakutannya secara bersamaan.

"Ohhh benarkah? Lalu apa namanya kalau bukan wanita j*l*ng? Mana ada wanita baik-baik yang mengumpankan dirinya sampai ketempat ini?"

"Apa anda fikir aku berada disini dengan suka rela?" Tanya Sofia tak suka, kemarahan wanita itu mulai tersulut.

'rupanya dia tak semenyeramkan bayanganku. Ohhh tuhan apakah pria ini memiliki hati nurani?' Tanya Sofia dalam hati.

"Aku sudah begitu hafal tak-tik wanita seperti mu. Tak usah banyak alasan, kamu disini untuk apa lagi kalau bukan untuk uang?" Ejek Allen merendahkan Sofia.

"Jaga ucapan anda, bukankah aku disini karena manusia-manusia biadap seperti anda dan paman Darren?" Ujar Sofia menatap tajam pria dihadapannya.

Manik mata cokelat bening itu beradu pandang dengan manik mata biru gelap milik Allen.

Pria yang terkenal kejam itu memicingkan matanya, menatap tajam pada Sofia yang berani beradu pandang dengannya.

Allen kembali melangkah lebih dekat dengan Sofia, pria itu kemudian meraih dagu Sofia dan mencengkeramnya erat.

"Apa katamu? Aku b*ngs*t. Wanita j*l*ng seperti mu tidak pantas mengumpat ku. Kau tampaknya begitu berani menantang ku yah?" Desis Allen penuh emosi semakin mengeratkan cengkramannya pada dagu Sofia.

Wanita itu meringis kesakitan, rahangnya seolah ingin terlepas dari dagunya saking kuatnya Allen mencengkeram dagunya.

Matanya menatap Allen dengan berkaca-kaca. Namun bibirnya tetap terkatup seolah menantang Allen agar membunuhnya saat itu juga.

"Berlutut dikaki ku maka aku akan memaafkan mu!" Perintah Allen kemudian menghempaskan tubuh Sofia membuat wanita itu terjengkang ketempat tidur.

"Berlutut sekarang juga!" Bentak Allen menggelegar.

Namun Sofia bergeming, enggan menuruti perintah Allen, membuat emosi pria itu kembali tersulut.

Ellen kemudian melompat ke tempat tidur, menc*k*k leher Sofia.

Wanita itu meronta-ronta menahan kesakitan. Hingga wajah Sofia memerah pria itu baru melepaskannya.

"Uhhukk ... Uhhukk ... Uhhukk..."

Sofia memegang lehernya, meraup udara sebanyak-banyaknya.

"Hahhh, aku hampir saja membunuhmu sialan." Umpat Allen berusaha menenangkan emosinya.

Sofia mengangkat kepalanya, entah keberanian dari mana yang merasukinya, padahal selama ini gadis itu begitu takut dan hanya pasrah disiksa oleh keluarga pamannya, Sofia hanya mengalah, mengobati luka tubuh dan hatinya sendiri tanpa pernah terfikir olehnya akan melawan keluarga itu.

"Kenapa? Kenapa tuan tidak membunuhku saja. Jauh lebih baik kalau tuan membunuhku daripada menyentuhku dengan tubuh kotormu itu. Atau sebenarnya anda terkenal kejam hanya pada wanita saja?" Ujar Sofia menatap meremehkan pada Allen. Wanita itu sengaja memancing emosi Allen, menurutnya jauh lebih baik bila pria itu membunuhnya dari pada mel*c*hkannya.

Dia ingin menjaga harga dirinya, meski terdengar ketinggalan jaman, namun bagi Sofia satu-satunya yang dimilikinya saat ini hanyalah harga diri.

Dia tak lagi memiliki orang tua, tak memiliki saudara dan keluarga, tidak memiliki kekayaan dan juga tidak memiliki kecantikan dan kemodisan. Hanya harga diri yang dimilikinya untuk bermimpi mendapatkan Lucky. Pria teman kecilnya yang dia sukai sejak kecil.

Allen hanya menatap Sofia dengan senyum licik yang tersungging dibibirnya.

Kemudian meringsek mendekati wanita itu inci demi inci hingga wajah mereka hanya berjarak tiga Senti.

Allen, meraih dengan kasar kedua lengan Sofia kemudian menyatukannya ke atas kepala wanita itu.

Sekuat tenaga Sofia memberontak, melawan dari cengkraman Allen, berharap dapat melepaskan diri.

Namun sayangnya tenaganya benar-benar telah habis terkuras karena sejak kemarin mengerahkan tenaganya untuk melawan pria-pria kuat berbadan kekar.

"Ayo, teruslah melawan agar lebih mudah untukku menikmati tubuhmu setelah kau lemah. Tidak kusangka aku begitu menyukai cara bercinta dengan perdebatan seperti ini." Bisik Allen persis ditelinga Sofia.

Pria itu meniup daun telinga Sofia, membuat wanita itu merinding.

Lalu Allen beralih menggigit kecil leher Sofia hingga meninggalkan bekas memerah.

"Tidak, lepaskan aku. Tuan, aku bukan putri Darren. Aku hanya keponakannya." Rintih Sofia pada akhirnya, wanita itu menyerah.

"Yah aku tahu, tapi aku tidak peduli. Selama kamu bisa menyenangkan ku, aku tak peduli siapapun dirimu."

Sofia tertegun, begitu terkejut mendengar ucapan pria itu.

"Jangan lakukan ini, ku mohon!" Rintih Sofia melemah. Rasanya dia tak lagi memiliki tenaga walau hanya sekedar memohon.

"Diam dan nikmati saja, aku akan melakukannya dengan lembut kalau kamu tidak terus-terusan menantangku. Namun sebaliknya, kalau kamu terus berontak aku akan melakukannya dengan kasar, bahkan bisa saja menyerahkan mu pada pada pengawal ku untuk dinikmati bergantian!" Bisik Allen mengancam.

Sofia tertegun, tubuh wanita itu bergetar ketakutan.

Dia tidak peduli pada apa saja yang telah dilakukan Allen pada tubuhnya karena fikirannya melayang membayangkan tubuhnya dnikmati bersama-sama oleh pria-pria berbadan kekar dibawah sana.

Sementara Allen kini telah sibuk menggerayangi tubuh wanita itu, Allen mengecup singkat bibir mungil Sofia, namun tak ada balasan ataupun penolakan dari wanita itu, matanya hanya terpejam pasrah, namun kedua tangannya menggenggam erat-erat sprei.

Allen memaksa menerobos memasukkan lidahnya dimulut Sofia.

Puas bermain dengan lidah gadis itu, Allen beralih pada leher jenjang bergaris milik Sofia, mendaratkan ciuman demi ciuman di leher putih dan mulus wanita itu, meninggalkan bekas kemerahan di berbagai tempat dileher Sofia.

Allen mulai mulai menyentuh bagian tubuh Sofia yang lain meninggalkan bekas kemerahan diberbagai tempat. Menikmati kemulusan kulit Sofia.

Saat pria itu ingin merasakan lebih jauh.

Namun sesaat pria itu tertegun, menatap Sofia menggigit bibir bawahnya, wajahnya memerah sementara air mata mengalir dikedua matanya.

Allen menghela nafas kasar, menggulingkan tubuhnya jatuh kesamping tubuh Sofia, pria itu meraup rambutnya dengan kedua tangan dengan wajah memerah menahan kesal.

Tak lama kemudian Allen bangkit dari ranjang dengan perasaan dongkol dan marah yang tak tertahankan.

Pria itu berjalan meninggalkan kamar Sofia. Memilih masuk ke kamarnya dan melepas semua pakaiannya dan masuk ke kamar mandi.

Allen berdiri dibawah shower, melayangkan tinjunya pada dinding. Membiarkan air dingin mengalir dari kepalanya membasahi seluruh tubuhnya untuk melemaskan otot-ototnya yang tadi sempat menegang, juga hasrat nya yang membakar membara namun urung dituntaskan.

Entah mengapa, Allen yang terkenal mata keranjang dan berdarah dingin tak sanggup melanjutkan keinginannya memuaskan hasratnya pada Sofia setelah melihat air mata gadis itu mengalir dengan deras di pipinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status