Share

bab 7

Setelah menghilangkan lelahnya, Allen terbangun, pria itu bangkit dari ranjang. Niatnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket dikamar mandi urung saat menatap Sofia yang tengah tertidur dengan kaki terkangkang tak berdaya.

Pria itu menatap Sofia.Disana mengalir cairan putih kental bercampur dengan darah.

"Darah? Darah apa ini, apa darah menstruasi, atau keguguran?" Tanya Allen bingung pada dirinya sendiri.

Pria itu meraih ponselnya, menyalakan blits dan menyorot bagian tubuh Sofia.

Allen menatap wanita itu dengan bimbang , disingkapnya selimut wanita itu, bekas darah mengering terlihat jelas.

"Pe--perawan?" Gumam Allen terkejut.

Pria itu segera menjauhkan tubuhnya dari Sofia, berdiri disamping ranjang menatap nanar pada Sofia.

"Dasar gadis bodoh. Kenapa tak bilang kalau dirinya masih perawan. Sial... sial.."

Allen menjambak rambutnya bingung, terus menatap tubuh polos tanpa sehelai benang yang sedang tertidur di ranjang.

"Dasar bodoh. Pasti tadi itu sakit sekali." Racau allen frustasi.

Allen berjalan mondar mandir, pria itu merasa bersalah telah memaksakan dirinya membelah inti tubuh Sofia, andai dia tahu Sofia masih perawan, Allen pasti akan melakukannya dengan lembut.

Allen kemudian masuk kekamar mandi, membersihkan tubuhnya. Setelah selesai Allen kemudian menutup tubuh Sofia dengan selimut dan menghubungi bibi Emma untuk membawakannya sebakom air hangat beserta handuk kecil bersih.

Allen mengenakan pakaiannya, duduk disofa tertegun.

'pantas aku tidak bisa bertahan lama, rasanya begitu sempit dan nikmat. Jadi seperti ini rasanya perempuan perawan yah. Benar-benar nikmat, ini pengalaman bercinta ternikmat yang pernah ku rasakan.' Gumam Allen dalam hati.

Suara ketukan dipintu menyadarkan Allen dari lamunannya, pria itu kemudian bangkit menuju pintu.

"Permisi Tuan, ini air hangatnya." Ujar Emma tertunduk.

"Yah, terimakasih bibi Emma. Kamu boleh kembali!"

"Tuan biar saya bantu!" Ujar Emma lembut.

"Tidak perlu, biar saya sendiri."

"Tapi tuan apa tidak apa-apa?" Tanya bibi Emma ragu.

"Yah tidak apa-apa. Silahkan istirahat!" Perintah Allen.

Bibi Emma mengerutkan keningnya bingung. Pasalnya ini benar-benar bukan Allen sekali, pria itu tidak pernah melakukan tugas seorang pelayan.

Bibi Emma masih sempat melirik kearah ranjang dimana Sofia berbaring bertutupkan selimut.

Wanita itu mengangguk paham, dan menutup pintu kamar Sofia kemudian berlalu dari depan kamar itu dengan perasaan bingung namun takjub.

Allen kemudian melangkah kembali mendekati Sofia sembari mengangkat baskom kecil berisi air hangat.

Allen meraih tissu, membersihkan bekas cairan putih kental bercampur darah dari sela paha Sofia, kemudian pria itu membersihkan dengan air hangat sembari mengompres bagian inti tubuh wanita kurus berkulit putih itu.

Nampaknya Sofia benar-benar kelelahan, buktinya wanita itu tidak sedikitpun terbangun meski Allan berkali-kali mengompres bagian inti tubuhnya dengan air hangat.

* *

Pagi harinya, Sofia terbangun agak siang. Wanita itu merasa seluruh tubuhnya benar-benar sakit, apalagi bagian inti tubuhnya.

Sofia dengan tertatih berusaha bangkit dari ranjang, nampaknya wanita itu masih belum mengenakan apapun ditubuhnya kecuali selimut yang menutupi tubuhnya.

Sofia bangkit, menahan perih namun berusaha agar bisa masuk kekamar mandi.

Tak lama kemudian gadis itu keluar dari kamar mandi dengan langkah pelan mengangkang, mencoba mencari baju dari lemari yang ada dikamarnya.

Semua aktifitas yang dilakukan oleh Sofia dipantau Allen melalui monitor CCTV, membuat pria itu kembali panas dingin menyaksikan Sofia menjatuhkan handuknya dan mengenakan pakaiannya satu persatu.

Namun pria itu berusaha menahan diri, sadar bahwa bagian inti tubuh Sofia tentu saja masih sakit.

Padahal bercinta dipagi hari adalah salah satu hobby gila Allen.

Allen akhirnya memerintahkan pelayan membawakan makanan untuk Sofia, wanita itu belum pernah keluar kamar sejak dirinya datang.

Sofia tampak menikmati sarapan sekaligus makan siangnya itu, setelahnya wanita itu kembali ke atas ranjang dan memilih untuk kembali tidur, tubuhnya yang sakit dan kelelahan serta inti tubuhnya yang nyeri membuat Sofia tak dapat bergerak banyak. Wanita itu memilih beristirahat dibanding memikirkan masa depannya yang semakin suram saja.

* *

"Kau akhirnya bangun juga. Kau sebenarnya tidur atau mati suri?"

Suara bariton pria itu menyambut Sofia yang baru saja bangun dari tidurnya.

Wanita itu menghela nafas pelan, dia cukup terkejut dan kesal dengan kehadiran Allen dikamarnya. Namun untuk menyuarakan keberatannya adalah hal mustahil.

"Tuan ada apa kesini?" Tanya Sofia ragu, melirik sekilas pada Allen yang tengah duduk dengan tangan bersilang disofa yang ada dikamar itu.

Pria itu menguarkan aura dingin yang mematikan, menatap tajam pada Sofia yang hanya bisa menunduk ketakutan.

"Memangnya kenapa kalau aku kesini?"

"Ti-- tidak apa, maaf Tuan."

"Hmmm"

"Tuan, jadi kapan anda akan melepaskan saya?" Tanya Sofia dengan berani, wanita itu mengumpulkan segala keberaniannya menanyakan pertanyaan itu.

"Setelah aku puas dan bosan."

"Bukankah semalam anda telah puas."

"Puas? Aku bahkan belum setengahnya dari puas. Aku tidak suka gaya bercintamu yang kaku."

"Ta-- tapi Tuan."

"Apa kamu sudah siap kembali?"

"Tidak! Aku masih kesakitan Tuan." Jawab Sofia mulai ketakutan.

"Kamu masih perawan? Kenapa tidak mengatakannya sebelum kita bercinta?"

"Untuk apa? Bukankah itu yang anda inginkan. Aku telah menyerahkan sesuatu yang paling berharga dihidupku. Aku rasa itu setimpal dengan hutang-hutang pamanku. Aku mohon tuan tolong lepaskan aku." Pinta Sofia memelas.

"Kamu fikir itu cukup? Aku akan melepaskan mu setelah aku bosan. Jangan mendebat ku." Bentak Allen kasar.

Sofia terkejut ketakutan, tak lagi mampu mengeluarkan sepatah katapun.

Allen bangkit, melangkah keluar dari kamar Sofia. Pria itu berjalan kembali menuju ruang kerjanya.

* * * *

"Mommy, lagi apa?" Tanya Alea menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga rumah peninggalan tuan Gussel.

"Menurut mu mommy lagi apa?" Jawab nyonya Rara acuh.

"Huahhh rasanya aku bisa bernafas lebih lega setelah Sofia tidak tinggal disini lagi." Ujar Alea sumringah.

"Yah, kamu benar. Hanya saja sepertinya kita harus mencari pelayan untuk tinggal dirumah. Tak ada yang mengurus makanan dan pakaian kita."

"Hemm-- benar mom. Sebaiknya mommy mencari pelayan. Aku tidak bisa mencuci dan menyetrika baju sendiri." Ujar Alea mendukung sang ibu.

"Mommy, bagaimana keadaan Sofia sekarang yah? Apa dia diperlakukan baik atau justru buruk berada dirumah monster mafia Allen Anthonio?" Ujar Alea penasaran.

"Dasar bodoh. Untuk apa kamu memikirkan perempuan itu?" Bentak nyonya Rara marah.

"Sebaiknya kamu memikirkan bagaimana cara menemukan pria kaya raya dari kelas atas agar hidup kita tidak jatuh. Akhir-akhir ini pemasukan toko anggur menurun drastis, entah apa saja yang dilakukan Daddy mu hingga tidak bisa memulihkan pemasukan toko seperti dulu." Omel nyonya Rara kesal.

Wanita itu tak tahu bahwa suaminya selama ini tidak begitu peduli pada toko minuman anggur fermentasi yang menjadi tumpuan keluarga mereka selama beberapa tahun belakangan.

Tuan Darren hanya sibuk bermain judi di pub malam dan bermain api bersama gadis-gadis muda penjaja cinta.

"Mommy tenang saja, aku sedang berusaha memikat tuan Lucky Roland."

"Lucky Roland? Siapa dia?"

"Mommy tidak tahu? Dia adalah anak pertama pengusaha Gimbert Roland. Orang yang bekerja sama dengan paman Gussel untuk membesarkan toko minuman anggur itu, dia adalah teman kecil Sofia mom. Ku dengar Sofia menyukai pria itu dari kecil." Ujar Alea serius.

Nyonya Rara menatap putrinya dengan alis bertaut.

"Tidak bisa dibiarkan. Jangan sampai Sofia memiliki pendukung dari keluarga kaya dibelakangnya. Dia bisa menjatuhkan kita dan merebut semua ini kembali."

"Yah, mommy benar, itulah mengapa aku menggodanya. Aku yang harus mendapatkan pria itu." Ujar Alea licik.

"Bagus, kerja bagus Alea. Mommy tidak sia-sia menyekolahkan mu di tempat mahal kalau otakmu bekerja seperti itu." Puji nyonya Rara pada putrinya.

Wanita manja itu sudah membayangkan kehidupan bahagianya bersama pria yang dicintai oleh sepupunya itu.

Lucky Roland, anak dari sahabat ayah sofia, pemilik perusahaan Roland grup yang bergerak dibidang kontraktor.

Sedari kecil Lucky dan Sofia sudah berteman dikarenakan kedua orang tua mereka sangat dekat.

"Semoga paman Gussel dan bibi Anna tidak mengutuk kita dari atas." Ujar Alea tertawa jahat.

"Anak bodoh ini. Berhenti membahas mereka, kau membuat mommy muak dan takut sekaligus." Delik nyonya Rara tak habis fikir pada sang putri.

Alea kembali tertawa kencang, menertawakan sang mommy yang masih saja takut pada kedua orang tua Sofia padahal mereka sudah wafat hampir sepuluh tahun yang lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status