Share

bab 6

"Nona, izinkan saya mendandani anda sekarang. Kami tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada tuan Allen kalau anda menolak lagi sekarang." Cicit Lucy dihadapan Sofia.

Allen sekali lagi memerintahkannya mengurus wanita itu.

Sofia menghela nafas gusar, menatap pelayan wanita itu iba.

"Apa dia sekejam itu? Apa dia sudah pernah membunuh seseorang disini?" Tanya Sofia berbisik.

Lucy sang pelayan tertegun, pertanyaan sederhana ini baginya bisa saja menjadi alasan nyawanya terancam.

"Tidak nona, kalau nona menurut tuan akan sangat baik. Percaya pada saya." Rayu Lucy, berharap Sofia akan luluh untuk mereka urus.

"Ya sudah ayo! Kita mulai dari mana?" Tanya Sofia seraya bangkit berjalan kearah meja rias disamping lemari.

"Hmmm-- kita mulai dari membersihkan tubuh nona, mandi." Jawab Lucy sungkan.

Sofia tampak berfikir, kemudian wanita muda itu menghela nafasnya kasar.

"Ya sudah, ayo!" Jawab Sofia pasrah berjalan sendiri menuju kamar mandi.

Lucy menganggukkan kepalanya semangat, dia tak menyangka akan semudah ini dia meluluhkan Sofia.

Lucy membantu Sofia menggosok punggungnya, wanita itu sesekali bertanya dan Lucy dengan sabar menjawab pertanyaan Sofia.

Setelahnya kedua wanita itu melangkah keluar dari kamar mandi, Lucy membantu Sofia mengeringkan rambutnya.

"Nona pakai gaun ini!" Ujar Lucy sembari menyodorkan sebuah gaun mewah berwarna merah menyala.

Gaun itu tampak lembut dan indah, Sofia yakin harga gaun itu tidak murah, terlihat dari cara wanita itu menyentuh gaun indah itu.

Kemudian memakaikannya dengan sangat hati-hati, lalu Sofia membiarkan Lucy memoles wajahnya dengan riasan tipis menambah kecantikannya yang alami.

Sofia berdiri didepan cermin, memutar tubuhnya perlahan.

Baik Lucy maupun Sofia sendiri menatap takjub pada pantulan dirinya dicermin.

"Nona, anda sangat cantik, saya rasa dari seluruh wanita yang pernah dibawa tuan, anda yang paling cantik." Ujar Lucy takjub.

"Seluruh? Maksudmu ada banyak?" Tanya Sofia penasaran.

"Ehh-- emmh tidak nona. Maksud saya beberapa mantan. Iya hanya beberapa." Ralat pelayan wanita itu salah tingkah.

Sofia tersenyum, "sudah tidak usah gugup. Aku tahu kok bahwa tuan Allen itu memang mata keranjang dan penggila wanita. Itulah mengapa aku juga ada disini?" Ujar Sofia sendu.

Lucy jadi merasa tak enak sendiri.

"Nona, jangan sedih! Nona bisa berdoa agar takdir baik segera menghampiri nona!" Ujar Lucy menyemangati Sofia.

Sofia menganggukkan kepalanya, menatap punggung Lucy yang telah pamit meninggalkannya di kamar seorang diri.

* *

Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, Sofia telah duduk di kursi meja rias selama dua jam.

Lucy membawakannya makan malam ringan yang disantap Sofia dengan lahap.

Wanita itu menatap kembali pantulannya dicermin.

"Apa yang aku lakukan? Apa keputusan ku ini sudah benar?" Tanya Sofia pada dirinya sendiri.

Wanita itu kembali merasa ketakutan, perasaan tak siap menelusup kedalam hatinya.

Besar harapan Sofia, setelah Allen Anthonio bosan padanya maka pria itu akan membebaskannya dengan sedikit uang yang dapat dia gunakan membuka usaha kue sendiri suatu hari nanti.

"Biarlah aku pada akhirnya benar-benar menjadi wanita jalang. Dari pada hidup tak berguna lalu mati secara percuma." Gumam Sofia menguatkan hatinya.

Suara derit pintu dibuka menarik kesadaran Sofia kembali dari lamunannya.

Wanita itu menoleh mendapati Allen telah berdiri diambang pintu sana dengan jas berwarna biru navy yang membungkus tubuh tinggi berotot nan seksi milik pria itu, senada dengan celana bahan yang dikenakannya. Rambut coklat tuanya disisir rapi, menambah ketampanan sang mafia berdarah dingin dan mata keranjang.

Pria itu menatap Sofia dalam, tertegun dan takjub.

Manik mata birunya berkilat tajam, Allen kehilangan kata-katanya sesaat.

Namun sedetik berikutnya pria itu mampu menguasai kesadarannya.

Allen melangkah dengan angkuh memasuki kamar yang dihuni Sofia. Berdiri persis dihadapan wanita itu.

Sedangkan Sofia kini telah menunduk dengan ketakutan, kedua tangannya bertautan saling meremas.

"Hmm, kamu tampak gugup." Ujar Allen membuka obrolan diantara mereka.

"Angkat kepalamu!" Perintah Allen dingin.

Sofia mengangkat kepalanya, menatap mata sang mafia dengan tubuh bergetar.

"Kamu ternyata cukup cantik, apa kamu sudah siap?" Tanya Allen tersenyum puas menatap wanita yang ada dihadapannya.

Sofia menggelengkan kepalanya lemah.

"Ti-- tidak. Sa-- saya tidak pernah siap untuk ini." Jawabnya bergetar.

"Tidak masalah, aku tidak peduli kamu siap atau tidak. Kamu cukup tidak menghalangiku. Pun, aku belum tentu akan menggunakan mu lama. Setelah aku puas kamu boleh pergi." Ujar Allen kemudian mulai menyentuh rambut Sofia.

Pria itu menarik helaian rambut Sofia dan menghidu aroma bunga yang menguar dari rambut wanita itu.

Allen melangkah mengelilingi Sofia. Menatap penuh hasrat pada tubuh wanita muda yang berdiri ketakutan dihadapannya.

"Cantik." Gumam Allen.

Pria itu kemudian melangkah kesofa, duduk disana dengan mata yang tak pernah lepas dari tubuh Sofia.

"Kemarilah!" Perintah pria itu.

Sofia menguatkan hati, melangkah mendekat kearah Allen.

"Duduk dipangkuan ku!"

Sofia tertegun, menatap Allen lekat.

"Apa tidak apa-apa?" Tanya Sofia takut.

Namun hanya tatapan tajam yang diterimanya sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan wanita itu.

Sofia kemudian duduk menyamping dipangkuan Allen, namun karena takut terjatuh wanita itu terpaksa menyilangkan kedua tangannya di leher Allen.

"Ayo bangkitkan hasratku! Aku ingin melihat sehebat apa pelayanan mu!" Ujar pria itu angkuh.

"Pe-- pelayanan seperti apa yang anda maksud tuan?"

"Pelayanan yang memuaskan tentu saja. Jangan membuatku kehabisan kesabaran, aku tidak suka gaya bercinta yang romantis."

"Ta-- tapi aku tidak berpengalaman." Ringis Sofia ketakutan.

"Ckk, tidak perlu berpura-pura dihadapan ku. Aku sungguh muak mendengarnya."

Allen mendorong tubuh Sofia hingga wanita itu terjungkal kelantai, pekikan wanita itu tak dihiraukan oleh Allen.

"Akkhhh," pekik Sofia terkejut.

Pria itu kemudian menarik lengan Sofia bangkit dan menghempaskan tubuh kurus wanita itu kekasur.

Sofia terpental, kembali meringis kesakitan namun Allen hanya semakin mendekatinya dengan tatapan tajam seolah dia adalah singa kelaparan dan Sofia adalah daging segar yang siap disantapnya.

Allen manarik kaki Sofia hingga wanita itu jatuh terlentang.

Allen menatap lapar pada Sofia, mulai mengelus betis wanita itu.

Tubuh Sofia bergetar hebat, antara geli dan ketakutan.

Allen kemudian menarik sebelah kaki jenjang milik Sofia, menciuminya dengan lembut dari betis hingga pangkal paha mulus tanpa noda, milik Sofia.

Lalu tangan pria itu menarik kain merah yang masih menutupi asetnya.Sofia yang kini hanya bisa terbaring pasrah dengan mata terpejam menahan geli, malu dan takut yang menjadi satu.

Wanita itu terjengkit kaget.

Allen menatap bingung pada Sofia, menurutnya wanita itu tampak sangat polos dengan sentuhan.

Allen yang berharap digoda dan dilayani oleh Sofia nampaknya harus mengubur dalam-dalam impiannya. Pasalnya Sofia berbaring telentang tak bergeming.

Pria itu kemudian membuka seluruh pakaiannya.

"Bangun, dan berlutut dihadapan ku!" Perintah Allen kasar.

Sofia membuka kelopak matanya, wanita itu begitu tertegun menyaksikan Allen berdiri dengan gagahnya tanpa sehelai benangpun.

Perutnya yang berkotak-kotak tampak berkilat kokoh dan keras begitu pula dengan lengan dan bagian bawahnya.

Sofia meneguk ludahnya kasar menyaksikan ukuran benda itu, begitu panjang dan besar, dengan urat-urat yang menonjol dibeberapa bagiannya.

"Kenapa hmm? Apa kamu belum pernah melihat yang sebesar ini? Ayo sekarang berlutut dihadapan ku."

Sofia bangkit dengan enggan, mengambil posisi berlutut dihadapan Allen, persis dihadapan benda keras bagian inti tubuh pria itu.

"Buka mulutmu!"

"Ta-- tapi tuan."

"Buka cepat!" Bentak Allen keras seraya menjambak rambut Sofia,

"Akhhh sialan. Ini mengenai gigimu. Dasar bodoh. Apa hal seperti ini saja kau bahkan tidak bisa. Dasar payah." Bentak Allen seraya semakin keras menjambak rambut Sofia membuat wanita itu semakin meringis kesakitan.

"Tu-- tuan ampun. Saya benar-benar tidak tahu. Ampuni saya tuan." Rintih Sofia dengan air mata yang sudah menetes dipipinya

"Berhenti menangis jalang bodoh. Atau aku akan memberikan mu pada para pengawal ku untuk mereka nikmati bersama-sama?"

"Maaf tuan, jangan tolong jangan." Iba sofia.

Allen mendesah kasar, mencoba mengatur nafasnya. Namun hasratnya sudah tak dapat dikendalikan

'kenapa ini, kenapa tidak mau masuk. Wanita ini sempit sekali.' Racau Allen dalam hati.

Allen tak lagi menyia-nyiakan waktu, pria itu dengan mantap mendorong senjatanya setelah dirasa pas.

Namun lagi-lagi melesat, membuat pria itu menggeram dan kebingungan. Pasalnya pria itu merasa ada yang robek dibawah sana.

Hingga rasa hangat terasa mengalir keluar dari inti tubuh Sofia.

Allen mematung sejenak, memberi jeda pada Sofia untuk mengatur perasaannya.

Setelah melihat Sofia agak tenang, Allen mulai menggoyangkan tubuhnya. Memompa tubuhnya dengan lembut lalu perlahan lebih cepat.

Pria yang biasanya perkasa itu saat bercinta dengan perempuan bayarannya, atau kekasih sementaranya merasa bingung. Pasalnya baru setengah jam menikmati sensasi remasan tubuh Sofia namun rasanya ada yang mulai melesak ingin meledak.

Allen tak tahan lagi, memompa lebih cepat, tak peduli Sofia kesakitan atau tidak, Allen berkejaran dengan klimaksnya, hingga akhirnya Allen menumpahkan semuanya.

Pria itu tegang, hingga akhirnya ambruk disamping Sofia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status