Mobil yang dikendarai oleh para bawahan Mafia Allen Anthonio melaju kencang meninggalkan pusat kota Verona, meninggalkan rumah mewah yang dibangun sang ayah ketika ibunya mengandung Sofia dari hasil toko anggur terkenal yang didirikan Tuan Gussel saat itu. Salah satu toko anggur fermentasi dengan kualitas terbaik di sudut kota Verona, selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan maupun warga lokal apalagi saat musim dingin tiba.
Untung saja, resep racikan anggur milik tuan Gussel secara langsung diturunkan pada Sofia kala itu, gadis belia itu diminta sang ayah untuk terus terlibat dalam proses pembuatan minuman anggur dan cara pengolahannya membuat Sofia hapal diluar kepala resep rahasia enaknya anggur fermentasi sang Padre Namun dari tahun ke tahun, kualitas anggur racikan milik keluarga mereka mengalami kemunduran ditangan sang paman Darren. Pasalnya pria paruh baya itu lebih banyak menghabiskan waktunya di pub malam bermain judi dan mencicipi gadis-gadis muda yang menjajakan tubuhnya dibanding memperbaiki kualitas anggur yang menjadi ladang uang dan pemasukan utama milik keluarga mereka kini. Mobil melaju begitu kencang, seolah membelah jalanan mulus yang dilaluinya. Sofia menatap keluar jendela, menghitung menit demi menit waktu yang dilalui hingga mobil yang mereka kendarai memasuki kawasan perkebunan anggur. Tampak lampu-lampu terang dibanyak bagian menerangi pohon anggur yang siap panen. Memamerkan warna ungu segarnya yang menggiurkan. Sofia menatap takjub luasnya perkebunan anggur disana. Yang menjadi ikon nomor satu di kota Verona itu. Melewati perkebunan anggur yang luas, tampak didepannya sebuah bangunan besar dengan desain klasik didominasi berwarna hitam dan putih. Seolah tak ada warna lain didunia ini selain hitam dan putih. "Ayo turun!" Perintah James tegas. "Turun? Disini?" Tanya Sofia linglung. Gadis itu merasa seolah dihadapannya gerbang neraka telah terpampang luas. "yah, segera turun, ingat jangan banyak membantah dan bertanya. Jangan membuat tuan kami kehabisan kesabaran!" Ujar pria dewasa itu menarik tangan Sofia karena gadis itu tak kunjung beranjak dari duduknya. "Ta-- tapi tuan. Sa-- saya tidak bersalah. Anda salah bawa orang!" Rengek Sofia ketakutan. "Jelaskan itu pada tuan kami. Aku tidak punya wewenang melepaskan kamu!" Jawab pria itu dingin seraya terus menyeret Sofia memasuki mansion mewah yang begitu luas itu. Sofia yang mengenakan sepatu hak tinggi melangkah terseok-seok diseret oleh James. Berulang kali wanita itu meringis karena kakinya terkilir namun pria itu seolah tidak memberi jeda untuknya berhenti. "Bawa dia kedalam kamar yang sudah disiapkan untuknya, kunci wanita itu didalam!" Perintah James pada dua pria kekar yang tadi menyeret wanita itu. "Tidak, Tuan. Tolong, ku mohon jangan memperlakukan ku seperti ini!" Teriak Sofia berusaha melepaskan cengkraman dua pria kekar itu dari lengannya. "Tuan, saya tidak bersalah. Saya hanya keponakan Darren. Dia memiliki putri kandung bernama Alea. Tuan tolong saya mohon." Teriak wanita itu terus berontak, namun kekuatannya lagi-lagi kalah dari dua pria kekar yang terus saja menyeretnya. Sofia didorong memasuki kamar oleh dua pria kekar yang tadi menyeretnya, tubuhnya terhempas menabrak lantai dingin rumah bernuansa suram itu. Terdengar suara pintu dikunci dari luar. Sofia menatap sekeliling ruangan, kamar yang rapi dan luas, masih bisa dikatakan indah dibanding kamar yang harus ditempatinya selama ini, didalamnya masih ada ranjang ukuran queen size. Pinggul, lengan dan bokongnya terasa sakit, namun jauh lebih sakit hatinya. "Bajingannn--- kalian semua bajingan. Darren kau pria bajingan. Nyonya Rara kau jalang yang tak tahu diri. Aku benci kalian. Aku tidak akan mati sebelum membalas perbuatan keji kalian kepadaku." Teriak Sofia penuh kemarahan. Gadis itu menjambak rambutnya frustasi. Bedak yang tadi dipoleskan oleh Alea kini sepenuhnya telah luntur, begitu juga maskara yang sudah berbentuk selaput menempel diwajahnya. Rambut cokelat panjang dan bergelombang wanita itu acak-acakan. Penampilannya sungguh berantakan. * * * Sementara itu, seorang pria berbadan tinggi tegap dengan otot yang menonjol hingga punggung tangannya itu, terus menatap layar komputer diruang kerjanya. Dahinya terlipat dalam menyaksikan layar monitor yang menampilkan adegan demi adegan seorang wanita muda yang terus saja berontak, hingga terpaksa diseret paksa dan dihempaskan kekamar yang telah disiapkan untuknya. Pria yang tak lain adalah Allen Anthonio itu memandang bingung. Pasalnya wanita itu adalah wanita pertama yang harus diseret paksa hanya untuk masuk kedalam mansionnya yang mewah. Dimana wanita lain bahkan dengan sengaja melemparkan dirinya pada Allen Anthonio. Jelas saja banyak wanita kelas atas yang tahu, bahwa menjadi gandengan mafia hebat itu otomatis akan mengangkat gaya hidupnya. Allen tidak segan-segan menggelontorkan uang untuk wanita simpanannya. Namun selama ini belum ada yang pernah meliput wajah pria itu, hingga timbul sebuah spekulasi bahwa Allen Anthonio adalah pria paruh baya yang gemar berganti-ganti wanita, baik secara sukarela maupun terpaksa seperti Sofia. Terdengar suara ketukan dipintu ruang kerja pria itu. "Masuk!" Perintah tuan Allen dingin. James masuk kedalam, kemudian membungkukkan sedikit kepalanya dihadapan sang bos. "Saya sudah membawa putri dari Darren tuan." Ujar pria itu taksim terus menundukkan kepalanya. Walau dirinya adalah orang kepercayaan dari Allen Anthonio, namun pria itu tidak pernah berani walau sekedar menantang tatapan pria bermata biru gelap itu. Entah dari Gen mana Allen mewarisi mata birunya itu, namun yang pasti manik biru itu mampu menambah ketampanan pria bersurai cokelat gelap dengan tubuh kekar itu. Posturnya yang tinggi dengan perut kekar dan urat-urat yang menonjol sepanjang lengannya. Bukan hanya karena dia tampan dan kaya raya hingga terkenal sebagai mafia berdarah dingin. Namun karena kepiawaiannya dalam menggunakan berbagai macam senjata. Juga keahlian beladirinya yang terkenal seantero dunia bisnis, baik bisnis gelap maupun bisnis legal. Bisa dibilang Allen adalah mafia dengan banyak nyawa. Gelar mafia berdarah dingin tentu tidak disematkan dengan begitu saja tanpa melalui sebuah proses mematikan. "Yah, kerja bagus James. Apakah wanita itu memiliki permintaan khusus?" Tanya Allen dengan suara baritonnya, terdengar berat dan tegas. "Tidak Tuan." "Hemmp-- yah, terima kasih. Kamu boleh pergi dan menyelesaikan tugas yang lain!" Ujar Allen menggoyangkan kursi kebesarannya. "Baik Tuan." James melangkah meninggalkan tuan Allen kembali seorang diri diruang kerjanya. Kembali pria itu menatap monitor dimana menayangkan apa saja yang dilakukan oleh Sofia didalam. Tampak wanita itu sedang meringkuk memeluk lututnya. Namun tampaknya Allen masih enggan menemui Sofia malam ini. Dia ingin membiarkan gadis itu untuk beristirahat. Entah mengapa Allen bermurah hati pada Sofia. * * Sofia duduk meringkuk bersandar pada dinding dibawah jendela besar. Tadinya, wanita itu berharap bahwa jendela itu bisa menjadi jalannya untuk melarikan diri, namun sayang, jendela dengan kaca bening besar itu rupanya memiliki teralis pengaman dan juga sangat tinggi. Kamar yang ditempatinya berada dilantai dua. pun sejauh mata memandang, dibawah sana berseliweran para pengawal dengan pakaian hitam berbadan kekar persis dengan yang tadi menjemputnya dari rumah yang membesarkannya dengan penuh lika-liku dan kesakitan. Tubuhnya bergetar, menahan segala perasaan yang bercampur aduk didadanya. Perasaan marah, benci, dendam, penasaran dan ketakutan bercampur menjadi satu, membuat dadanya sesak hingga rasanya ingin meledak. Air matanya telah mengering, membuat kepalanya terasa pening. Sofia jatuh tertidur dalam posisi meringkuk memeluk tubuh dan luka hatinya sendiri diatas lantai dingin rumah mewah yang akan menjelma menjadi neraka untuknya. Allen yang melihat pemandangan itu menjadi terusik, pria itu mengepalkan tangannya, menatap jengah pada layar monitor itu. Dia muak melihat perempuan yang berpura-pura teraniaya seperti itu. Baginya semua wanita sama saja, munafik dan selalu merasa teraniaya. Padahal baginya, dia menikmati tubuh wanita itu bukan dengan cuma-cuma. Allen beranjak dari duduknya, membawa langkahnya keluar dari ruang kerjanya yang berada dilantai yang sama dimana kamar untuk Sofia berada. Pria itu melangkah menuju kamar yang ditempati Sofia, meraih kunci yang diletakkan di bufet samping pintu kamar itu. Klekkk Pelan sekali Allen membuka pintu dan mendorongnya, kemudian pria itu melangkah perlahan memasuki kamar, dan berdiri dihadapan gadis malang yang tertidur dilantai sudut dinding dibawah jendela besar. Allen menatap jengah wanita itu, pria itu ingin sekali marah. Sebelum memerintahkan sang bawahan menjemput paksa putri Darren, jelas bahwa dia sudah menyelidiki bagaimana wajah wanita yang akan dibawahnya. Namun kenyataan dihadapannya berbanding terbalik dari foto yang dilihatnya. "Dia siapa? Dia bukan gadis yang ku inginkan. Cihhh, dasar wanita murahan. Mau-maunya menukarkan dirinya dengan putri Darren agar bisa berada disini." Desis Allen penuh kemarahan. Pria itu melangkah mendekati Sofia, berjongkok dihadapan wanita itu kemudian menyingkap rambut yang menutupi wajah Sofia. Kemarahan Allen semakin tersulut menatap wajah acak-acakan dihadapannya. Padahal di harapannya gadis itu adalah Alea yang selalu tampil seksi dengan bagian d*d* besar menggoda yang telah diisi implant dan b*k*ng semoknya yang seksi. Allen menatap Sofia memicing, matanya singgah pada bibir mungil merah milik Sofia, Allen memandang Sofia seolah menguliti gadis itu. Allen mengangkat tangannya membawa telunjuknya menyusuri permukaan tubuh Sofia, mulai dari hidungnya yang mancung, turun kebibirnya yang mungil merekah indah bak mawar yang masih kuncup. Lalu menyusuri lehernya yang mulus dan lembut, hingga pada bagian d*d* Sofia yang tampak sekal dan menantang. Alami namun masih mampu membuat Allen tergiur. Pria itu kemudian menarik telunjuknya dan menatap paha hingga kaki gadis itu. Tampak mulus dan putih. "Hemm--, yah tidak buruk. Ku rasa ini jauh lebih bagus dari yang aslinya." Ujar Allen menyunggingkan senyum kemenangannya. Allen kemudian menelusupkan tangannya pada leher dan betis Sofia, mengangkat wanita itu naik ketempat tidur. "Tidurlah yang nyenyak dan pulihkan tenagamu. Aku tidak akan memberimu ampun besok malam." Bisik Allen ditelinga Sofia sebelum pria itu melangkah kembali meninggalkan kamar yang ditempati Sofia."Minta pelayan melayani gadis didalam kamar itu, suruh dia memandikannya dan mendandani, aku akan mengajaknya ke Milan hari ini!" Perintah Allen pada kepala pelayan dimansionnya pagi itu. "Baik Tuan." Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya hormat, kemudian berjalan mundur lalu membalikkan badannya menjauh dari tempat tuan besarnya duduk. Kepala pelayan dimansion itu bernama bibi Emma. Usianya sekitar 58 tahun, sudah begitu lama bekerja pada keluarga Allen.Bibi Emma sudah bekerja sejak usianya dua puluh satu tahun.Bibi Emma adalah pelayan pribadi ibu Allen saat masih hidup. Kini wanita itu telah bekerja selama lebih tiga puluh tahun. Namun demikian kini tugasnya tidak begitu berat, pasalnya wanita paruh baya itu hanya Allen tugaskan untuk mengawasi seluruh pekerja dirumah itu, begitu pula suaminya yang menjadi pengawas untuk perkebunan anggur milik Allen yang membentang luas sejak memasuki kawasan perkebunan. Alle
Sofia membuka kedua kelopak matanya, sesaat setelah mendengar dentuman keras dipintu kamar saat Allen meninggalkan kamar yang dihuni Sofia.Wanita itu menolehkan kepalanya, memastikan bahwa pria itu benar-benar telah pergi.Sofia dengan cepat membenarkan kembali pakaiannya yang telah meninggalkan tempatnya akibat perbuatan Allen.Wanita itu meraih selimut, menyembunyikan tubuhnya.Sofia meringkuk dibawah selimut, jantungnya masih berdetak kencang, wanita itu masih shock setelah Allen menyentuhnya dengan brutal.Air mata Sofia terus saja mengalir, seolah bendungan jebol. Sakit hatinya bertambah berkali-kali lipat.Suara ketukan dipintu membuat Sofia semakin mengeratkan pelukan pada lututnya yang tengah meringkuk ketakutan.Wanita itu bahkan sampai bergetar dengan keringat dingin mengucur dari tubuhnya.Suara langkah terdengar mendekat, namun terdengar seperti langkah kaki seorang wanita dengan sepatu ber hak ting
"Nona, izinkan saya mendandani anda sekarang. Kami tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada tuan Allen kalau anda menolak lagi sekarang." Cicit Lucy dihadapan Sofia. Allen sekali lagi memerintahkannya mengurus wanita itu. Sofia menghela nafas gusar, menatap pelayan wanita itu iba. "Apa dia sekejam itu? Apa dia sudah pernah membunuh seseorang disini?" Tanya Sofia berbisik. Lucy sang pelayan tertegun, pertanyaan sederhana ini baginya bisa saja menjadi alasan nyawanya terancam. "Tidak nona, kalau nona menurut tuan akan sangat baik. Percaya pada saya." Rayu Lucy, berharap Sofia akan luluh untuk mereka urus. "Ya sudah ayo! Kita mulai dari mana?" Tanya Sofia seraya bangkit berjalan kearah meja rias disamping lemari. "Hmmm-- kita mulai dari membersihkan tubuh nona, mandi." Jawab Lucy sungkan. Sofia tampak berfikir, kemudian wanita muda itu menghela nafasnya kasar. "Ya sudah, ayo!" Jawab Sofia pasrah berjalan sendiri menuju kamar mandi. Lucy menganggukkan kepalanya semang
Setelah menghilangkan lelahnya, Allen terbangun, pria itu bangkit dari ranjang. Niatnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket dikamar mandi urung saat menatap Sofia yang tengah tertidur dengan kaki terkangkang tak berdaya. Pria itu menatap Sofia.Disana mengalir cairan putih kental bercampur dengan darah. "Darah? Darah apa ini, apa darah menstruasi, atau keguguran?" Tanya Allen bingung pada dirinya sendiri. Pria itu meraih ponselnya, menyalakan blits dan menyorot bagian tubuh Sofia. Allen menatap wanita itu dengan bimbang , disingkapnya selimut wanita itu, bekas darah mengering terlihat jelas. "Pe--perawan?" Gumam Allen terkejut. Pria itu segera menjauhkan tubuhnya dari Sofia, berdiri disamping ranjang menatap nanar pada Sofia. "Dasar gadis bodoh. Kenapa tak bilang kalau dirinya masih perawan. Sial... sial.." Allen menjambak rambutnya bingung, terus menatap tubuh polos tanpa sehelai benang yang sedang tertidur di ranjang. "Dasar bodoh. Pasti tadi itu sakit sekali."
"Tuan... Tuan besar Alfonso berada di kota Milan. Tadi pagi beliau mengirimkan email agar anda menghadiri pertemuan keluarga." Ujar James serius."Pertemuan keluarga?""Yah, benar tuan, ini untuk membahas siapa yang paling berhak memegang kendali atas perusahaan Royal Europa Company."Allen mendengus kesal, pria itu paling malas bila harus menghadiri pertemuan keluarga dari ayahnya.Pasalnya pria itu tidak begitu dekat dengan sang ayah dimasa lalu saat ayahnya masih hidup.Sang ayah, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Sayangnya saat sang ayah meninggal dunia, Allen enggan mengurus perusahaan sang ayah. Jadilah perusahaan itu diurus oleh sang kakek kembali, Alfonso."Aku tidak tertarik mengurus dan memiliki perusahaan itu. Apa kau fikir usahaku tidak cukup membuatku kaya, James?""Yah, itu tidak diragukan lagi tuan. Namun ada yang harus anda ketahui, bahwa Royal Europa Company bukan semata-mata perusahaan milik
"aku ingin gadis terbaik, tercantik dan terseksi dalam sepuluh menit ditempat biasa!" Ujar James pada seorang mucikari kelas atas."Baik tuan, saya pastikan tiba sebelum sepuluh menit." Jawab wanita diseberang."Oke."KlikSambungan telepon diputus oleh James, pria itu menyandarkan punggungnya dikursi.Meski percaya bahwa sang mucikari akan mengirimkan gadis terbaik, namun James juga mesti memeriksanya sendiri.Apalagi tuannya meminta hal tak masuk akal, harus yang cantiknya mirip Sofia.Yah, James akui Sofia memang sangat cantik. Apalagi malam itu saat James membawanya.Pria itu menggelengkan kepalanya tak habis fikir, bisa-bisanya otaknya malah terkontaminasi oleh tuan Allen.James bangkit, meninggalkan kamarnya dan berjalan memasuki lift. Pria itu akan turun menanti wanita yang akan menemani malam tuannya.* *"Anda tuan James?" Sapa seorang wanita pada James.Wanita itu ca
Allen bangun lebih awal, mendapati tubuhnya tertidur disofa dengan layar laptop masih memutar tayangan aktifitas Sofia.Allen melirik laptopnya. Namun Allen tidak punya banyak waktu hari ini. Pria itu harus bertemu dengan pengacara ibunya untuk membicarakan perihal saham atas nama sang ibu diperusahaan ayahnya.Selama ini pria itu bahkan tidak pernah mendapatkan kabar dan bagi hasil saham dari perusahaan itu, membuat Allen marah.Bukan tentang nominalnya, Allen sudah kaya raya meski tanpa uang dari perusahaan itu.Namun selama ini Allen masih terus mengirimkan sumbangan kesebuah panti sosial dimana ibunya menjadi donatur selama ini.Ternyata dibalik kekejaman sang mafia mesum masih tersimpan kebaikan yang tak seorang pun mengetahuinya.Allen fikir, andai dia tahu bahwa saham disana masih nama ibunya yang terbanyak, hasilnya bisa dia gunakan untuk terus berdonasi atas nama sang ibu.* * * *Malam harinya Allen be
"eunghhh," lenguh Sofia terbangun dari tidurnya. Wanita itu merasa terganggu dengan perasaan aneh pada puncak gunung kembarnya. Terasa dingin dan basah. Matanya terasa begitu berat, pasalnya dia baru tertidur jam sebelas malam, gadis itu menghabiskan waktunya didapur bersama bibi Emma dan Lucy. Kedua pelayan itu mengajaknya membuat kue agar Sofia tidak bosan selama disini. Sofia adalah satu-satunya wanita yang menginap lebih dari dua malam dirumah itu. Jadi baik Lucy maupun bibi Emma berfikir bahwa Sofia ini berbeda dari wanita-wanita yang pernah dibawa dan berkunjung kerumah ini. "Eunghhh, ahhhhhhss." Lenguh Sofia sekali lagi, kali ini dibarengi dengan desahan lembut yang terdengar menggoda. Gadis itu meraba gunung kembarnya, namun yang dirasanya hanya sebuah benda keras berbulu lebat. 'bulu?' Tanya gadis itu dalam hati. Benda berbulu yang dirabanya