Home / Romansa / Penakluk Wanita / Koper siapa?

Share

Koper siapa?

Author: Elis Kurniasih
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ini koper siapa, Matt?” Tanya Mike, saat mereka berada di kamar Matt.

Mike dan Matt tinggal di hotel yang telah mereka akuisisi. Setelah sampai di bandara tadi pagi, Matt langsung bertemu dengan bagian legal dan hotel ini resmi menjadi milik Matt karena ia sudah membeli lagi tiga puluh persennya. Sehingga saham hotel ini delapan puluh persen adalah miliknya.

“Eumm..”

Matt menopangkan kedua tangannya di dada sambil mengelus dagunya. Ia  mencoba mengingat insiden itu.

“Matt, lihatlah!"

Mike tertawa saat ia menarik bra pink yang ada di dalam koper itu.

“Sepertinya, koper ini milik wanita.” Ucap Mike lagi.

Mike sangat antusias mengacak-acak pakaian yang tersusun rapih di dalam koper itu.

“Apa ini miliknya?” Matt dan Mike bertanyaan bersamaan.

“Aku rasa begitu.” Jawab Mike.

“Bagaimana aku bisa bertemu lagi dengan gadis itu?” Tanya Matt.

“Kau menyukainya?” Mike balik bertanya.

“Tidak. Mana mungkin aku menyukai wanita galak seperti itu.”

Mike tertawa. Lalu, ia mengobrak-abrik barang-barang yang ada di dalam koper itu dengan harapan ada tanda pengenal di dalamnya yang tertinggal.

“Hmm.. tidak ada tanda pengenal di sini.” Mike menghelakan nafasnya.

“Matt, sepertinya dia memiliki dada yang cukup besar.” Mike menunjukkan bra pink itu di hadapan Matt.

“Ck, rapihkan seperti semula.” Matt mengambil pakaian yang di berikan Matt dan berlalu ke kamar mandi.

“Sepertinya kau sudah mulai berubah, Matt.” Ledek Mike, karena ia sudah tak melihat lagi sahabatnya berkencan dengan wanita.

Matt menggeleng ke arah Mike sebelum ia benar-benar masuk ke dalam kamar mandi itu.

Di desa terpencil, Dinda membuka kopernya.

“Aaa..” Teriak Dinda saat ia menemukan segitiga pengaman milik pria.

“Apaan sih, Din. Teriak-teriak?” Tanya Tasya.

“Ini koper siapa, Sya?” Dinda balik bertanya.

Tasya mendekati sahabatnya. “Loh, kok isi koper lu pakaian cowok semua.” Tasya mengeluarkan satu persatuan pakaian yang ada di dalam koper itu.

“Wuih, pakaiannya bagus-bagus, Din. Merk terkenal semua ini.” ucap Tasya lagi.

Dinda yang tidak terlalu mengerti tentang fashion ikut melihat lebel di kerah setiap pakaian itu.

“Eh jangam-jangan koper ini punya si bule itu.”

“Bule?”

“Iya, bule yang nyium lu.”

“Terus?” Tanya Dinda lagi.

Tasya mengangkat bahunya dan menggeleng. “Ngga tau.”

Mereka tidak tahu harus mencari Matthew dimana, bahkan Dinda tidak tahu nama Matt.

“Tunggu, coba gue cari di sini siapa tahu ada tanda pengenal gitu.” Tasya mengobrak-abrik isi koper itu, tapi nihil. Ia tak mendapatkan apapun, hanya ada jam tangan mahal di sana.

“Wuih, Din. Jam tangannya aja limited edition.”

“Coba liat.” Dinda ikut memgang kotak jam tangan itu.

“Ini mah sama kaya om gue punya.”

“Oh iya, om ganteng lu itu ya.”

Dinda menggelengkan kepalanya, ketika menyebut adik dari ibunya itu. Pria yang kerap melecehkan Dinda sejak kecil.

“Ya udah, sementara lu pake baju gue dulu. Besok siang kita ke kota, nanti beli baju seadanya.”

Dinda mengangguk. “Iya, gue minta uang ke papa dulu.”

“Oke.”

Tasya pun kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur itu. Tasya dan Dinda tinggal di sebuah rumah yang di sediakan oleh kepala desa. Sebenarnya ada empat dokter yang di tugaskan di desa itu. kedua dokter lagi adalah laki-laki yang sudah beberapa bulan sebelumnya berada di sini dan tinggal tak jauh dari rumah kecil yang di tempati Dinda dan Tasya.

Dinda kembali merapihkan koper itu. ia masih geram jika mengingat pria bule yang telah mencuri ciuman pertamanya. Bahkan Ardi yang sudah lama menjadi pacaranya pun tidak pernah melakukan itu.

“Baru sampe ke kota ini, udah sial.” Gumam Dinda. Lalu, ia ikut berbaring di samping Tasya dan mencoba memejamkan matanya.

****

“Din, sini!” Panggil pria berusia dua puluh tahun. Pria itu adalah adik dari sang mama yang biasa ia panggil Om Tristan.

“Apa, Om.” Jawab gadis kecil yang masih berusia sepuluh tahun yang menuruti kemauan pamannya untuk menghampiri.

Saat itu, Dinda dan kedua orang tuanya masih tinggal di Jakarta. Orang tua Dinda menempati rumah lain yang di miliki orang tua ibunya. Rumah yang cukup dekat karena hanya melewati beberapa rumah saja.

Saat itu ayah Dinda belum menjadi pengusaha di Malang dan belum hijrah ke sana. Justru ia masih baru akan memulai usaha, walau usahanya sering kali gagal dan megalami kebangkrutan. Ibunya Dinda lahir dari keluarga yang sangat berada. Oleh karenanya, selama perekonomian keluarga Dinda belum memungkinkan, kebutuhan orang tua Dinda selalu di cukupi oleh orang tua dari ibunya. Hal itu juga yang membuat Tristan sering main ke rumah kakaknya. Di tambah, ada gadis kecil yang cantik, yang sering berkeliaran di otak Tristan untuk bisa menyentuhnya.

“Om ngapain. Hmm..” Dinda merasa risih, saat Tristan memangkunya dan tangannya masuk ke dalam kain yang menutupi area intimnya.

“Diam, Dinda. Ini enak.”

Tangan Tristan semakin menjalar ke area itu.

“Om.. Ah, sakit.”

Dinda mengaduh saat tangan besar om nya mencoba menerobos dinding sentitifnya.

Namun, Tristan justru malah tersenyum dan senyum itu membuat Dinda semakin takut.

“Om, Jangan sakit!

“Om, Lepas!”

“Ooom.” Teriak Dinda dan bangun seketika dari tidurnya. Keringat membasahi dahinya.

“Kenapa, Din? Lu mimpi buruk lagi?” Tanya Tasya yang juga terbangun mendengar teriakan Dinda.

“Hmm.. Iya. Sorry, Sya. Gue bangunin lu tidur.”

“It’s oke, Din. Ya udah tidur lagi.” Ucap Tasya.

Tasya sangat dekat dengan Dinda, tapi Dinda termasuk orang yang tertutup untuk urusan pribadinya. Berbeda dengan Tasya yang selalu meminta saran dan curhat apapun pada Dinda, sedangkan Dinda tidak. Gadis itu lebih memilih menjadi pendengar saja. Tasya ingin sekali bertanya pada Dinda tentang mimpi buruknya yang selalu di akhiri dengan memanggil ‘om’. Ia juga heran, jika ada kelas tentang reproduksi atau pembuahan, Dinda selalu keluar dan memilih bolos.

Pagi harinya, Dinda dan Tasya sarapan bersama.

“Din.”

“Hmm.”

Dinda menoleh ke arah sahabatnya.

“Udah beberapa kali ini, sejak kita suka tidur bareng. Gue mergokin lu kaya semalem. Kenapa sama om lu?” Tanya Tasya.

“Oh, ga apa-apa. Gue lagi mimpiin om gue aja.”

“Tapi, setiap lu mimpi kek gitu. Lu kaya orang ketakutan tau ngga.”

“Ngga apa-apa, Sya.”

Dinda tersenyum dan beralih ke dapur iuntuk mengambil air minum.

Ia pun meminum minuman itu banyak-banyak. Entah mengapa, pelecehan yang pernah ia alami itu masih saja melekat dalam ingatan. Jika, mengingat itu, Dinda sangat takut dengan makhluk yang berjenis kelamin laku-laki.

Sejak kecil, Dinda memang sangat dekat dengan Tristan. Dinda merasa om nya sangat menyayanginya. Namun, lambat laun, kasih sayang itu berubah menajdi nafsu. Tristan sering kali menciumi pipi Dinda dan lehernya. Bahkan leher Dinda pernah di gigit hingga memerah seperti sebuah kismark oleh adik ibunya itu. Dinda pernah menceritakan hal ini pada kedua orang tuanya, tapi kedua orang tua Dinda tak percaya. Mereka malah menyebut Dinda sedang berhalusinasi karena suka menonton film.

Trauma itu membuat Dinda takut berdekatan dengan pria. Hingga saat SMA, ia mengenal Ardi. Sikap Ardi yang ramah dan lembut, membuatnya ingin belajar untuk tidak takut lagi dengan laki-laki. Dinda yang pendiam dan feminim pada saat itu, membuat Ardi menyukainya.

Setelah lulus SMA, Tristan yang berkuliah di Australia itu ternyata kembali. Delapan tahun tristan berada di Ausy dan tiba-tiba ia tinggal di rumah orang tua Dinda, lalu ingin menetap di Malang. Untung saja, Dinda kuliah di Surabaya dan kos di kosan khusus wanita, sehingga Tristan tidak dengan mudah menemui keponakannya. Namun, Dinda sadar kemanapun ia pergi, Tristan selalu menghantui. Oleh karenanya, ia menjadi pribadi yang galak sekarang, hanya untuk membentengi diri. Kedatangan Tristan membuatnya kembali seperti dulu.

Related chapters

  • Penakluk Wanita   Nina, I'm coming

    Din, kita jadi ke Mall?” tanya Tasya.“Iya, jadi.” Dinda merapihkan peralatan medisnya, karena waktu bertugas mereka telah selesai.“Bokap lu udah transfer?” tanya Tasya.Lama berteman dengan Tasya membuat logat Jawa Dinda memudar, karena walau mereka tinggal di Surabaya, tetapi mahasiswa yang berasal dari jakarta sangat banyak.“Udah.”Dinda dan Tasya langsung menuju kota sebelum matahari tenggelam. Mereka menaiki taksi setelah berada di jalan raya.“Stop.” Tasya melambaikan tangannya pada mobil berwarna biru itu.Mereka pun membuka pintu mobil dan masuk.“Ke Mall xxx ya pak,” kata Dinda.“Itu di mana ya, Mba? Maaf saya baru ada di Bali, jadi masih belum tau jalan.”Dinda dan Tasya menghelakan nafasnya.“Ya udah, gue buka google map dulu,” kata Dinda. Lalu, mereka jalan.Di dalam mobil, Dinda dan Tasya merasa k

  • Penakluk Wanita   Adinda Pratiwi

    Keeseokan harinya, Matt sudah siap untuk berangkat ke Bandara. Ia di antar oleh Mike. Kali ini, ia tak di temani oleh sahabatnya, karena Mike menggantikan dirinya untuk menghandle pekerjaan selama ia pergi ke Jakarta.“Kau langsung akan menikahinya?” tanya Mike.“Kalau itu tidak mungkin Mike. Aku saja tidak tahu apa dia menyukaiku atau tidak,” jawab Matt saat mereka berjalan beriringan dan memasuki bandara I Gusti Ngurah Rai.“Hei tidak biasanya kau pesimis seperti ini. Mana Matthew si penakluk wanita yang aku kenal,” ledek Mike, membuat Matt tertawa.“Mungkin itu berlaku di tempatku.”Mike tertawa. “Jago kandang.”Matt ikut tertawa.“Tapi ku lihat, kau sekarang terlalu pemilih, Bro.” Mike menghentikan kakinya, karena ia hanya bisa mengantar sahabatnya sampai di sini.“Mungkin ini karena aku terlalu terobsesi untuk menggapai cintaku, sehingga aku tida

  • Penakluk Wanita   Kekesalan Ardi

    "Matt.” David memeluk tubuh sang adik, saat Matt sudah berada di depan rumah minimalis itu.“Hai, Matt.” Sapa Sari, istri David.“Hai.” Matt memeluk sang kakak dan menyalami istrinya.“Mana keponakanku.”“Uncle.” Melvin dan Quinza berlari ke arah pamannya.Matt langsung membentangkan kedua tangannya dan berjongkok untuk memeluk kedua keponakannya yang ganteng dan cantik itu.Matt mencium Melvin dan bergantian pada Quinza. Matt menggendong anak perempuan sang kakak.“Quinza, makin cantik saja kamu,” kata Matt sembari menciumi wajah anak perempuan David dan Sari.“Stop, jangan kau ciumi terus anak perempuanku. Nanti kau menyukainya,” kata David.“Apa aku gila? Menyukai keponakan sendiri.” Jawab Matt sambil berjalan ke dalam rumah minimalis tapi tetap mewah itu.“Zaman sekarang memang sudah gila, Matt. Bahkan ada ayah yang

  • Penakluk Wanita   Jantung berdegup kencang

    Dinda bersama kedua orang tua dan Kakek Neneknya sedang menikmati makan malam.“Berapa lama kamu di Bali, Din?” tanya Baskoro, Kakek Dinda.“Kalau cepat dua tahun, Opa,” jawab Dinda.“Semoga cepat selesai ya, sayang. Terus kamu visa praktek di sini,” imbuh Risma, Nenek Dinda.“Belum, Oma. Perjalanan Dinda masih jauh kalau ingin praktek. Dinda belum ikut tes Ujian Kompetensi Dokter Indonesia. Setelah mendapatkan itu, baru Dinda bisa praktek dan benar-benar menjadi dokter,” jawab Dinda.“Memang untuk meraih cita-cita itu harus sabar dan penuh perjuangan, Din,” kata Wisnu, Ayah Dinda.Sejak kecil, ia memang ingin sekali menjadi seorang dokter. Dulu, ia sering main dokter-dokteran dengan sang paman dan beberapa kali Tristan meminta di periksa alat vitalnya kala itu. Dinda yang masih kecil pun hanya memegang dan memijat seperti arahan sang paman tanpa mengerti maksudnya.Tak lama

  • Penakluk Wanita   Babak pertama selesai

    David beserta istri dan anaknya melajukan mobil menuju Panti asuhan milik ibu David yang kini di kelola oleh orang tua Sari. sedangkan Matt, mengikuti mobil sang kakak bersama Nina.“Rumahmu di mana Nin?” tanya Matt pada Nina, kerena di mobil ini hanya ada mereka berdua.“Di Bandung. Tapi di Desanya.”“Bandung itu di mana?” tanya Matt lagi.“Di Jawa Barat, tempatnya sejuk. Nanti akan aku ajak kamu ke sana.”“Boleh, kapan?”“Apanya?” Nina tadi yang mengajak Matt ke kampungnya, tapi dia juga yang bingung jika ternyata Matt benar-benar akan datang ke sana. Pasalnya tadi, Nina hanya sekedar berbasa basi.“Ke rumahmu.”“Untuk apa?” tanya Nina.“Bertemu keluargamu.”“Untuk apa?” tanya Nina lagi.“Kamu maunya untuk apa? Melamar?” Matt tersenyum jahil.Sontak Nina terkejut. Seda

  • Penakluk Wanita   Benar-benar gadis aneh

    Dinda masih belum pulang ke Bali. Ia meminta izin pada Tasya dan rekan-rekannya yang ada di sana untuk bermalam dua hari lagi di Jakarta, karena hari ini ia mengantarkan Ardi untuk berangkat ke Florida.“Matt, Supir Mas David tidak bisa ke sini karena sedang mengantarkan klien. Bisakah kau mengantarku untuk mengantarkan Ardi ke bandara?” tanya kakak iparnya.Matt mengangguk. “Apa Nina juga ikut?”Sari menggeleng. “Dia menjaga anak-anak saja di rumah, sekalian memberi arahan pada pengasuh baru yang akan menggantinya nanti.”Matt kembali menganggukkan kepalanya.Tak lama kemudian, Matt mengganti baju dan bersiap untuk mengantarkan Sari menjemput keluarganya di Panti asuhan, lalu mengantar Ardi ke Bandara. Sementara di tempat yang berbeda, Dinda pun bersiap ke Bandara untuk melepas kekasihnya di sana.“Din, Mama tidak bisa menemanimu ke Bandara, karena mendadak mama harus menemani papa, saudara jauh pap

  • Penakluk Wanita   Pipimu merah

    Matt mengendarai mobilnya hingga sampai di halaman rumah sang kakak. Di sana, sudah terlihat mobil David yang terparkir. Matt masih tersenyum mengingat betapa anehnya wanita yang baru saja ia antar pulang dari bandara.Setelah mematikan mesin mobil, Matt keluar dan mendapati Nina tengah bermain bersama Melvin dan Quinza di halaman rumah itu.“Melvin mana ya.. Quinza cantik.” Nina di tutup kedua matanya dengan kain dan berusaha menangkap Melvin dan Quinza yang sedang berlarian mengelilinginya.Matt tersenyum ke arah gadis lembut itu.“Ssstt.” Matt menutup bibirnya dengan jari telunjuk ke arah Melvin dan Quinza.Melvin dan Quinza hanya tertawa cekikikan tanpa suara, pasalnya Matt sengaja berjongkok agar Nina mengira bahwa dirinya adalah Melvin.“Nah, ya. Melvin ke tangkepetangkep.” Nina memeluk kepala Matt yang ia kira adalah Melvin.Matt merasa di atas angin, karena Nina memeluknya kepalanya erat sam

  • Penakluk Wanita   Aku ingin itu

    Pagi ini Dinda bersiap untuk kembali ke Bali. Ia tak melihat Tristan sejak semalam. Entah pamannya itu marah atau tidak padany, ia tak peduli. Untung, hari ini ia akan kembali ke Bali dan tak melihat pamannya lagi.“Ma, Tristan sudah berangkat?” tanya Melati pada ibunya saat di meja makan.“Sudah, dia berangkat dengan penerbangan paling pagi,” jawab Nenek Dinda.“Oh.”“Memang Om Trsitan kemana, Ma?” tanya Dinda ingin tahu..“Om mu sudah berangkat lagi ke Australia. Ternyata kantor pusatnya di sana, menarik dia kembali ke sana, karena teman yang menggantikan posisinya di sana kecelakaan,” jawab Kakek Dinda.Tristan memang berkuliah di Australia dan mendapatkan pekerjaan di sana. Sudah cukup lama Tristan bekerja di negara itu, hingga mendapatkan posisi yang bagus. Pernah ia mencoba untuk berhenti dari pekerjaannya dan ingin menetap di Malang saat Dinda lulus SMA, tapi akhirnya Tristan

Latest chapter

  • Penakluk Wanita   Pulang kampung

    Matt dan Nina berada di dalam mobil. Mereka hendak pergi ke Bandung untuk menemui orang tua dan keluarga Nina yag berada di desa itu.Sesekali Nina melirik ke arah Matt yang serius menyetir. Matt pun ikut melirik ke arah Nina, sesaat mereka saling berpandangan dan tersenyum.“Kenapa?” tanya Matt.Nina menggeleng. “Ngga apa-apa.”Matt mengeryitkan dahinya.“Aku tuh suka takut sama pria yang bertato.” Ucap Nina yang memang selalu melihat ke arah leher Matt yang terdapat garis berbentuk Z.“Keluargamu juga takut dengan pria bertato sepertiku?” tanya Matt.Nina mengangguk, tapi tetap tersenyum.“Tidak semua pria bertato itu jahat, Sayang,” ucap Matt.“Iya, tapi di tempatku itu desa banget. Tidak modern dan pastinya kamu adalah orang asing yang baru datang di desaku.”“Oh ya? Pasti seru,” ucap Matt santai.“Bye the way, kit

  • Penakluk Wanita   Aku ingin itu

    Pagi ini Dinda bersiap untuk kembali ke Bali. Ia tak melihat Tristan sejak semalam. Entah pamannya itu marah atau tidak padany, ia tak peduli. Untung, hari ini ia akan kembali ke Bali dan tak melihat pamannya lagi.“Ma, Tristan sudah berangkat?” tanya Melati pada ibunya saat di meja makan.“Sudah, dia berangkat dengan penerbangan paling pagi,” jawab Nenek Dinda.“Oh.”“Memang Om Trsitan kemana, Ma?” tanya Dinda ingin tahu..“Om mu sudah berangkat lagi ke Australia. Ternyata kantor pusatnya di sana, menarik dia kembali ke sana, karena teman yang menggantikan posisinya di sana kecelakaan,” jawab Kakek Dinda.Tristan memang berkuliah di Australia dan mendapatkan pekerjaan di sana. Sudah cukup lama Tristan bekerja di negara itu, hingga mendapatkan posisi yang bagus. Pernah ia mencoba untuk berhenti dari pekerjaannya dan ingin menetap di Malang saat Dinda lulus SMA, tapi akhirnya Tristan

  • Penakluk Wanita   Pipimu merah

    Matt mengendarai mobilnya hingga sampai di halaman rumah sang kakak. Di sana, sudah terlihat mobil David yang terparkir. Matt masih tersenyum mengingat betapa anehnya wanita yang baru saja ia antar pulang dari bandara.Setelah mematikan mesin mobil, Matt keluar dan mendapati Nina tengah bermain bersama Melvin dan Quinza di halaman rumah itu.“Melvin mana ya.. Quinza cantik.” Nina di tutup kedua matanya dengan kain dan berusaha menangkap Melvin dan Quinza yang sedang berlarian mengelilinginya.Matt tersenyum ke arah gadis lembut itu.“Ssstt.” Matt menutup bibirnya dengan jari telunjuk ke arah Melvin dan Quinza.Melvin dan Quinza hanya tertawa cekikikan tanpa suara, pasalnya Matt sengaja berjongkok agar Nina mengira bahwa dirinya adalah Melvin.“Nah, ya. Melvin ke tangkepetangkep.” Nina memeluk kepala Matt yang ia kira adalah Melvin.Matt merasa di atas angin, karena Nina memeluknya kepalanya erat sam

  • Penakluk Wanita   Benar-benar gadis aneh

    Dinda masih belum pulang ke Bali. Ia meminta izin pada Tasya dan rekan-rekannya yang ada di sana untuk bermalam dua hari lagi di Jakarta, karena hari ini ia mengantarkan Ardi untuk berangkat ke Florida.“Matt, Supir Mas David tidak bisa ke sini karena sedang mengantarkan klien. Bisakah kau mengantarku untuk mengantarkan Ardi ke bandara?” tanya kakak iparnya.Matt mengangguk. “Apa Nina juga ikut?”Sari menggeleng. “Dia menjaga anak-anak saja di rumah, sekalian memberi arahan pada pengasuh baru yang akan menggantinya nanti.”Matt kembali menganggukkan kepalanya.Tak lama kemudian, Matt mengganti baju dan bersiap untuk mengantarkan Sari menjemput keluarganya di Panti asuhan, lalu mengantar Ardi ke Bandara. Sementara di tempat yang berbeda, Dinda pun bersiap ke Bandara untuk melepas kekasihnya di sana.“Din, Mama tidak bisa menemanimu ke Bandara, karena mendadak mama harus menemani papa, saudara jauh pap

  • Penakluk Wanita   Babak pertama selesai

    David beserta istri dan anaknya melajukan mobil menuju Panti asuhan milik ibu David yang kini di kelola oleh orang tua Sari. sedangkan Matt, mengikuti mobil sang kakak bersama Nina.“Rumahmu di mana Nin?” tanya Matt pada Nina, kerena di mobil ini hanya ada mereka berdua.“Di Bandung. Tapi di Desanya.”“Bandung itu di mana?” tanya Matt lagi.“Di Jawa Barat, tempatnya sejuk. Nanti akan aku ajak kamu ke sana.”“Boleh, kapan?”“Apanya?” Nina tadi yang mengajak Matt ke kampungnya, tapi dia juga yang bingung jika ternyata Matt benar-benar akan datang ke sana. Pasalnya tadi, Nina hanya sekedar berbasa basi.“Ke rumahmu.”“Untuk apa?” tanya Nina.“Bertemu keluargamu.”“Untuk apa?” tanya Nina lagi.“Kamu maunya untuk apa? Melamar?” Matt tersenyum jahil.Sontak Nina terkejut. Seda

  • Penakluk Wanita   Jantung berdegup kencang

    Dinda bersama kedua orang tua dan Kakek Neneknya sedang menikmati makan malam.“Berapa lama kamu di Bali, Din?” tanya Baskoro, Kakek Dinda.“Kalau cepat dua tahun, Opa,” jawab Dinda.“Semoga cepat selesai ya, sayang. Terus kamu visa praktek di sini,” imbuh Risma, Nenek Dinda.“Belum, Oma. Perjalanan Dinda masih jauh kalau ingin praktek. Dinda belum ikut tes Ujian Kompetensi Dokter Indonesia. Setelah mendapatkan itu, baru Dinda bisa praktek dan benar-benar menjadi dokter,” jawab Dinda.“Memang untuk meraih cita-cita itu harus sabar dan penuh perjuangan, Din,” kata Wisnu, Ayah Dinda.Sejak kecil, ia memang ingin sekali menjadi seorang dokter. Dulu, ia sering main dokter-dokteran dengan sang paman dan beberapa kali Tristan meminta di periksa alat vitalnya kala itu. Dinda yang masih kecil pun hanya memegang dan memijat seperti arahan sang paman tanpa mengerti maksudnya.Tak lama

  • Penakluk Wanita   Kekesalan Ardi

    "Matt.” David memeluk tubuh sang adik, saat Matt sudah berada di depan rumah minimalis itu.“Hai, Matt.” Sapa Sari, istri David.“Hai.” Matt memeluk sang kakak dan menyalami istrinya.“Mana keponakanku.”“Uncle.” Melvin dan Quinza berlari ke arah pamannya.Matt langsung membentangkan kedua tangannya dan berjongkok untuk memeluk kedua keponakannya yang ganteng dan cantik itu.Matt mencium Melvin dan bergantian pada Quinza. Matt menggendong anak perempuan sang kakak.“Quinza, makin cantik saja kamu,” kata Matt sembari menciumi wajah anak perempuan David dan Sari.“Stop, jangan kau ciumi terus anak perempuanku. Nanti kau menyukainya,” kata David.“Apa aku gila? Menyukai keponakan sendiri.” Jawab Matt sambil berjalan ke dalam rumah minimalis tapi tetap mewah itu.“Zaman sekarang memang sudah gila, Matt. Bahkan ada ayah yang

  • Penakluk Wanita   Adinda Pratiwi

    Keeseokan harinya, Matt sudah siap untuk berangkat ke Bandara. Ia di antar oleh Mike. Kali ini, ia tak di temani oleh sahabatnya, karena Mike menggantikan dirinya untuk menghandle pekerjaan selama ia pergi ke Jakarta.“Kau langsung akan menikahinya?” tanya Mike.“Kalau itu tidak mungkin Mike. Aku saja tidak tahu apa dia menyukaiku atau tidak,” jawab Matt saat mereka berjalan beriringan dan memasuki bandara I Gusti Ngurah Rai.“Hei tidak biasanya kau pesimis seperti ini. Mana Matthew si penakluk wanita yang aku kenal,” ledek Mike, membuat Matt tertawa.“Mungkin itu berlaku di tempatku.”Mike tertawa. “Jago kandang.”Matt ikut tertawa.“Tapi ku lihat, kau sekarang terlalu pemilih, Bro.” Mike menghentikan kakinya, karena ia hanya bisa mengantar sahabatnya sampai di sini.“Mungkin ini karena aku terlalu terobsesi untuk menggapai cintaku, sehingga aku tida

  • Penakluk Wanita   Nina, I'm coming

    Din, kita jadi ke Mall?” tanya Tasya.“Iya, jadi.” Dinda merapihkan peralatan medisnya, karena waktu bertugas mereka telah selesai.“Bokap lu udah transfer?” tanya Tasya.Lama berteman dengan Tasya membuat logat Jawa Dinda memudar, karena walau mereka tinggal di Surabaya, tetapi mahasiswa yang berasal dari jakarta sangat banyak.“Udah.”Dinda dan Tasya langsung menuju kota sebelum matahari tenggelam. Mereka menaiki taksi setelah berada di jalan raya.“Stop.” Tasya melambaikan tangannya pada mobil berwarna biru itu.Mereka pun membuka pintu mobil dan masuk.“Ke Mall xxx ya pak,” kata Dinda.“Itu di mana ya, Mba? Maaf saya baru ada di Bali, jadi masih belum tau jalan.”Dinda dan Tasya menghelakan nafasnya.“Ya udah, gue buka google map dulu,” kata Dinda. Lalu, mereka jalan.Di dalam mobil, Dinda dan Tasya merasa k

DMCA.com Protection Status