Beranda / Romansa / Penakluk Wanita / Nina, I'm coming

Share

Nina, I'm coming

Penulis: Elis Kurniasih
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Din, kita jadi ke Mall?” tanya Tasya.

“Iya, jadi.” Dinda merapihkan peralatan medisnya, karena waktu bertugas mereka telah selesai.

“Bokap lu udah transfer?” tanya Tasya.

Lama berteman dengan Tasya membuat logat Jawa Dinda memudar, karena walau mereka tinggal di Surabaya, tetapi mahasiswa yang berasal dari jakarta sangat banyak.

“Udah.”

Dinda dan Tasya langsung menuju kota sebelum matahari tenggelam. Mereka menaiki taksi setelah berada di jalan raya.

“Stop.” Tasya melambaikan tangannya pada mobil berwarna biru itu.

Mereka pun membuka pintu mobil dan masuk.

“Ke Mall xxx ya pak,” kata Dinda.

“Itu di mana ya, Mba? Maaf saya baru ada di Bali, jadi masih belum tau jalan.”

Dinda dan Tasya menghelakan nafasnya.

“Ya udah, gue buka g****e map dulu,” kata Dinda. Lalu, mereka jalan.

Di dalam mobil, Dinda dan Tasya merasa kegerahan. Hingga Dinda membuka kaca jendela itu.

“Mas, emang AC nya ga di pasang ya?” Tanya Tasya pada supir taksi itu.

“Maaf, mba. Saya cuma supir, kalo pasang AC saya ngga bisa. Ada temen saya yang bisa.”

“Eh capek deh.” Tasya menepuk jidatnya. Sedangkan Dinda tertawa geli.

Tasya tak mau lagi bertanya pada si supir itu, dari pada makan ati. Dinda masih terkekeh geli, melihat temannya yang sedang kesal, karena jawaban si supir selalu berbeda dengan pertanyaan Tasya.

“Sabar, Sya.” Dinda mengelus dada sahabatnya sambil tertawa.

Akhirnya mereka sampai di Mall itu, walau dengan drama panjang karena si supir yang kelewat polos dan Tasya yang tidak sabaran. Mereka pun masuk ke dalam Mall dan berbelanja.

“Sya, udah yuk. Gue udah dapet nih baju-bajunya,” kata Dinda sembari menenteng beberapa setel pakaian.

“Daleman, jangan lupa di beli sekalian.”

“Udah ini.” Dinda kembali menunjukkan barang belanjaannya sebelum sampai di kasir.

Tak lama kemudian, Tasya melihat dua sosok pria bule.

“Din, itu bukan sih cowok bule yang nyium lu di bandara,” kata Tasya berbisik.

Arah mata Dinda langsung mengikuti telunjuk Tasya. “Iya bener.”

“Tapi bukan dia, Sya. Noh yang lagi jalan ke kasir.” Dinda dan Tasya mengintip di sela-sela pakai yang terdisplay rapih dengan maniken-manikan di sampingnya.

“Gue samperin.” Dinda berjalan menuju kasir. Namun belum sampai kasir, Matt meninggalkan tempat itu dan berjalan cepat ke arah pakaian yang lain.

“Eh dia pergi,” kesal Dinda yang tidak sempat bertemu Matt.

Matt pun tak melihat kehadiran Dinda di sana.

Akhirnya, Dinda berjalan menuju kasir dan meletakkan semua barang belanjaannya. Ia melihat kartu hitam yang masih di pegang oleh kasir. Itu artinya, kartu itu pasti milik si bule tadi.

“Mba, ini semua dia yang bayar.” Dinda menunjuk ke arah Matt yang sedang membelakanginya jauh di sana. Matt terlihat sedang berbincang dengan Sales promotion girl.

“Din.” Tasya menarik-narik ujung pakaian yang Dinda kenakan.

“Saya pacarnya. Jadi semua ini dia yang bayar,” ucap Dinda lagi pada si kasir itu. kasir itu pun hanya mengangguk.

“Supaya impas, Sya. Dia berani nyium gue. Sekarang dia harus bayar," ucap Dinda berbisik pada Tasya.

“Emang lu cewek bayaran?” tanya Tasya.

“Ya nggalah. Tapi seenggaknya biar dia tanggung jawab. Enak aja, gue rugi dia juga harus rugi.”

“Terserah.”

Setelah selesai, Dinda dan Tasya langsung berlari meninggalkan toko itu. Mike melihat Dinda dan Tasya yang keluar dengan langkah terburu-buru. Mike mengeryitkan dahinya dan berjalan menghampiri Matt di kasir.

“Matt, tadi aku melihat wanita itu.” Mike menepuk bahu Matt yang sedang berdebat serius dengan kasir.

“What? Coba hitung lagi, belanjaan saya tidak sebanyak itu.” Ucap Matt pada si kasir.

“Benar pak. Soalnya tadi pacar bapak datang dan membeli semua pakaian ini.” SI kasir memperlihat struk pembelian Dinda.

“Siapa?”

“Dua gadis muda tadi.”

“Matt, aku lihat dua gadis itu,” kata Mike.

“Dua gadis siapa?” tanya Matt bingung.

“Gadis yang kau cium di bandara bersama temannya.”

“Apa? Dimana dia?” Matt segera menyelesaikan transaksi itu dan segera keluar untuk mencari Dinda.

Matt dan Mike berlari mengitari Mall, berharap dapat bertemu Dinda dan temannya.

“Dinda, bule itu kayanya nyariin kita. Dia sadar kartunya buat bayar belanjaan lu.”

“Jongkok.” Dinda meminta Tasya untuk Jongkok di sebuah pohon buatan dengan pot yang sangat besar yang terdapat di dalam mall itu.

“Sini.” Dinda berlari ke tembok untuk mencari tempat persembunyian yang aman. Tasya pun mengikutinya.

Mereka pun bersembunyi di balik tembok itu.

“Din, kok urusannya jadi ribet gini sih?” Tanya Tasya.

Dinda menarik nafasnya dalam-dalam sembari menyandarkan tubuhnya di tembok itu. “Gue juga ngga tau.”

“Lagian kenapa sih lu nekat banget. Bukannya bayar aja pake ATM lu dah.”

“Sorry, Sya. Abis ngeliat muka tuh bule bikin gue kesel.”

Setelah di rasa aman dan tak terlihat kedua bule itu lagi, akhirnya Dinda dan Tsya segera keluar dari mall itu dan kembali ke penginapannya.

“Sial, dasar wanita aneh.” Umpat Matt saat mengingat apa yang telah Dinda lakukan padanya.

“Sudahlah, uang segitu tidak ada artinya untukmu.”

“Bukan uang, Mike. Masalahnya dia telah mengerjaiku.” Kesal Matt.

Namun, Mike malah tertawa, karena baru kali ini Matt di kerjai oleh seorang wanita apalagi wanita yang kelihatannya jauh lebih muda darinya.

“Seharusnya dia bertemu denganku baik-baik dan kembalikan koper kami masing-masing, karena di dalam koper itu juga ada baju dan jam tanganku yang harganya tidak murah.”

“Yes, I know. Semua yang kau pakai memang tidak pernah murah.”

Matt berjalan mondar mandir di kamar hotelnya dengan nafas memburu. Ia sungguh kesal dengan kelakukan Dinda.

****

Satu bulan berlalu. Matt baru saja meletakkan ponselnya, setelah berbicang dengan sang kakak melalui telepon. Sejak berada di negara ini, belum sekalipun ia mengunjungi rumah sang kakak di Jakarta. Padahal ia pun sudah sangat merindukan asisten rumah tangga kakaknya di sana.

Matt mengambil lagi ponselnya.

“Mike, apa besok jadwalku padat?”

“Tidak begitu. Ada apa?”

“Tolong handle pekerjaanku di sini. aku akan ke Jakarta.” Jawab Matt.

“Hei, katanya kau akan kesana tahun depan.”

“Terlalu lama, aku sudah merindukan asisten rumah tangga kakakku.”

Mike tertawa. “Dasar kau. Ya sudah terserah.”

Matt menutup ponselnya dan memesan tiket untuk ke Jakarta. Ia merubah apa yang telah di jadwalkan sebelumnya. Sepertinya, ia akan membuat kejutan untuk sang kakak di sana.

“Nina, I’m coming,” gumam Matt saat menatap wajah Nina di layar ponselnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
yeni octaviani
gak rela bgt masak Matt suka sama ceweknya Ardi ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penakluk Wanita   Adinda Pratiwi

    Keeseokan harinya, Matt sudah siap untuk berangkat ke Bandara. Ia di antar oleh Mike. Kali ini, ia tak di temani oleh sahabatnya, karena Mike menggantikan dirinya untuk menghandle pekerjaan selama ia pergi ke Jakarta.“Kau langsung akan menikahinya?” tanya Mike.“Kalau itu tidak mungkin Mike. Aku saja tidak tahu apa dia menyukaiku atau tidak,” jawab Matt saat mereka berjalan beriringan dan memasuki bandara I Gusti Ngurah Rai.“Hei tidak biasanya kau pesimis seperti ini. Mana Matthew si penakluk wanita yang aku kenal,” ledek Mike, membuat Matt tertawa.“Mungkin itu berlaku di tempatku.”Mike tertawa. “Jago kandang.”Matt ikut tertawa.“Tapi ku lihat, kau sekarang terlalu pemilih, Bro.” Mike menghentikan kakinya, karena ia hanya bisa mengantar sahabatnya sampai di sini.“Mungkin ini karena aku terlalu terobsesi untuk menggapai cintaku, sehingga aku tida

  • Penakluk Wanita   Kekesalan Ardi

    "Matt.” David memeluk tubuh sang adik, saat Matt sudah berada di depan rumah minimalis itu.“Hai, Matt.” Sapa Sari, istri David.“Hai.” Matt memeluk sang kakak dan menyalami istrinya.“Mana keponakanku.”“Uncle.” Melvin dan Quinza berlari ke arah pamannya.Matt langsung membentangkan kedua tangannya dan berjongkok untuk memeluk kedua keponakannya yang ganteng dan cantik itu.Matt mencium Melvin dan bergantian pada Quinza. Matt menggendong anak perempuan sang kakak.“Quinza, makin cantik saja kamu,” kata Matt sembari menciumi wajah anak perempuan David dan Sari.“Stop, jangan kau ciumi terus anak perempuanku. Nanti kau menyukainya,” kata David.“Apa aku gila? Menyukai keponakan sendiri.” Jawab Matt sambil berjalan ke dalam rumah minimalis tapi tetap mewah itu.“Zaman sekarang memang sudah gila, Matt. Bahkan ada ayah yang

  • Penakluk Wanita   Jantung berdegup kencang

    Dinda bersama kedua orang tua dan Kakek Neneknya sedang menikmati makan malam.“Berapa lama kamu di Bali, Din?” tanya Baskoro, Kakek Dinda.“Kalau cepat dua tahun, Opa,” jawab Dinda.“Semoga cepat selesai ya, sayang. Terus kamu visa praktek di sini,” imbuh Risma, Nenek Dinda.“Belum, Oma. Perjalanan Dinda masih jauh kalau ingin praktek. Dinda belum ikut tes Ujian Kompetensi Dokter Indonesia. Setelah mendapatkan itu, baru Dinda bisa praktek dan benar-benar menjadi dokter,” jawab Dinda.“Memang untuk meraih cita-cita itu harus sabar dan penuh perjuangan, Din,” kata Wisnu, Ayah Dinda.Sejak kecil, ia memang ingin sekali menjadi seorang dokter. Dulu, ia sering main dokter-dokteran dengan sang paman dan beberapa kali Tristan meminta di periksa alat vitalnya kala itu. Dinda yang masih kecil pun hanya memegang dan memijat seperti arahan sang paman tanpa mengerti maksudnya.Tak lama

  • Penakluk Wanita   Babak pertama selesai

    David beserta istri dan anaknya melajukan mobil menuju Panti asuhan milik ibu David yang kini di kelola oleh orang tua Sari. sedangkan Matt, mengikuti mobil sang kakak bersama Nina.“Rumahmu di mana Nin?” tanya Matt pada Nina, kerena di mobil ini hanya ada mereka berdua.“Di Bandung. Tapi di Desanya.”“Bandung itu di mana?” tanya Matt lagi.“Di Jawa Barat, tempatnya sejuk. Nanti akan aku ajak kamu ke sana.”“Boleh, kapan?”“Apanya?” Nina tadi yang mengajak Matt ke kampungnya, tapi dia juga yang bingung jika ternyata Matt benar-benar akan datang ke sana. Pasalnya tadi, Nina hanya sekedar berbasa basi.“Ke rumahmu.”“Untuk apa?” tanya Nina.“Bertemu keluargamu.”“Untuk apa?” tanya Nina lagi.“Kamu maunya untuk apa? Melamar?” Matt tersenyum jahil.Sontak Nina terkejut. Seda

  • Penakluk Wanita   Benar-benar gadis aneh

    Dinda masih belum pulang ke Bali. Ia meminta izin pada Tasya dan rekan-rekannya yang ada di sana untuk bermalam dua hari lagi di Jakarta, karena hari ini ia mengantarkan Ardi untuk berangkat ke Florida.“Matt, Supir Mas David tidak bisa ke sini karena sedang mengantarkan klien. Bisakah kau mengantarku untuk mengantarkan Ardi ke bandara?” tanya kakak iparnya.Matt mengangguk. “Apa Nina juga ikut?”Sari menggeleng. “Dia menjaga anak-anak saja di rumah, sekalian memberi arahan pada pengasuh baru yang akan menggantinya nanti.”Matt kembali menganggukkan kepalanya.Tak lama kemudian, Matt mengganti baju dan bersiap untuk mengantarkan Sari menjemput keluarganya di Panti asuhan, lalu mengantar Ardi ke Bandara. Sementara di tempat yang berbeda, Dinda pun bersiap ke Bandara untuk melepas kekasihnya di sana.“Din, Mama tidak bisa menemanimu ke Bandara, karena mendadak mama harus menemani papa, saudara jauh pap

  • Penakluk Wanita   Pipimu merah

    Matt mengendarai mobilnya hingga sampai di halaman rumah sang kakak. Di sana, sudah terlihat mobil David yang terparkir. Matt masih tersenyum mengingat betapa anehnya wanita yang baru saja ia antar pulang dari bandara.Setelah mematikan mesin mobil, Matt keluar dan mendapati Nina tengah bermain bersama Melvin dan Quinza di halaman rumah itu.“Melvin mana ya.. Quinza cantik.” Nina di tutup kedua matanya dengan kain dan berusaha menangkap Melvin dan Quinza yang sedang berlarian mengelilinginya.Matt tersenyum ke arah gadis lembut itu.“Ssstt.” Matt menutup bibirnya dengan jari telunjuk ke arah Melvin dan Quinza.Melvin dan Quinza hanya tertawa cekikikan tanpa suara, pasalnya Matt sengaja berjongkok agar Nina mengira bahwa dirinya adalah Melvin.“Nah, ya. Melvin ke tangkepetangkep.” Nina memeluk kepala Matt yang ia kira adalah Melvin.Matt merasa di atas angin, karena Nina memeluknya kepalanya erat sam

  • Penakluk Wanita   Aku ingin itu

    Pagi ini Dinda bersiap untuk kembali ke Bali. Ia tak melihat Tristan sejak semalam. Entah pamannya itu marah atau tidak padany, ia tak peduli. Untung, hari ini ia akan kembali ke Bali dan tak melihat pamannya lagi.“Ma, Tristan sudah berangkat?” tanya Melati pada ibunya saat di meja makan.“Sudah, dia berangkat dengan penerbangan paling pagi,” jawab Nenek Dinda.“Oh.”“Memang Om Trsitan kemana, Ma?” tanya Dinda ingin tahu..“Om mu sudah berangkat lagi ke Australia. Ternyata kantor pusatnya di sana, menarik dia kembali ke sana, karena teman yang menggantikan posisinya di sana kecelakaan,” jawab Kakek Dinda.Tristan memang berkuliah di Australia dan mendapatkan pekerjaan di sana. Sudah cukup lama Tristan bekerja di negara itu, hingga mendapatkan posisi yang bagus. Pernah ia mencoba untuk berhenti dari pekerjaannya dan ingin menetap di Malang saat Dinda lulus SMA, tapi akhirnya Tristan

  • Penakluk Wanita   Pulang kampung

    Matt dan Nina berada di dalam mobil. Mereka hendak pergi ke Bandung untuk menemui orang tua dan keluarga Nina yag berada di desa itu.Sesekali Nina melirik ke arah Matt yang serius menyetir. Matt pun ikut melirik ke arah Nina, sesaat mereka saling berpandangan dan tersenyum.“Kenapa?” tanya Matt.Nina menggeleng. “Ngga apa-apa.”Matt mengeryitkan dahinya.“Aku tuh suka takut sama pria yang bertato.” Ucap Nina yang memang selalu melihat ke arah leher Matt yang terdapat garis berbentuk Z.“Keluargamu juga takut dengan pria bertato sepertiku?” tanya Matt.Nina mengangguk, tapi tetap tersenyum.“Tidak semua pria bertato itu jahat, Sayang,” ucap Matt.“Iya, tapi di tempatku itu desa banget. Tidak modern dan pastinya kamu adalah orang asing yang baru datang di desaku.”“Oh ya? Pasti seru,” ucap Matt santai.“Bye the way, kit

Bab terbaru

  • Penakluk Wanita   Pulang kampung

    Matt dan Nina berada di dalam mobil. Mereka hendak pergi ke Bandung untuk menemui orang tua dan keluarga Nina yag berada di desa itu.Sesekali Nina melirik ke arah Matt yang serius menyetir. Matt pun ikut melirik ke arah Nina, sesaat mereka saling berpandangan dan tersenyum.“Kenapa?” tanya Matt.Nina menggeleng. “Ngga apa-apa.”Matt mengeryitkan dahinya.“Aku tuh suka takut sama pria yang bertato.” Ucap Nina yang memang selalu melihat ke arah leher Matt yang terdapat garis berbentuk Z.“Keluargamu juga takut dengan pria bertato sepertiku?” tanya Matt.Nina mengangguk, tapi tetap tersenyum.“Tidak semua pria bertato itu jahat, Sayang,” ucap Matt.“Iya, tapi di tempatku itu desa banget. Tidak modern dan pastinya kamu adalah orang asing yang baru datang di desaku.”“Oh ya? Pasti seru,” ucap Matt santai.“Bye the way, kit

  • Penakluk Wanita   Aku ingin itu

    Pagi ini Dinda bersiap untuk kembali ke Bali. Ia tak melihat Tristan sejak semalam. Entah pamannya itu marah atau tidak padany, ia tak peduli. Untung, hari ini ia akan kembali ke Bali dan tak melihat pamannya lagi.“Ma, Tristan sudah berangkat?” tanya Melati pada ibunya saat di meja makan.“Sudah, dia berangkat dengan penerbangan paling pagi,” jawab Nenek Dinda.“Oh.”“Memang Om Trsitan kemana, Ma?” tanya Dinda ingin tahu..“Om mu sudah berangkat lagi ke Australia. Ternyata kantor pusatnya di sana, menarik dia kembali ke sana, karena teman yang menggantikan posisinya di sana kecelakaan,” jawab Kakek Dinda.Tristan memang berkuliah di Australia dan mendapatkan pekerjaan di sana. Sudah cukup lama Tristan bekerja di negara itu, hingga mendapatkan posisi yang bagus. Pernah ia mencoba untuk berhenti dari pekerjaannya dan ingin menetap di Malang saat Dinda lulus SMA, tapi akhirnya Tristan

  • Penakluk Wanita   Pipimu merah

    Matt mengendarai mobilnya hingga sampai di halaman rumah sang kakak. Di sana, sudah terlihat mobil David yang terparkir. Matt masih tersenyum mengingat betapa anehnya wanita yang baru saja ia antar pulang dari bandara.Setelah mematikan mesin mobil, Matt keluar dan mendapati Nina tengah bermain bersama Melvin dan Quinza di halaman rumah itu.“Melvin mana ya.. Quinza cantik.” Nina di tutup kedua matanya dengan kain dan berusaha menangkap Melvin dan Quinza yang sedang berlarian mengelilinginya.Matt tersenyum ke arah gadis lembut itu.“Ssstt.” Matt menutup bibirnya dengan jari telunjuk ke arah Melvin dan Quinza.Melvin dan Quinza hanya tertawa cekikikan tanpa suara, pasalnya Matt sengaja berjongkok agar Nina mengira bahwa dirinya adalah Melvin.“Nah, ya. Melvin ke tangkepetangkep.” Nina memeluk kepala Matt yang ia kira adalah Melvin.Matt merasa di atas angin, karena Nina memeluknya kepalanya erat sam

  • Penakluk Wanita   Benar-benar gadis aneh

    Dinda masih belum pulang ke Bali. Ia meminta izin pada Tasya dan rekan-rekannya yang ada di sana untuk bermalam dua hari lagi di Jakarta, karena hari ini ia mengantarkan Ardi untuk berangkat ke Florida.“Matt, Supir Mas David tidak bisa ke sini karena sedang mengantarkan klien. Bisakah kau mengantarku untuk mengantarkan Ardi ke bandara?” tanya kakak iparnya.Matt mengangguk. “Apa Nina juga ikut?”Sari menggeleng. “Dia menjaga anak-anak saja di rumah, sekalian memberi arahan pada pengasuh baru yang akan menggantinya nanti.”Matt kembali menganggukkan kepalanya.Tak lama kemudian, Matt mengganti baju dan bersiap untuk mengantarkan Sari menjemput keluarganya di Panti asuhan, lalu mengantar Ardi ke Bandara. Sementara di tempat yang berbeda, Dinda pun bersiap ke Bandara untuk melepas kekasihnya di sana.“Din, Mama tidak bisa menemanimu ke Bandara, karena mendadak mama harus menemani papa, saudara jauh pap

  • Penakluk Wanita   Babak pertama selesai

    David beserta istri dan anaknya melajukan mobil menuju Panti asuhan milik ibu David yang kini di kelola oleh orang tua Sari. sedangkan Matt, mengikuti mobil sang kakak bersama Nina.“Rumahmu di mana Nin?” tanya Matt pada Nina, kerena di mobil ini hanya ada mereka berdua.“Di Bandung. Tapi di Desanya.”“Bandung itu di mana?” tanya Matt lagi.“Di Jawa Barat, tempatnya sejuk. Nanti akan aku ajak kamu ke sana.”“Boleh, kapan?”“Apanya?” Nina tadi yang mengajak Matt ke kampungnya, tapi dia juga yang bingung jika ternyata Matt benar-benar akan datang ke sana. Pasalnya tadi, Nina hanya sekedar berbasa basi.“Ke rumahmu.”“Untuk apa?” tanya Nina.“Bertemu keluargamu.”“Untuk apa?” tanya Nina lagi.“Kamu maunya untuk apa? Melamar?” Matt tersenyum jahil.Sontak Nina terkejut. Seda

  • Penakluk Wanita   Jantung berdegup kencang

    Dinda bersama kedua orang tua dan Kakek Neneknya sedang menikmati makan malam.“Berapa lama kamu di Bali, Din?” tanya Baskoro, Kakek Dinda.“Kalau cepat dua tahun, Opa,” jawab Dinda.“Semoga cepat selesai ya, sayang. Terus kamu visa praktek di sini,” imbuh Risma, Nenek Dinda.“Belum, Oma. Perjalanan Dinda masih jauh kalau ingin praktek. Dinda belum ikut tes Ujian Kompetensi Dokter Indonesia. Setelah mendapatkan itu, baru Dinda bisa praktek dan benar-benar menjadi dokter,” jawab Dinda.“Memang untuk meraih cita-cita itu harus sabar dan penuh perjuangan, Din,” kata Wisnu, Ayah Dinda.Sejak kecil, ia memang ingin sekali menjadi seorang dokter. Dulu, ia sering main dokter-dokteran dengan sang paman dan beberapa kali Tristan meminta di periksa alat vitalnya kala itu. Dinda yang masih kecil pun hanya memegang dan memijat seperti arahan sang paman tanpa mengerti maksudnya.Tak lama

  • Penakluk Wanita   Kekesalan Ardi

    "Matt.” David memeluk tubuh sang adik, saat Matt sudah berada di depan rumah minimalis itu.“Hai, Matt.” Sapa Sari, istri David.“Hai.” Matt memeluk sang kakak dan menyalami istrinya.“Mana keponakanku.”“Uncle.” Melvin dan Quinza berlari ke arah pamannya.Matt langsung membentangkan kedua tangannya dan berjongkok untuk memeluk kedua keponakannya yang ganteng dan cantik itu.Matt mencium Melvin dan bergantian pada Quinza. Matt menggendong anak perempuan sang kakak.“Quinza, makin cantik saja kamu,” kata Matt sembari menciumi wajah anak perempuan David dan Sari.“Stop, jangan kau ciumi terus anak perempuanku. Nanti kau menyukainya,” kata David.“Apa aku gila? Menyukai keponakan sendiri.” Jawab Matt sambil berjalan ke dalam rumah minimalis tapi tetap mewah itu.“Zaman sekarang memang sudah gila, Matt. Bahkan ada ayah yang

  • Penakluk Wanita   Adinda Pratiwi

    Keeseokan harinya, Matt sudah siap untuk berangkat ke Bandara. Ia di antar oleh Mike. Kali ini, ia tak di temani oleh sahabatnya, karena Mike menggantikan dirinya untuk menghandle pekerjaan selama ia pergi ke Jakarta.“Kau langsung akan menikahinya?” tanya Mike.“Kalau itu tidak mungkin Mike. Aku saja tidak tahu apa dia menyukaiku atau tidak,” jawab Matt saat mereka berjalan beriringan dan memasuki bandara I Gusti Ngurah Rai.“Hei tidak biasanya kau pesimis seperti ini. Mana Matthew si penakluk wanita yang aku kenal,” ledek Mike, membuat Matt tertawa.“Mungkin itu berlaku di tempatku.”Mike tertawa. “Jago kandang.”Matt ikut tertawa.“Tapi ku lihat, kau sekarang terlalu pemilih, Bro.” Mike menghentikan kakinya, karena ia hanya bisa mengantar sahabatnya sampai di sini.“Mungkin ini karena aku terlalu terobsesi untuk menggapai cintaku, sehingga aku tida

  • Penakluk Wanita   Nina, I'm coming

    Din, kita jadi ke Mall?” tanya Tasya.“Iya, jadi.” Dinda merapihkan peralatan medisnya, karena waktu bertugas mereka telah selesai.“Bokap lu udah transfer?” tanya Tasya.Lama berteman dengan Tasya membuat logat Jawa Dinda memudar, karena walau mereka tinggal di Surabaya, tetapi mahasiswa yang berasal dari jakarta sangat banyak.“Udah.”Dinda dan Tasya langsung menuju kota sebelum matahari tenggelam. Mereka menaiki taksi setelah berada di jalan raya.“Stop.” Tasya melambaikan tangannya pada mobil berwarna biru itu.Mereka pun membuka pintu mobil dan masuk.“Ke Mall xxx ya pak,” kata Dinda.“Itu di mana ya, Mba? Maaf saya baru ada di Bali, jadi masih belum tau jalan.”Dinda dan Tasya menghelakan nafasnya.“Ya udah, gue buka google map dulu,” kata Dinda. Lalu, mereka jalan.Di dalam mobil, Dinda dan Tasya merasa k

DMCA.com Protection Status