Tiiiinnnn...
BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal nyatanya, pria itu malah memakinya. Tidak peduli jika Alea sedang menahan sakit karena lutut kirinya dalam posisi ditekuk dan terseret saat Radit mendorongnya. Goresan di kulitnya pun menimbulkan noda merah dari darah yang menimbulkan rasa perih di kakinya."Apa kau buta, Haah? Harusnya aku biarkan saja mobil itu menabrakmu. Kau memang selalu menyusahkan!" ucap Radit belum puas memaki wanita itu. Sementara Alea mencoba untuk bangkit."Aaaww..." Alea kembali meringis. Kakinya tak mampu untuk menopang tubuhnya sendiri.Radit mendengkus kesal. Tak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang yang berjalan di trotoar itu, akhirnya ia pun membantu Alea untuk berdiri."Kau benar-benar sangat menyusahkan!"Wanita itu berdiri dengan susah payah. Ia masih meringis menahan sakit. Sementara Radit malah membalikkan tubuhnya setelah membantunya berdiri. Pria itu berjalan mendahului Alea tanpa peduli apakah Alea bisa berjalan atau tidak?Alea merasa kesal. Namun sisi lainnya masih bersyukur karena ia masih diberikan kesempatan untuk hidup. Walaupun hidupnya tetap tidak berguna karena selama tiga bulan mendatang, ia harus mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari suaminya sendiri.Dengan tertatih-tatih, Alea berjalan mengikuti Radit yang berjalan mendahuluinya. Pria itu benar-bener tidak punya perasaan. Seharusnya Radit menuntun Alea karena wanita itu kesulitan berjalan karena lututnya yang terluka.Drrrtttt... Drrrtttt...Radit merogoh saku celana saat merasakan getar ponselnya. Matanya menyipit tatkala melihat siapa yang menghubunginya saat ini.Repleks ia menghentikan langkahnya lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya. Perasaannya mulai tidak enak mendapati penggilan tersebut."Apa? Kok ngedadak sih, Kek? Kan aku bisa jemput." Wajah pria itu terlihat sedikit gelisah."Yasudah kalau begitu. See you, Kek."Raditya mematikan sambungan teleponnya. Ia menyugar wajahnya dengan kasar. Yang menghubunginya tadi adalah Kakeknya yaitu Tuan Wijaya. Pria itu mengabarkan bahwa ia akan datang besok. Pria tua yang sangat berkuasa itu mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Alea, istri dari cucunya.Tuan Wijaya memang belum bertemu dengan Alea. Ia juga tidak hadir dalam pernikahan cucunya tiga hari yang lalu karena sedang ada di Jepang untuk mengurus bisnisnya saat itu."SHIITTT!!! Kenapa sih Kakek harus pulang sekarang?" Pria itu membalikkan tubuhnya. Dengan kesal, ia menghampiri Alea yang tertinggal jauh darinya."Aahh!" Alea terkejut tatkala tangan kekar itu tiba-tiba meraih tubuhnya. Radit mengangkat tubuh Alea, menggendongnya apa bridal style menuju mobilnya terparkir saat ini.Alea yang terkejut dengan perlakuan Radit itu dibuat terpana olehnya. Dalam posisi seperti ini, ia bisa melihat dengan jelas wajah tampan dengan rahang kekar, hidung bangir dan surai legam yang membuatnya terlihat menawan. Meski sangat dingin dan arogan, namun Alea akui jika pria itu sangat berkharisma."Jangan menatapku seperti itu! Dan jangan berpikir kalau aku bisa baik padamu. Aku hanya kesal karena kau sangat lelet!" ucap pria itu tanpa menoleh sama sekali. Mata tajamnya menatap fokus ke jalanan.Alea memalingkan wajahnya. Harusnya ia sudah sudah tahu kalau Radit akan berbicara seperti itu. Pria menyebalkan itu tentu saja tidak mungkin bersikap baik padanya. Alea mulai menyimpulkan jika saat hubungan badan saat itu, Radit dalam pengaruh obat atau minuman keras.'Sabar Alea, sabar. Hanya tiga bulan saja,' batinnya.Keduanya kini sudah berada di dalam mobil. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Radit membawanya meninggalkan area restoran itu.Sepanjang jalan, Alea hanya terdiam sambil sesekali meringis merasakan perih di kakinya. Semakin lama, rasa sakit itu semakin menjadi-jadi."Mau kemana kita, Mas?" tanya Alea saat mobil mewah itu masuk ke sebuah rumah sakit besar."Kau tidak bisa melihat? Ini rumah sakit, bodoh!" jawabnya sarkas."I–iya aku tahu. Tapi mau ngapain, Mas? Apa Mas Radit sakit?" tanya Alea mulai khawatir. Meski pria itu selalu kasar padanya, namun ia sangat cemas jika terjadi sesuatu pada pria itu."Kau pikir kita akan pulang dengan luka di kakimu itu?"Alea membulatkan bibirnya membentuk huruf O. Ia tidak menyangka jika Radit ternyata memperhatikannya."Aku gak apa-apa kok, Mas. Ini hanya luka kecil. Yaah sepertinya ada yang sobek juga sih. Ke klinik biasa juga cukup," ucapnya tidak enak hati. Alea tidak mau jika Radit terus mengatakan bahwa ia sangat merepotkan. Dari pada menolong tapi tidak ikhlas, lebih baik jangan menolong sekalian, ucapnya dalam hati."Jangan banyak komentar. Kau ini benar-benar sangat bawel dan menyebalkan. Sial sekali aku harus menikah denganmu," sindir pria itu lagi sambil memarkirkan mobilnya.Alea menghela nafasnya. Mulai lagi Radit menghina dirinya. Kata-katanya itu pelan namun nyelekit di hati. Kadang Alea merasa bingung. Mengapa Radit tidak mirip dengan ayah maupun ibunya yang ramah dan lembut itu. Radit sangatlah arogan dan angkuh."Cepat keluar! Jangan buang waktuku. Sudah ditolong, merepotkan pula," ujarnya sambil membuka pintu mobil dan meminta Alea keluar.Alea mencebik kesal. Andai pria itu tahu mengapa Alea sampai hampir tertabrak tadi. Gara-gara menangis dan bersedih, ia jadi tidak melihat sekelilingnya. Alea bahkan tak fokus dan tidak mendengar klakson dari mobil-mobil yang melaju cepat saat itu. Dalam pikirannya hanyalah kata-kata kasar dari Radit. Ia hanya berpikir bagaimana caranya agar bisa berpisah dengan cepat dari pria itu tanpa menunggu tiga bulan?"Sus, saya titip wanita ini. Saya keluar sebentar. Jangan sampai dia kabur dari sini," celetuk Radit saat Alea tengah ditangani oleh suster yang tengah membersihkan lukanya."Baik, Pak.""Mas mau kemana?" tanya Alea."Kau tidak usah banyak tanya. Kau istirahat saja disini. Jangan coba kabur apalagi pulang sendirian lagi!" ancam Radit dengan ketus."Masih lama kan, Sus?" tanya Raditya sebelum keluar dari ruang gawat darurat itu."Sekitar empat puluh menitan, Pak. Ada beberapa luka yang perlu dijahit," ucap Suster itu dengan ramah."Hemm.... Mau empat jam pun boleh, Sus. Lebih lama lebih bagus," sahutnya dengan sebelah bibir yang ditarik ke atas. Pria itu menyeringai ke arah Alea yang menatapnya bingung sekaligus kecewa itu.'Ish nyebelin banget sih. Bukannya ditungguin, malah pergi begitu saja,' gerutu Alea saat Radit melengos pergi begitu saja tanpa pamit.Sementara itu, Radit tersenyum lebar tatkala ia sampai di depan pintu ruang VIP itu. Sebenarnya ia sengaja membawa Alea ke rumah sakit yang megah ini. Karena ia ingin bertemu dengan seseorang."Bagaimana kabarmu, Say–"**Bersambung...."Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
"Aaawww! Sakit..."Seorang wanita dengan balutan gaun pengantin berwarna putih gading itu meringis kesakitan dan nampak terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh pria di hadapannya itu.Khawatir merasa kegerahan, Alea hendak membuka tuxedo yang dikenakan oleh pria yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya. Ia kaget dan tidak menyangka jika pria yang selalu terlihat manis dan ramah itu tiba-tiba mendorongnya dengan kasar."Jangan sentuh aku, Wanita sialan! Aku tidak sudi kau sentuh meski seujung kuku," ujar pria itu dengan sarkas.Raditya Abimana, CEO muda sebuah perusahaan properti ternama itu menatap wanita yang tersungkur di lantai dengan bengis. Ia tidak sama sekali iba meski wanita yang terpaksa ia nikahi itu terlihat kesakitan akibat dorongan yang kuat dan kasar tadi."Ke–kenapa, Mas? Kenapa Mas Radit kasar seperti ini?" tanya Alea dengan wajah yang sedikit memucat dan kebingungan atas sikap Raditya yang berubah drastis itu. Sebelumnya Raditya begitu manis dan
"Dari mana saja kamu?!"Alea nampak terkejut ketika mendengar sentakan Nyonya Rahayu pada Radit yang baru saja pulang. Mereka sedang berada di ruang keluarga saat suami yang meninggalkannya semalaman itu masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa permisi.Raditya menghentikan langkahnya. Dengan malas ia menoleh ke arah ibunya yang duduk bersama wanita yang dibencinya itu."Aku lelah. Aku mau istirahat dulu," ucap pria itu dengan ketus dan malas. Ia hendak berjalan kembali menuju kamarnya. Namun ibu kandungnya itu langsung menghardiknya lagi. Nyonya Rahayu bangkit lalu berjalan mendekat ke arah Radit yang bergeming sambil melipat kedua tangannya di dada. Mata yang kemerahan juga bau alkohol menguar menusuk indra penciuman."Kamu mabuk, Hah? Astaga, Radit!!!" Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak menyangka jika anaknya yang begitu penurut itu malah mabuk-mabukan di malam pernikahannya. Alea yang sejak tadi bergeming canggung di dekat sof
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus