Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu.
"Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu meminta untuk belok ke arah kiri. Padahal arah rumah mereka tinggal lurus saja."Kita ke restoran dulu," ucap wanita paruh baya itu dengan bersemangat. Senyum terus terpancar di wajahnya yang awet muda itu."Apa? Restoran? Ckk, kenapa kita gak makan di rumah saja sih, Mah?"Radit kembali menunjukkan wajah yang kesal. Ibunya ini benar-benar menyita waktunya. Mana mungkin Radit bisa menghabiskan waktunya seharian ini, sementara Maura tengah sakit disana.Wajahnya semakin dilipat kesal karena ibunya itu tidak menjawab pertanyaannya. Wanita dengan polesan bibir berwarna merah menyala itu malah terkekeh kecil sambil menatap layar ponselnya. Entah sedang berbalas pesan dengan siapa, yang pasti Radit semakin jenuh dibuatnya.Setengah jam kemudian, mobil mewah berwarna hitam metalik itu berhenti di sebuah restoran mewah. Radit enggan bertanya kembali mengapa ibunya membawanya kemari? Rasa kesal yang menyelimutinya saat ini membuatnya memilih untuk diam. Tidak ada gunanya untuk berdebat ataupun menolak permintaan ibunya yang memintanya untuk makan di restoran ini."Duuh, jas kamu kok kusut begini? Ish, mana kau juga belum mandi sejak dari rumah sakit. Sini Mama olesin parfum lagi." Wanita itu menepuk-nepuk jas anaknya lalu merogoh sesuatu dari dalam tas miliknya. Ia mencari parfum yang selalu dibawanya kemana-mana.Sebenarnya Radit sangatlah harum. Aroma maskulin selalu menyeruak meskipun wajahnya nampak kusut saat ini. Pria itu sangat perfeksionis."Mama apa-apaan sih? Lagipula kita mau ketemu siapa sih, Mah?" tanyanya ketus."Senyum dong. Wajahmu sejak tadi kusut. Yuuk ah, kita masuk!" ajak wanita itu mengalihkan pertanyaan anaknya.Nyonya Rahayu menarik tangan Raditya untuk masuk ke dalam restoran tersebut. Nampak beberapa pelayan langsung menyambut mereka."Selamat datang Nyonya, selamat datang Tuan muda," sapa para pelayan seraya menunduk hormat. Keluarga Abimana ini merupakan pelanggan VIP di restoran ini. Tentu saja para pelayan mengenal dan sangat menghormati tamu istimewa mereka."Malam," jawab Nyonya Rahayu singkat sambil tersenyum ramah."Silahkan Nyonya, Tuan sudah menunggu," ujar salah satu pelayan laki-laki yang menggunakan batik berwarna hijau tosca itu.Nyonya Rahayu mengangguk. Ia mengapit lengan anaknya, setengah memaksa CEO tampan yang sejak tadi terlihat murung itu masuk ke dalam.Mereka telah sampai di lantai tiga. Nyonya Rahayu tersenyum lebar tatkala seseorang melambaikan tangan padanya.Raditya tersenyum kecut. Ternyata ia akan makan malam bersama ayahnya juga. Aneh sekali, padahal biasanya kedua orang tuanya itu sangat sibuk."Good night, Honey. Maaf membuatmu menunggu," ucap Nyonya Rahayu sambil mengecup kedua pipi suaminya.Melihat pemandangan itu, Radit tersenyum singkat. Meskipun hatinya tengah jengkel, namun melihat kemesraan kedua orang tuanya, membuatnya sedikit terharu. Mereka memang sangat romantis, selalu menunjukkan kemesraan dimana pun."Sebaiknya kalian makan malam berdua saja, dari pada aku jadi nyamuk," celetuknya.Tuan Damian dan Nyonya Rahayu mengurai pelukannya dan seketika terkekeh kecil oleh kata-kata dari anak mereka."Hei, My boy. Kau memang akan jadi nyamuk jika sendirian," ucap Tuan Damian seraya mendekat lalu memeluk sang anak."Tapi sayangnya tidak. Karena kita akan double date malam ini," bisik Tuan Damian yang membuat Radit bingung."Double date? Apa maksudnya?" Perasaannya mulai tidak enak.Belum sempat Tuan Damian menjawab, seseorang berjalan anggun ke arah mereka."Ma–maaf, Pah. Aku lama di toiletnya," ucap seseorang itu sambil menundukkan wajahnya. Menyembunyikan rona merah karena malu jika bertatap wajah dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya itu."Dia!!! Ngapain wanita itu disini?!" Radit semakin menunjukkan wajah kesalnya. Ia menatap tajam ke arah wanita yang ia pikir telah menjebaknya sehingga ia mau menggagahinya tanpa sadar."Radit, kamu ini gimana sih? Alea kan istrimu. Kok malah nanya ngapain? Kita mau makan malam bersama dong," ucap Nyonya Rahayu seraya merangkul bahu Alea dan membawanya berjalan mendekat ke arah Raditya."Ta–tapi, Mah....""Jangan tapi-tapian. Kita sudah siapkan meja khusus untuk kalian. Papa dan Mama juga tidak mau diganggu. Jadi kalian jauh-jauh ya."Radit terbelalak. Ia semakin kesal pada kedua orang tuanya. Ia pikir Ibu dan ayahnya ini ingin makan malam bersamanya. Tapi ternyata, mereka merencanakan ini agar ia bisa makan dengan wanita yang dibencinya itu.Nyonya Rahayu mengapit lengan suaminya. Mereka saling berpandangan dan berkedip satu sama lain. Seolah saling mengisyaratkan sesuatu yang membuat Radit semakin curiga pada kedua orang tuanya itu."Bye, sayang. Jangan lupa kamu kasih hadiahnya. Ada di saku jasmu," bisik Nyonya Rahayu sebelum ia meninggalkan sepasang pengantin baru itu dalam kecanggungan.Radit meraba saku jas nya. Matanya membulat, 'sejak kapan perhiasan ini ada dalam jasku?' tanyanya dalam hati.Keduanya masih berdiri terdiam satu sama lain. Radit yang menatap Alea dengan tajam, sementara Alea yang tidak berani untuk mengangkat wajahnya. Antara gugup dan takut bercampur jadi satu."Silahkan Tuan muda dan Nona. Meja anda ada disebelah sana," ucap seorang pelayan dengan ramah. Pelayan wanita itu membawa tamu mereka ke sebuah ruangan out door yang begitu nyaman dan privat. Sepertinya kedua orang tuanya memang sengaja memilih tempat ini khusus untuk mereka dinner romantis berdua.Namun makan malam romantis itu sepertinya hanya angan-angan untuk Alea saja. Sampai mereka sama-sama telah duduk, Radit masih menunjukkan wajah datarnya."Kau pikir dengan makan malam begini, aku akan tertarik padamu? Dasar wanita tidak tahu malu!" Pekik pria itu yang membuat Alea seketika mendongak ke arahnya.Wanita itu lagi-lagi terlihat kecewa. Matanya mengembun seketika. Namun karena kata-kata itu pula, kini Radit dapat menangkap wajah cantik yang sejak tadi terus ditundukkan itu dengan jelas.Deg.Raditya terpukau sejenak. wajah wanita itu tiba-tiba mampu menyihirnya. Seketika amarahnya mengendur. Wajah menawan itu mampu mengembalikan ingatannya tentang kejadian yang ia lakukan setengah sadar. Meski yang terbayang saat itu adalah wajah Maura, namun Radit masih ingat dengan betul lekuk indah yang begitu menggairahkan hasratnya.**Bersambung....'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
"Aaawww! Sakit..."Seorang wanita dengan balutan gaun pengantin berwarna putih gading itu meringis kesakitan dan nampak terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh pria di hadapannya itu.Khawatir merasa kegerahan, Alea hendak membuka tuxedo yang dikenakan oleh pria yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya. Ia kaget dan tidak menyangka jika pria yang selalu terlihat manis dan ramah itu tiba-tiba mendorongnya dengan kasar."Jangan sentuh aku, Wanita sialan! Aku tidak sudi kau sentuh meski seujung kuku," ujar pria itu dengan sarkas.Raditya Abimana, CEO muda sebuah perusahaan properti ternama itu menatap wanita yang tersungkur di lantai dengan bengis. Ia tidak sama sekali iba meski wanita yang terpaksa ia nikahi itu terlihat kesakitan akibat dorongan yang kuat dan kasar tadi."Ke–kenapa, Mas? Kenapa Mas Radit kasar seperti ini?" tanya Alea dengan wajah yang sedikit memucat dan kebingungan atas sikap Raditya yang berubah drastis itu. Sebelumnya Raditya begitu manis dan
"Dari mana saja kamu?!"Alea nampak terkejut ketika mendengar sentakan Nyonya Rahayu pada Radit yang baru saja pulang. Mereka sedang berada di ruang keluarga saat suami yang meninggalkannya semalaman itu masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa permisi.Raditya menghentikan langkahnya. Dengan malas ia menoleh ke arah ibunya yang duduk bersama wanita yang dibencinya itu."Aku lelah. Aku mau istirahat dulu," ucap pria itu dengan ketus dan malas. Ia hendak berjalan kembali menuju kamarnya. Namun ibu kandungnya itu langsung menghardiknya lagi. Nyonya Rahayu bangkit lalu berjalan mendekat ke arah Radit yang bergeming sambil melipat kedua tangannya di dada. Mata yang kemerahan juga bau alkohol menguar menusuk indra penciuman."Kamu mabuk, Hah? Astaga, Radit!!!" Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak menyangka jika anaknya yang begitu penurut itu malah mabuk-mabukan di malam pernikahannya. Alea yang sejak tadi bergeming canggung di dekat sof
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus
Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus