"Dari mana saja kamu?!"
Alea nampak terkejut ketika mendengar sentakan Nyonya Rahayu pada Radit yang baru saja pulang. Mereka sedang berada di ruang keluarga saat suami yang meninggalkannya semalaman itu masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa permisi.Raditya menghentikan langkahnya. Dengan malas ia menoleh ke arah ibunya yang duduk bersama wanita yang dibencinya itu."Aku lelah. Aku mau istirahat dulu," ucap pria itu dengan ketus dan malas. Ia hendak berjalan kembali menuju kamarnya. Namun ibu kandungnya itu langsung menghardiknya lagi.Nyonya Rahayu bangkit lalu berjalan mendekat ke arah Radit yang bergeming sambil melipat kedua tangannya di dada. Mata yang kemerahan juga bau alkohol menguar menusuk indra penciuman."Kamu mabuk, Hah? Astaga, Radit!!!" Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak menyangka jika anaknya yang begitu penurut itu malah mabuk-mabukan di malam pernikahannya.Alea yang sejak tadi bergeming canggung di dekat sofa mulai memberanikan diri untuk mendekat. Ia khawatir jika sampai terjadi pertengkaran antara ibu mertua juga suaminya itu."Mas..." Alea memanggilnya dengan lembut. Ia berjalan mendekati Raditya dan hendak meraih punggung tangannya untuk ia kecup dengan takjim sebagai tanda hormat seorang istri pada suaminya. Namun seketika ekor mata Radit langsung menatap tajam ke arahnya."Stop... Jangan dekat-dekat!!!" sentak Radit. Ia tidak suka jika wanita itu dekat-dekat dengannya. Radit benar-benar membenci Alea. Ia menganggap jika wanita itu adalah biang dari masalahnya . Ia juga menganggap Alea sebagai pengganggu hubungan dirinya dan kekasihnya."Radit! Kamu itu apa-apaan sih? Alea sekarang sudah menjadi istrimu. Kamu ini benar-benar ya! Bisa-bisanya kamu pergi meninggalkan istrimu. Padahal semalam adalah malam pertama kalian," ucap Nyonya Rahayu kembali menasihati anaknya. Ia mulai geram dengan sikap Radit yang menurutnya sudah keterlaluan itu. Padahal sebelumnya Radit terlihat biasa dan baik-baik saja, seolah menerima perjodohan ini dan bersedia meninggalkan kekasihnya."Aku muak. Dia bukan istriku. Sampai kapanpun, aku tidak akan menganggap wanita itu sebagai istri!" tegas Radit sambil menatap tajam dan menunjuk ke arah Alea yang mulai ketakutan mendengar sentakannya."RADITYA!!!""Sudah, Mah. Aku capek!" Tanpa memperdulikan ibunya, Radit pun melangkahkan kakinya meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya."Ckkk... Dasar anak itu. Benar-benar susah sekali dinasehati," ucap Nyonya Rahayu sambil mengelus dadanya sendiri.Sementara itu, Alea hanya menunduk menyembunyikan raut sendunya. Hatinya benar-benar sakit. Radit benar-benar sangat membencinya. Andaikan Nyonya Rahayu dan Tuan Damian tidak memohon padanya untuk sedikit bersabar menghadapi Raditya, mungkin saat ini juga ia memilih untuk mengakhiri pernikahan ini sebelum semuanya terlambat.'Mas Radit sudah menunjukkan sikap tidak sukanya. Padahal semalam dia meminta agar aku menutupi ini semua dan bersandiwara di depan orang tuanya. Tapi nyatanya... Apa sebenci itu kah dia padaku? Ya Tuhan... Aku harus gimana?'Alea bertanya-tanya dalam hati. Tangannya memelintir ujung bajunya, sementara wajahnya masih ia tundukkan. Wanita itu tidak sadar jika Nyonya Rahayu kini tengah memperhatikannya."Alea...?""Eh, i–iya, Mah." Alea mendongak. Ia tidak bisa menyembunyikan raut sedihnya. Apalagi saat ini netranya sudah mengembun. Kata-kata terakhir Raditya yang menegaskan bahwa pria itu tidak akan pernah menganggapnya sebagai seorang istri, membuat hatinya benar-benar tercabik-cabik.Alea berpikir lebih baik tidak punya pasangan daripada menikah namun hanya membawa luka. Dan Alea tidak sepenuhnya menyalahkan Raditya. Ia tahu jika suaminya juga berada dalam keadaan dilema. Pria itu harus menikahi wanita yang tidak dicintainya sementara ia sudah memiliki seorang kekasih."Maafkan Radit ya, Nak. Jangan kamu ambil hati. Dia hanya sedang mabuk," ucap Nyonya Rahayu mencoba menghibur hati menantunya."Iya, Mah. Aku gak apa-apa." Alea tersenyum, menyembunyikan wajah sedihnya."Kalau begitu, kamu tunggu dulu ya. Mama buatkan minuman untuk Radit dulu.""Biar aku saja, Mah," ucap Alea yang merasa tidak enak hati pada ibu mertuanya. Wanita itu benar-benar sangat baik. Alea sudah dianggap anak sendiri olehnya. Kasih sayang dan perhatian dari Nyonya Rahayu maupun Tuan Damian membuatnya tidak bisa menolak keinginan mereka yang memohon agar ia tetap bertahan untuk menjadi bagian dari keluarga besar Abimana."Kamu duduk saja, Sayang. Nanti tugasmu bawakan saja minuman yang Mama buat untuk Radit."Alea melongo. Baru saja dihina oleh suaminya dan sekarang ia harus menghampiri Radit di dalam kamar. Tentu saja Alea masih takut dan khawatir jika akan mendapatkan pengusiran dan kata-kata kasar yang tunjukan padanya lagi."Tapi, Ma, a–aku...""Sudah, jangan khawatir. Cuma bawakan minuman aja kok. Suamimu pasti haus. Barangkali setelah minum minuman segar, moodnya bisa membaik."Alea pun akhirnya mengangguk pasrah. Meskipun ragu, namun ia tidak bisa membantah perintah ibu mertuanya.Tidak butuh waktu lama, segelas jus jeruk segar pun tersaji di atas nampan. Nyonya Rahayu meminta Alea untuk membawa minuman tersebut pada Radit yang kini telah masuk ke dalam kamar.Tok... Tok... Tok.Alea dengan pelan mengetuk pintu kamar. Hatinya benar-benar gelisah. Tatapan tajam dan wajah menyeramkan Radit tadi membuatnya ragu untuk menemuinya.Tidak ada sahutan dari dalam kamar. Alea pun memberanikan diri untuk membuka pintu yang memang tidak dikunci itu. Ia pikir ini juga adalah kamarnya. Dia bisa beralasan untuk mengambil pakaian atau barangnya yang tertinggal jika Radit nanti marah padanya.Ceklekk."Permisi, Mas..." Dengan suara pelan dan lembut, Alea memanggil suaminya. Ia berjalan perlahan masuk ke dalam kamar. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat seseorang yang dicarinya itu duduk dengan kaki yang di selonjorkan di sofa. Sebelah tangan pria itu memijat kening. Andaikan Radit bisa sedikit lembut padanya, Alea tentu dengan senang hati mau memijatnya saat ini."Mas... Ini aku bawakan minuman segar. Ini buatan Mama, katanya Mas paling suka min–""Taruh saja di situ," ucap Radit memotong ucapan istrinya. Mata pria itu masih terpejam dengan sebelah tangan yang terus memijat kening.Alea menaruh meminum tersebut di atas meja sambil terus memperhatikan suaminya. Ada rasa iba meskipun Radit kerap kali bersikap kasar padanya.'Ini semua pasti sangat berat untuk Mas Radit,' batin Alea sambil terus menatapnya dengan dalam."Ngapain kamu menatapku seperti itu?"Alea tersentak. Ternyata Radit tahu jika ia tengah memperhatikannya."Eh, eng–enggak kok, Mas. Kalau begitu aku pergi dulu. Ehm... Apa mas butuh sesuatu?" tanya Alea salah tingkah sekaligus ketakutan mendapatkan tatapan elang dari suaminya itu.Radit tidak menjawab. Ia meraih gelas berisi jus jeruk yang memang sangat ia sukai itu. Kebetulan sekali tenggorokannya terasa panas dan kering saat ini. Dengan sekali tegukan, Radit menegak minuman tersebut hingga tandas.Alea sangat gugup dan tidak tahu harus ngapain? Radit hanya diam setelahnya. Bahkan saat ia meminta ijin untuk keluar kamar pun, pria itu hanya diam tanpa ekspresi.Wanita itu masih berdiri sambil menundukkan kepalanya. Sesekali ia melirik Radit yang duduk bersandar pada sofa sambil memejamkan mata. Alea berpikir ia akan keluar setelah pria itu benar-benar tertidur.Namun hal yang tidak terduga terjadi. Alea berpikir setelah lima belas menit ia berdiri, Radit sudah tertidur. Tapi ternyata, saat ia hendak melangkahkan kakinya, suara bariton itu terdengar dan mengejutkannya.Alea kaget bukan karena bentakan dari suaminya, namun suara dan tatapan lembut saat pria itu perlahan membuka matanya."Honey, kemari lah!"**Bersambung...'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus