"Aaawww! Sakit..."
Seorang wanita dengan balutan gaun pengantin berwarna putih gading itu meringis kesakitan dan nampak terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh pria di hadapannya itu.Khawatir merasa kegerahan, Alea hendak membuka tuxedo yang dikenakan oleh pria yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya. Ia kaget dan tidak menyangka jika pria yang selalu terlihat manis dan ramah itu tiba-tiba mendorongnya dengan kasar."Jangan sentuh aku, Wanita sialan! Aku tidak sudi kau sentuh meski seujung kuku," ujar pria itu dengan sarkas.Raditya Abimana, CEO muda sebuah perusahaan properti ternama itu menatap wanita yang tersungkur di lantai dengan bengis. Ia tidak sama sekali iba meski wanita yang terpaksa ia nikahi itu terlihat kesakitan akibat dorongan yang kuat dan kasar tadi."Ke–kenapa, Mas? Kenapa Mas Radit kasar seperti ini?" tanya Alea dengan wajah yang sedikit memucat dan kebingungan atas sikap Raditya yang berubah drastis itu. Sebelumnya Raditya begitu manis dan romantis. Jemari pria itu bahkan terus menggenggam jemarinya selama resepsi berlangsung. Membuat Alea tersipu malu dan berbunga-bunga di hari pernikahannya ini."Kenapa? Kau tanya kenapa? Ciihh.... Dasar wanita bodoh! Tak tahu malu! Kau pikir aku mau begitu saja menerimamu sebagai istriku?!"Alea yang kini sudah bangkit dari posisi tersungkurnya tadi menatap bingung pada suaminya. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak kuasa menahan sesak akibat bentakan dan kata-kata sarkas yang terlontar dari mulut suaminya itu."Ja–jadi Mas terpaksa menikahiku? Lalu mengapa sikap Mas Radit begitu lembut dan manis? Mengapa Mas tidak menolak saja perjodohan ini?" tanya Alea dengan bibir yang bergetar. Bulir bening itu mulai berjatuhan membasahi pipinya yang putih dan mulus.Radit mendengkus kesal. Ia memalingkan wajahnya, tidak ingin menatap wanita yang saat ini sangat ia benci."Kau pikir aku mau kehilangan kemewahan dan jabatanku hanya karena gadis pecundang sepertimu?! Asal kau tahu, Mama dan Papa mengancamku untuk mau menikah denganmu. Padahal mereka tahu jika aku sudah punya seorang kekasih!" tegas pria itu dengan nafas yang memburu.Raditya mulai meluapkan kekesalan yang ia pendam satu bulan terakhir ketika kedua orang tuanya memintanya untuk menikahi gadis yang tentu saja belum Radit kenal sebelumnya.Alea tercengang. Ia mengusap pipinya yang basah menggunakan punggung tangannya. Rasa kecewa dan sakit hati akibat perlakuan dan kata-kata kasar tadi berubah menjadi rasa bersalah yang besar. Ternyata dibalik pernikahan ini, Raditya harus menerimanya dengan terpaksa."Ma–maafkan aku, Mas. Aku tidak tahu jika sebelumnya Mas sudah punya...""Shiittttt!!! Tidak usah banyak omong! Kau minta maaf pun tidak ada gunanya. Orang tuaku tetap menginginkan pernikahan ini. Kehadiranmu benar-benar sebuah bencana untukku!" tegasnya lagi dengan sarkas.Alea hanya mampu menundukkan kepalanya. Antara bingung dan juga sakit hati. Namun ia bisa apa? Pernikahan ini sudah terjadi. Ia juga tidak ingin mengecewakan Tuan Damian dan Nyonya Rahayu yang begitu baik seperti orang tua kandungnya sendiri."Aaarghhh...!!!"Raditya menyugar rambutnya dengan kasar. Ia berteriak frustasi. Di hari pernikahannya ini, ada seseorang yang tengah menantinya dan sangat bersedih. Wanita itu adalah Maura, kekasih hati yang sangat ia sayangi. Namun entah mengapa, orang tuanya tidak pernah mau merestui mereka?"Kau adalah benalu! Kau perusak hubungan asmaraku dengan kekasihku. Secepatnya, aku akan menceraikanmu!" tegas Raditya yang membuat Alea langsung mendongak karena terkejut."Mas... Jangan! Tolong beri aku kesempatan. Aku tidak ingin mengecewakan Mama dan Papa. Mereka sangat menginginkan pernikahan kita. Aku tidak bisa membalas kebaikan mereka selain ini, Mas. Please..."Alea langsung berlutut di hadapan suaminya. Ia memegang kaki Raditya dan memohon dengan sangat pada pria itu. Bukan karena rasa suka dan tidak ingin kehilangan, hanya saja ia tidak ingin melukai perasaan ibu dan ayah mertuanya yang begitu baik itu. Mereka telah banyak berjasa dalam hidupnya. Hanya pernikahan ini yang mereka inginkan dan Alea ingin mewujudkannya sebagai balas budi.BRUK!Satu tendangan dan dorongan kembali ia lakukan hingga membuat wanita itu terjengkang. Punggung Alea terbentur ujung meja hingga membuatnya kembali meringis kesakitan."Aawwww! Aaah, sakiiit!"Sambil mengelus punggungnya sendiri, Alea meringis dan menangis menahan rasa sakit dan ngilu yang mendera. Raditya benar-benar sangat kasar."Aku sudah peringatan padamu agar tidak menyentuhku meski seujung kuku!" tegas pria itu tanpa rasa iba sama sekali."Aku tahu apa alasanmu tidak ingin aku ceraikan? Kau hanya ingin harta keluargaku 'kan? Wanita matre sepertimu hanya akan menjadi benalu." Raditya menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. Menatap angkuh pada Alea yang riasan wajahnya kini mulai luntur akibat air mata yang terus berderai tanpa henti. Rasanya sungguh sakit. Pria itu sangat kejam dan tidak punya perasaan.Alea mencoba untuk bangkit meski rasa sakit masih mendera. Ia mengusap kembali air matanya. Dirinya tidak boleh terlihat lemah. Ia tidak mau jika harga dirinya diinjak-injak seperti ini."Oke kalau begitu. Ceraikan aku, Mas. Ceraikan aku sekarang juga jika kau mau melihat Papa sakit. Bukankah kau tahu jika darah tinggi Papa sering kambuh?!" Alea memberanikan diri membalas tatapan tajam suaminya. Ia juga sedikit menaikkan nada bicaranya."Dasar licik! Kau benar-benar licik, wanita sialan!" Kedua tangan Raditya terkepal kuat. Mata melotot dan nafasnya memburu membuat Alea ketakutan. Ia takut jika pria itu kalap dan akan melukai fisiknya. Tentu saja dalam hal ini Alea tidak mampu untuk melawan.Namun tanpa diduga, Raditya malah membalikkan tubuhnya. Meski sangat ingin menghabisi wanita yang ia anggap pengganggu itu, namun tentu saja ia tidak ingin gegabah. Karena jika sampai wanita itu terluka apalagi mati, tentu saja kedua orang tuanya akan murka. Mereka sepertinya lebih menyayangi Alea dari pada anak kandung mereka sendiri."Tiga bulan. Hanya tiga bulan masa pernikahan kita. Dan selama tiga bulan itu jangan kau dekati aku!" tegasnya tanpa menoleh sama sekali.Raditya berjalan menuju pintu kamar mereka. Namun belum sempat ia membuka pintu, pria itu kembali mengancam Alea."Bersandiwara lah! Buatlah Mama dan Papa percaya jika aku adalah suami yang baik. Sampai tiga bulan tiba, jangan mengusik hidupku, Dasar benalu!" ujar Raditya mengucapkan kembali kata-kata pedasnya sebelum akhirnya ia keluar dari kamar itu, meninggalkan Alea yang mematung sambil mengelus dadanya yang terasa sesak.**Bersambung..."Dari mana saja kamu?!"Alea nampak terkejut ketika mendengar sentakan Nyonya Rahayu pada Radit yang baru saja pulang. Mereka sedang berada di ruang keluarga saat suami yang meninggalkannya semalaman itu masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa permisi.Raditya menghentikan langkahnya. Dengan malas ia menoleh ke arah ibunya yang duduk bersama wanita yang dibencinya itu."Aku lelah. Aku mau istirahat dulu," ucap pria itu dengan ketus dan malas. Ia hendak berjalan kembali menuju kamarnya. Namun ibu kandungnya itu langsung menghardiknya lagi. Nyonya Rahayu bangkit lalu berjalan mendekat ke arah Radit yang bergeming sambil melipat kedua tangannya di dada. Mata yang kemerahan juga bau alkohol menguar menusuk indra penciuman."Kamu mabuk, Hah? Astaga, Radit!!!" Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak menyangka jika anaknya yang begitu penurut itu malah mabuk-mabukan di malam pernikahannya. Alea yang sejak tadi bergeming canggung di dekat sof
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi
"Ma–mama?!"Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya. "Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya. "Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura."Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!""Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan p
"Kamu jaga dia sebentar! Saya kesana sekarang."Ekspresi penuh amarah itu kini berubah menjadi sendu dan panik. Raditya baru saja mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kekasihnya dilarikan ke rumah sakit saat ini.Tanpa menunda waktu, pria itu segera bangkit dari tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu. Hal itu tentu saja membuat Alea terkejut karena tubuhnya kini terekspos jelas. Wanita itu kelabakan mencari penutup tubuh. Wajahnya memerah apalagi Radit malah menatapnya dengan begitu tajam saat ini.Mata pria itu memicing ke arah noda merah pada sprei putih di kasur tersebut.'Ckkk, sial! Ternyata dia masih perawan,' gumam pria itu seraya melengos tak memperdulikan wanita yang ia pikir sudah menjebaknya itu. Radit tidak ingin lama-lama ada di kamar ini. Karena jujur saja, tubuh Alea memang sempurna dan menggairahkan. Ia tidak mau sampai tergoda oleh wanita itu.Selagi Radit masuk kamar mandi dan membersihkan diri, Alea sibuk memungu
'A–apa aku tidak salah dengar?'Alea masih bergeming. Dia pikir tadi hanya salah dengar saja. Mana mungkin Radit yang arogan itu memanggilnya dengan panggilan sayang.Namun keraguannya terpatahkan saat Radit kembali memanggilnya. Pria itu tersenyum manis dan matanya menatap lembut ke arah Alea yang masih kebingungan."Sayang, kenapa berdiri terus disana? Kemari lah!" Alea yang shock dan kebingungan itu akhirnya berjalan ragu mendekat ke arah suaminya. Ia tidak tahu mengapa Radit tiba-tiba berubah lembut seperti ini? Apakah dia hanya ingin mengerjainya saja?Wanita itu dengan ragu duduk disebelah suaminya yang kini tangannya direntangkan. Alea semakin kaget tatkala Radit langsung memeluknya dengan erat."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu seraya mengusap punggung Alea dengan lembut. Rambut panjang Alea ia singkap dan ia hirup area leher wanita itu hingga Alea bisa merasakan hembusan hangat dari nafas suaminya.Tentu saja Alea merasa gugup dan tegang. Ia bingung sekaligus