“Selamat datang, selamat berbelanja …,” “Chel, tolong dong, ambilkan plastik lagi di gudang …,” “Ah, baik, totalnya Dua ratus lima puluh Dollar, ya ….”Pukul satu lewat lima belas siang. Terlihat di toko tempat Chelsea dan Fanny bekerja sedang ramai akan pengunjung. Tak biasanya toko itu bisa seramai saat itu. Fanny dan rekan kerja yang lain sedang sibuk melayani pengunjung di meja kasir. Chelsea ikut membantu dengan beberapa kali berjalan ke gudang dan kembali ke meja kasir sesuai arahan Fanny, setelah itu kembali memeriksa ulang barang kosong di Rak barang. “Hmm …, maaf, shampo ini bisa untuk Pria ngga?” “Ah, bisa-bisa, tapi saya lebih merekomendasikan shampoo yang ada di sebelah sana. Ah, coba tanya teman saya yang ada disana ya, terima kasih,” “M
“Yah sudah, Tuan, minuman di mesin pendingin ini berkisar Lima sampai Dua puluh Dollar saja kok. Pilih saja minuman yang anda ingingkan, nanti akan saya periksa di meja Kasir ya,” lanjut Fanny. “Baik, terima kasih banyak ya,” “I-iya, Tuan ….”Sejak awal, Pria itu sudah berdiri di depan mesin pendingin minuman sampai para Pengunjung sudah tidak ada di toko hanya karena daftar harga di setiap minuman tidak ada. Orang dengan setelan Jas mahal mana yang melakukan hal yang sangat aneh seperti itu. Begitulah pikir Fanny sambil berjalan ke meja Kasir. “Eh, gimana, Fann?” tanya Chelsea dengan nada bicara sedikit berbisik. “Alasan dia berdiri disitu sejak dari tadi karena daftar harga minuman di mesin pendingin itu nggak ada. Aneh banget ‘kan!?” kata Fanny, berbisik. “Lah!? Aneh bang
“Setelah ini kamu kemana, Ngel?” “Shruppp … ck! Ah … hmm, belum tahu. Sepertinya aku masih ingin berkeliling,” “Hmm, kita jalan yuk?”Pukul dua siang. Angel dan Michael telah menyelesaikan makan siang mereka. Seorang Pelayan Cafe menghampiri mereka, mengangkat piring bekas makan Angel dan Michale, lalu membersihkannya sedikit, lalu pergi. “Jalan? Kemana?” tanya Angel sambil menikmati minumannya. “Kemana ya? Hmm, kamu mau kemana? Mungkin ada tempat yang ingin kamu datangi?” tanya balik Michael. “Hmm …, nanti saja deh. Aku lagi males keluar dan … hmm, bukan males sih, lebih pengin sendiri dulu,” kata Angel. “Oh, begitu … yah sudah kalau begitu. Hmm, ah, kamu mau pesan makanan lagi, nggak? Kalau mau, biar saya yang akan memesannya,” kata Michael. “Shruppp ….” Angel diam sejenak sembari menikmati segelas minumannya. “Nggak deh, perutku sudah kenyang,” kata Angel.Michael mengangguk pelan, mengiyakan perkataan Angel. Setelah itu, suasana menjadi hening d
Mendengar perkataan Joe, Tuan Faena dan Nyonya Faena seketika terkejut setengah mati. Diam – diam, sebenarnya mereka memiliki rencana untuk mencari seseorang yang mereka bicarakan itu. Mereka berniat untuk mengajaknya bekerja sama. “Bahkan, bukan hanya mengenalnya, tapi sangat – sangat mengenalnya, hehe …,” lanjut Joe sambil tertawa sinis menatap Tuan Faena. “S – serius kamu!?” tanya Tuan Faena panik. “Ya, saya serius. Kalau mau, saya bisa saja langsung mengajaknya bekerja sama untuk berbisnis … eh, bukannya sudah ya? Hmm …,” kata Joe, sambil tersenyum dan mengelus-elus dagunya. “A-apa!?” ‘Gila! Secepat ini!? Aku sudah bersusah payah mencarinya dan sampai sekarang, masih belum menemukannya, tapi … dia sudah berhasil mengajaknya bekerja sama!?’ “Siapa orang itu!? Dimana dia?” tanya Tuan Faena, bersemangat. “Hmm? Kalau pun saya beritahu, Anak itu mungkin tidak ingin bertemu dengan anda, apalagi sampai bekerja sama, hahaha. Anda tahu keluarga Rochefeller,
Brum … brum …Ditengah perjalanan, Angel berpikir untuk berkeliling lagi sampai dirinya lelah dan setelah itu pulang ke rumah. Akan tetapi, saat dia berpikir untuk yang kedua kali, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah saja. “Eh, ke Toko Fanny dan Chelsea kayaknya enak nih?” Sesampainya di perempatan jalan, lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Perempatan itu adalah jalan menuju ke rumahnya kalau Angel mengambil jalur sebelah kanan. Kalau dia mengambil jalur lurus ke depan, dia akan tiba di Kampusnya. Untuk jalur ke sebelah kiri, disana menuju kearah Pantai. “Iya, ya? Toko mereka aja kali, ya? Beli minuman, terus berbicara sebentar, lalu pulang … iya ‘kan? Iya deh,” kata Angel pada dirinya sendiri, sambil menunggu lampu lalu lintas.Angel pun akhirnya memutuskan untuk mampir ke Toko, tempat Fanny dan Chelsea bekerja sebelum pulang ke rumah. Beberapa saat kemudian, lampu lalu lintas berubah menjadi Hijau. Angel pun langsung memasukkan persneling dan langsung meng
Mendengar itu, Angel terdiam sejenak sambil memutar pikirannya, mengingat semua orang yang pernah dia temui dan mencocokkannya dengan semua ciri-ciri yang diberikan oleh rekan kerja Fanny dan Fanny. Dia sempat berpikir kalau orang itu adalah Tuan Faena. “Hmm …, wajah Pria itu gimana? Rada tua atau gimana?” tanya Angel. “Nggak kayaknya ya? Pria itu masih muda sih … ya kalau bisa dibilang, seumuran Samuel lah, Ngel,” jawab Fanny. “Iya, kayaknya seumuran Samuel. Kalau seumuran Joe, hmm …, Joe ‘kan lebih tua sedikit dari Samuel ya, hehe …,” sahut Chelsea. “Hmm ….” Angel kembali terdiam sambil mengelus – elus dagunya. Dia pun mengambil botol minumannya dan meminumnya sambil terus memutar pikirannya, berusaha mencari tahu tentang siapa Pria itu. ‘Berarti bukan Tuan Faena, ya? Secara, mereka bilang kalau Pria itu masih terlihat muda. Apa mungkin si William? Nggak mungkin sih. Kalau itu dia, nggak mungkin mereka nggak kenal ‘kan? Terus siapa dong?’ bisik Angel dalam hat
Ditengah pembicaraan perencanaan mereka untuk bersenang-senang malam nanti setelah selesai bekerja, salah seorang rekan yang membantu Fanny di meja Kasir tiba-tiba nyeletuk. “Kamu mau ikut?” tanya Fanny. “Hehe, i – iya … sudah lama juga aku nggak pergi keluar. Boleh nggak kalau aku ikut?”Fanny, Angel dan Chelsea langsung saling menatap satu sama lain. Pekerja yang lain juga langsung menatap kearah Wanita itu, karena terkejut mendengarnya. “Kamu serius, Emma? K – kamu nggak tahu Angel siapa?” tanya salah seorang rekan yang membantu Chelsea dengan nada bicara berbisik. “Hmm?” “Eh, kamu tahu … dia itu anak dari keluarga kaya loh … dia juga menjadi salah satu Mahasiswa yang menjadi sorotan di Kampus yang ada di seberang itu. Kamu tahu itu Kampus
Chelsea langsung pergi meninggalkan Fanny, Emma dan yang lain di meja Kasir, karena pusing dengan pembahasan saat itu. Dia juga mau mengemas tas nya karena pekerjaan mereka telah selesai dan sudah saatnya pulang. Beberapa menit kemudian, Angel pun tiba di rumahnya. Dia pun langsung masuk ke dalam. Terlihat, Davin dan Samuel masih berada di ruang tamu, ditambah Joe juga sudah berada disana. “Aku, pulang … eh, Joe, sudah pulang?” tanya Angel, sambil berjalan menuju ruang tamu. “Sudah, Nona. Baru beberapa menit yang lalu sebelum anda pulang,” jawab Joe, sambil bermain ponsel, duduk di sofa. “Oh. Terus … bagaimana? Sudah selesai, ‘kan?” tanya Angel, mendudukkan tubuhnya di sofa, tepat di samping Samuel yang sedang terbaring tidur. “Sudah, Nona. Ada sedikit yang ingin saya bahas, Nona. Jadi …,”