“Yah sudah, Tuan, minuman di mesin pendingin ini berkisar Lima sampai Dua puluh Dollar saja kok. Pilih saja minuman yang anda ingingkan, nanti akan saya periksa di meja Kasir ya,” lanjut Fanny.
“Baik, terima kasih banyak ya,” “I-iya, Tuan ….”Sejak awal, Pria itu sudah berdiri di depan mesin pendingin minuman sampai para Pengunjung sudah tidak ada di toko hanya karena daftar harga di setiap minuman tidak ada. Orang dengan setelan Jas mahal mana yang melakukan hal yang sangat aneh seperti itu. Begitulah pikir Fanny sambil berjalan ke meja Kasir.
“Eh, gimana, Fann?” tanya Chelsea dengan nada bicara sedikit berbisik.
“Alasan dia berdiri disitu sejak dari tadi karena daftar harga minuman di mesin pendingin itu nggak ada. Aneh banget ‘kan!?” kata Fanny, berbisik. “Lah!? Aneh bang“Setelah ini kamu kemana, Ngel?” “Shruppp … ck! Ah … hmm, belum tahu. Sepertinya aku masih ingin berkeliling,” “Hmm, kita jalan yuk?”Pukul dua siang. Angel dan Michael telah menyelesaikan makan siang mereka. Seorang Pelayan Cafe menghampiri mereka, mengangkat piring bekas makan Angel dan Michale, lalu membersihkannya sedikit, lalu pergi. “Jalan? Kemana?” tanya Angel sambil menikmati minumannya. “Kemana ya? Hmm, kamu mau kemana? Mungkin ada tempat yang ingin kamu datangi?” tanya balik Michael. “Hmm …, nanti saja deh. Aku lagi males keluar dan … hmm, bukan males sih, lebih pengin sendiri dulu,” kata Angel. “Oh, begitu … yah sudah kalau begitu. Hmm, ah, kamu mau pesan makanan lagi, nggak? Kalau mau, biar saya yang akan memesannya,” kata Michael. “Shruppp ….” Angel diam sejenak sembari menikmati segelas minumannya. “Nggak deh, perutku sudah kenyang,” kata Angel.Michael mengangguk pelan, mengiyakan perkataan Angel. Setelah itu, suasana menjadi hening d
Mendengar perkataan Joe, Tuan Faena dan Nyonya Faena seketika terkejut setengah mati. Diam – diam, sebenarnya mereka memiliki rencana untuk mencari seseorang yang mereka bicarakan itu. Mereka berniat untuk mengajaknya bekerja sama. “Bahkan, bukan hanya mengenalnya, tapi sangat – sangat mengenalnya, hehe …,” lanjut Joe sambil tertawa sinis menatap Tuan Faena. “S – serius kamu!?” tanya Tuan Faena panik. “Ya, saya serius. Kalau mau, saya bisa saja langsung mengajaknya bekerja sama untuk berbisnis … eh, bukannya sudah ya? Hmm …,” kata Joe, sambil tersenyum dan mengelus-elus dagunya. “A-apa!?” ‘Gila! Secepat ini!? Aku sudah bersusah payah mencarinya dan sampai sekarang, masih belum menemukannya, tapi … dia sudah berhasil mengajaknya bekerja sama!?’ “Siapa orang itu!? Dimana dia?” tanya Tuan Faena, bersemangat. “Hmm? Kalau pun saya beritahu, Anak itu mungkin tidak ingin bertemu dengan anda, apalagi sampai bekerja sama, hahaha. Anda tahu keluarga Rochefeller,
Brum … brum …Ditengah perjalanan, Angel berpikir untuk berkeliling lagi sampai dirinya lelah dan setelah itu pulang ke rumah. Akan tetapi, saat dia berpikir untuk yang kedua kali, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah saja. “Eh, ke Toko Fanny dan Chelsea kayaknya enak nih?” Sesampainya di perempatan jalan, lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Perempatan itu adalah jalan menuju ke rumahnya kalau Angel mengambil jalur sebelah kanan. Kalau dia mengambil jalur lurus ke depan, dia akan tiba di Kampusnya. Untuk jalur ke sebelah kiri, disana menuju kearah Pantai. “Iya, ya? Toko mereka aja kali, ya? Beli minuman, terus berbicara sebentar, lalu pulang … iya ‘kan? Iya deh,” kata Angel pada dirinya sendiri, sambil menunggu lampu lalu lintas.Angel pun akhirnya memutuskan untuk mampir ke Toko, tempat Fanny dan Chelsea bekerja sebelum pulang ke rumah. Beberapa saat kemudian, lampu lalu lintas berubah menjadi Hijau. Angel pun langsung memasukkan persneling dan langsung meng
Mendengar itu, Angel terdiam sejenak sambil memutar pikirannya, mengingat semua orang yang pernah dia temui dan mencocokkannya dengan semua ciri-ciri yang diberikan oleh rekan kerja Fanny dan Fanny. Dia sempat berpikir kalau orang itu adalah Tuan Faena. “Hmm …, wajah Pria itu gimana? Rada tua atau gimana?” tanya Angel. “Nggak kayaknya ya? Pria itu masih muda sih … ya kalau bisa dibilang, seumuran Samuel lah, Ngel,” jawab Fanny. “Iya, kayaknya seumuran Samuel. Kalau seumuran Joe, hmm …, Joe ‘kan lebih tua sedikit dari Samuel ya, hehe …,” sahut Chelsea. “Hmm ….” Angel kembali terdiam sambil mengelus – elus dagunya. Dia pun mengambil botol minumannya dan meminumnya sambil terus memutar pikirannya, berusaha mencari tahu tentang siapa Pria itu. ‘Berarti bukan Tuan Faena, ya? Secara, mereka bilang kalau Pria itu masih terlihat muda. Apa mungkin si William? Nggak mungkin sih. Kalau itu dia, nggak mungkin mereka nggak kenal ‘kan? Terus siapa dong?’ bisik Angel dalam hat
Ditengah pembicaraan perencanaan mereka untuk bersenang-senang malam nanti setelah selesai bekerja, salah seorang rekan yang membantu Fanny di meja Kasir tiba-tiba nyeletuk. “Kamu mau ikut?” tanya Fanny. “Hehe, i – iya … sudah lama juga aku nggak pergi keluar. Boleh nggak kalau aku ikut?”Fanny, Angel dan Chelsea langsung saling menatap satu sama lain. Pekerja yang lain juga langsung menatap kearah Wanita itu, karena terkejut mendengarnya. “Kamu serius, Emma? K – kamu nggak tahu Angel siapa?” tanya salah seorang rekan yang membantu Chelsea dengan nada bicara berbisik. “Hmm?” “Eh, kamu tahu … dia itu anak dari keluarga kaya loh … dia juga menjadi salah satu Mahasiswa yang menjadi sorotan di Kampus yang ada di seberang itu. Kamu tahu itu Kampus
Chelsea langsung pergi meninggalkan Fanny, Emma dan yang lain di meja Kasir, karena pusing dengan pembahasan saat itu. Dia juga mau mengemas tas nya karena pekerjaan mereka telah selesai dan sudah saatnya pulang. Beberapa menit kemudian, Angel pun tiba di rumahnya. Dia pun langsung masuk ke dalam. Terlihat, Davin dan Samuel masih berada di ruang tamu, ditambah Joe juga sudah berada disana. “Aku, pulang … eh, Joe, sudah pulang?” tanya Angel, sambil berjalan menuju ruang tamu. “Sudah, Nona. Baru beberapa menit yang lalu sebelum anda pulang,” jawab Joe, sambil bermain ponsel, duduk di sofa. “Oh. Terus … bagaimana? Sudah selesai, ‘kan?” tanya Angel, mendudukkan tubuhnya di sofa, tepat di samping Samuel yang sedang terbaring tidur. “Sudah, Nona. Ada sedikit yang ingin saya bahas, Nona. Jadi …,”
“Ada apa, Chel?” “Itu dia si Pria Aneh yang tadi!” “Pria Aneh? Siapa?”Bersamaan dengan Angel dan yang lain ingin pergi ke Toko Laundry menjemputnya, Cassey telah selesai bekerja. Dia pun langsung keluar dari Toko Laundry dan langsung menghampir Angel dan Chelsea yang tengah menunggu Fanny menutup Toko. Melihat Chelsea berteriak sambil melihat ke seberang jalan, Cassey pun merasa penasaran dan dia langsung menoleh kearah yang dituju oleh Chelsea. “Eh, itu ‘kan Camille dan teman-temannya, Chel. Terus, Pria Aneh-nya mana?” tanya Cassey. “Itu di dalam mobil … eh!?”Sesaat setelah mendengar perkataan Cassey, Chelsea seketika terkejut. Dia langsung melihat kearah Tiga orang Wanita yang ada di dekat mobil yang tengah berhenti di tepi jalan itu. “Benar juga. Ngapain si Camille dan teman-temannya bersama dengan si Pria Aneh itu, ya?” lanjutnya, bertanya. “Mana sih, Chel, Pria Aneh mana sih!?” kesal Cassey, bertanya pada Chelsea. Seeet! “Itu loh, Cass, itu!
“Yaps! Tadi Kakak berniat, mencari Nona Angel ini. Kabarnya, Nona Angel kuliah di Kampus ini. Nah, Kakak melihat Toko disana. Yah sudah, Kakak mampir sebentar untuk membeli minuman. Begitu, Lily …,” jelas Alan. “Lily!? Pffftt … hahaha … ah, iya, Lily, Kakak-mu yang aneh ini sempat mampir ke Toko kami, nah disana lah ke-anehan dia terjadi, hahaha … begitu, Lily,” kata Chelsea dengan nada bicara mengejek sambil tertawa. “Eh, mulut kamu dijaga ya, Chel!” bentak Sherly. “Hahaha … apa? Kenapa, hah? Hahaha, lily …,” kata Chelsea, masih terlihat mengejek. “Eh, husshh! Hmm …, memangnya ada keperluan apa kamu mencari saya?” tanya Angel pada Alan. “Hmm? Oh, itu, Nona, saya ….” Alan langsung menghentikan perkataannya. Dia menyadari kalau saat itu masih ada Sherly dan teman-temannya, lalu ada teman-teman Angel juga. “Ah, ha – ha – ha … itu, hmm …, mungkin bicaranya tidak disini,” lanjut Alan. “Hmm? Kenapa?” tanya Angel sambil mengerutkan keningnya. “Menyangkut s
Angel, Fanny, Chelsea, kedua Pekerja Toko menatap kearah salah seorang rekan Chelsea yang tengah sibuk membungkam mulut Emma yang sejak dari tadi selalu memotong perkataan Angel. “Hadehhh ….” Angel menggelengkan kepala sambil menghela napas. “Oke, jadi ….”Angel melanjutkan perkataannya dengan menceritakan apa yang sudah terjadi saat Angel pergi bersama dengan Joe ke sebuah Cafe. Dia juga menceritakan kalau sebelum itu, dia dan Joe menemui Alan di Cafe itu. “Apa?! Pria yang menggoda Emma saat kita tiba di depan Club malam kemarin, Ngel?!” tanya Fanny, terkejut. “Iya, Fann! Parahnya lagi, mereka berdua membawa satu orang temannya dengan tubuh yang … wah, tinggi dan kekar! Kalian tahu Joe setinggi apa, ‘kan? Nah, Pria bertubuh kekar itu bahkan jauh lebih tinggi,” jelas Angel. “Terus – terus?!” sahut Chelsea penasaran. “Hup! Hup!” Plak! “Ouchh! Sakit, Emma!” “Hufffttt … huh! Makanya jangan menutup mulutku! Apa tadi, Ngel? Pria yang kemarin kamu dan … h
Tok … tok … tok …Setelah kejadian yang tak terduga di Cafe, Angel langsung pergi menggunakan mobil milik Joe. Sebenarnya Angel tidak melarikan diri karena sudah memukul dua orang Pria yang tiba-tiba mengganggu-nya dan teman-temannya, akan tetapi alasan dia langsung pergi meninggalkan Cafe karena seluruh mata para pengunjung sudah tertuju padanya saat itu. Dia tidak ingin karena kejadian itu, namanya beserta keluarganya menjadi rusak. Begitulah yang sedang dipikirkan Angel saat itu. “Hmm … ah, hmm … apa ya? Hmm ….”Sembari mengemudikan mobil dan berpikir, Angel mengetuk jari telunjuknya beberapa kali ke stir mobil. “Jadi …, kenapa aku langsung pergi ya?”Terlihat, dia berbicara kepada dirinya sendiri di dalam mobil. Dia tampak masih memikirkan kejadian yang sudah terjadi di Cafe. “Nggak! Bentar-bentar. Kalau aku pergi, bukannya terlihat seperti melarikan diri, ya? Yang harusnya bersalah ‘kan mereka dan bukan aku? Kenapa harus aku yang pergi? Takut reputasiku jelek dimata p
Salah seorang Pelayan naik ke lantai dua dan menghampiri Pria itu, dengan tangan yang masih menempel di wajah salah seorang temannya. “Ah, ma – maaf, Tuan, sepertinya pengunjung yang lain merasa sedikit terganggu, hehe. M – mohon maaf, kalau ingin berkelahi … silahkan di lu …,” Gedebam! Brak! Praaang!!! “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!”Pelayan itu langsung terlempar dan menghantam salah satu meja makan yang sedang digunakan oleh dua orang pengunjung, dan piring serta gelas yang ada di atasnya langsung terhempas ke lantai. Setelah melakukan itu, perlahan wajah Pria itu kembali menoleh kearah Angel. “Jadi, bagaimana?” tanya Pria itu, masih dengan tatapan yang sama kearah Angel. Tap … tap … tap … “Atau … mau lebih di perjelas, kah …,” Tap! Gedebam! Gubrak!!! Gedebam! Gedebam! “T – Tuan! A – ah, sialan! Berani sekali ka …,” Tap! Gedebam!Saat Pria kekar itu baru saja melangkahkan satu langkah berniat berjalan kearah A
“Oke, sekarang serius! Kamu tahu cerita itu dari mana?”Piring – piring yang ada di atas meja sudah tampak kosong. Hanya tersisa sebagian kecil dari sisa makanan yang dipesan, tertinggal di atas piring. “Hmm? Maaf, sebentar ….” Joe membersihkan mulutnya terlebih dahulu menggunakan serbet yang telah di sediakan. Setelahnya, dia menikmati minumannya. “Apa tadi?” lanjutnya, bertanya. “Itu tadi, kamu bercerita tentang masa lalu saya. Seolah-olah, anda tahu banyak tentang saya, ya,” kata Alan. “Hmm …, bagaimana cara menjelaskannya, ya …,” “Kenapa, Joe? Kok kamu terlihat bingung begitu? Kamu memang mengenal Alan, ‘kan? Nyam – nyam … ya … asdjahkdjah …,” “Nona Angel … habiskan dulu makanan anda yang ada di dalam mulut. Jangan bicara sambil mengunyah makan loh,” Glek! “Ahh! Maaf, Joe. Nah, betul ‘kan? Memangnya apa yang membuat kamu begitu sulit untuk menjelaskannya kepada Alan?” tanya Angel, selesai mengunyah dan menelan makanannya.Alan dan Joe sudah menyelesa
Pukul Delapan pagi, “Kesini … dari bangunan ini ditarik kesini … hmm, apa cocok? Coba kalau begini? Hmm … kayaknya bagus!? Oke, begini saja!” “Alan … uhuk – uhuk! Alan …,” “Hmm?” Tap … tap … tap … “Iya, Nek, ada apa?” “Kamu lagi apa, Nak?” “Aku lagi menggambar bangunan, Nek! Sebentar lagi selesai, Nenek mau lihat?” “Uhuk – uhuk! Ck! Wah, bagus sekali gambar kamu. Sepertinya kamu memiliki bakat menggambar, ya …,” “Bakat? Apa itu, Nek?” “Hehe … bakat itu, hmm …, bagaimana Nenek menjelaskannya ya? Intinya kamu bisa dan suka menggambar, iya ‘kan?” “Iya, Nek! Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku suka menggambar bangunan, Nek. Padahal dulu, aku suka menggambar hewan, buah-buahan … ah, mobil-mobilan juga aku suka, Nek!” “Ha – ha – ha … uhuk! Ck! Ah … Nenek mau memperkenalkan kamu dengan seseorang. Kamu ‘kan suka menggambar bangunan, nah kebetulan orang ini juga suka. Dia adalah kenalannya Nenek,” “Siapa, Nek?” “Nanti, sebent
Karena cara duduk pengunjung Cafe disana sangatlah tidak cocok di pandangan matanya. Sebenarnya dia sangat kesal dan ingin sekali meminta para pengunjung untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Angel dan Joe tadi. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin. “Memangnya kenapa, Alan? Kenapa kami harus mengubah posisi kursi?” tanya Angel. “Ah, tidak apa-apa kok, Nona. Supaya enak dipandang dan tidak terlalu banyak makan tempat. Takutnya pengunjung yang lain, yang ingin menggunakan meja makan yang ada di belakang anda, sedikit kesulitan,” jelas Alan, sedikit berbohong.Angel langsung menoleh kearah meja yang ada di belakangnya dan ternyata jarak dari kursi yang tengah digunakan olehnya dengan meja makan itu terbilang cukup jauh. Jika ada pengunjung yang ingin menggunakan meja makan itu, jika salah satu kursi yang ada disana ditarik ke belakang juga tidak bersentuhan dengan kursi Angel. Angel sempat kebingungan mendengar alasan dari Alan itu. Akan tetapi, dia tidak terlalu menangga
“Udah ya, duh … kayaknya kita telat nih. Yaudah deh, kami jalan dulu, ya?” “Iya, hati – hati di jalan, Ngel ….”Angel mengangguk sekaligus melontarkan senyum kepada teman-temannya. Setelah itu, Angel dan Joe pun keluar dan langsung pergi menuju mobil SUV putih milik Joe, dan setelah itu mereka pun berangkat pergi. “Eh, si Angel dan si Joe mau kemana?”Setelah Angel dan Joe pergi meninggalkan rumah, Cassey pun masuk ke dalam rumah. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, setelah itu mengambil handuk dan mengeringkan wajah serta keringatnya sembari berjalan ke ruang tamu. Lalu, dia pun bergabung dengan teman-teman yang lain. “Lah, kamu nggak tanya tadi, Cass? Tadi ‘kan pastinya kamu berselisih sama mereka?” tanya Fanny. “Nggak. Tadi aku masih lari, &lsquo
Tap … tap … tap … “Udah, Ngel?” “Hmm? Udah? Udah apanya, Chel?” “Itu tadi kamu mau lihat si Cassey, ‘kan? Udah belum?” “Oh, udah kok, tapi dia masih olahraga di luar. Ah, Joe … kita keluar, ya?”Di dalam rumah, terlihat teman-teman Angel masih berkumpul di ruang tamu. Setelah bertemu dengan Alan, Angel berniat untuk langsung bersiap-siap terlebih dahulu sebelum berangkat pergi ke Cafe yang telah dijanjikannya dengan Alan. Tak lupa, dia akan mengajak Joe untuk berjaga-jaga, kalau nanti pembahasan Alan mengarah ke bisnis atau semacamnya. “Kemana, Ngel?” tanya Samuel penasaran. “Iya! Joe aja nih yang di ajak? Kita nggak?” sahut Chelsea, bertanya pada Angel. “Hahaha … nggak kemana-mana kok.
“Tuh, di luar. Lagi olahraga,” sahut Fanny. “Tumben-tumbenan tuh anak olahraga? Biasanya juga masih tidur jam segini,” kata Angel. “Entah tuh … mungkin karena habis minum tadi malam. Padahal cuma sedikit saja, tapi dia langsung olahraga. Takut sakit mungkin, hahaha …,” sahut Chelsea sambil tertawa. “Huahhh … ck! Kalian nggak ikut?” tanya Angel, beranjak dari sofa. “Kemana, Nona?” sahut Joe, bertanya pada Angel. “Lihat si Cassey di depan. Yuk?!” ajak Angel. “Ah, kirain mau kemana tadi. Nggak jadi deh,” sahut Chelsea.Angel tak menjawab sepatah katapaun dan berjalan keluar rumah. Sesampainya di luar rumah, Angel langsung meregangkan tubuhnya sembari menghirup udara yang masih terasa segar. Terlihat sudah ada Cassey yang tengah berlari di sekitar halaman rumah. “Udah lama, Cass!?” teriak Angel, bertanya pada Cassey.Cassey yang tadinya sibuk berlari santai di sekitar halaman rumah, seketika berhenti dan langsung menoleh kearah Angel yang sedang berdiri