"Ricadh, Nerisa, sudutkan dia."
Kedua orang itu segera mematuhi perintah, kembali memenuhi gerbong dengan suara gema pistol, ketiganya jadi saling adu tembak, Nerisa menyeret steward wanita yang menjerit histeris, mendorong punggungnya agar berlari dan bersembunyi di balik bar counter. Steward wanita itu berlari melewati Heavenly yang tengah menjentikan telunjuk, mengaktifkan titik stela 'S' pada telapak kanannya sebelum kedua netranya bersinar sekilas, tanda kemampuan 'seek'nya aktif. Heavenly mengedarkan pandangan ke seluruh gerbong, melihat apakah ada yang terlewat dari kemampuan melihat normalnya dengan 'seek' yang dapat melihat sesuatu tersembunyi. Namun nihil. Pria berjubah cokelat dekil itu tidak ada di gerbong ini, hanya ada steward wanita yang meringkuk ketakutan di balik bar counter. Perasaannya gusar dengan jantung berdebar dalam arti buruk. Apa Heavenly melewatkan sesuatu? Meskipun disebut legendaris tapi tetap saja dia sudah kepala tiga, lupa dan terlewat adalah hal normal bagi pria tua sepertinya. "Heavenly!" Pria tua itu sontak menoleh tatkala Nerisa berteriak, Raze mampu bertahan dari tembakan keduanya entah itu kemampuan atau keberuntungan, menggunakan kesempatan saat Nerisa dan Ricadh mengisi amunisi peluru, Raze berlari ke arah pintu gerbong sekuat diri dengan menekan keinginan untuk tidur akibat menenggak setengah gelas racun. Heavenly berdiri segaris lurus dengan Raze. Dia membuka sarung tangan hitam di telapak kiri dan menjentikan jari, mengaktifkan titik 'C' sebelum membuat gerakan memotong besar secara horizontal. "RICADH, MENUNDUK!" Teriak Nerisa yang sudah bersujud pada lantai membuat Ricadh tiarap dengan tangan bergetar ketakutan. Mendengar seruan Nerisa membuat Raze menoleh bingung sebelum netranya membelalak dengan jantung mencelos, napasnya terhenti tatkala merasakan sesuatu yang tidak kasat mata, aura membunuh yang memenuhi satu gerbong membuat bulu kuduknya berdiri dan kakinya serasa di paku pada lantai, tidak dapat digerakan karena tekanan kuat dari aura barusan. Satu detik terlewati dengan Raze yang membeku dengan napas memburu dan keringat membasahi pelipis. Suara decitan dan gemuruh mengalahkan suara mesin kereta sebelum Raze tersentak dengan napas tertahan tatkala gerbong kereta restorasi terbelah menjadi dua secara horizontal, membuat atap gerbong itu terbang ke belakang dibawa angin kuat karena kereta melaju sebelum terlempar ke samping. "A-apa barusan?" Gumam Raze dengan bibir bergetar dan jantung mencelos, topinya terbang di bawa angin saat gerbong kereta yang dia pijak tidak punya atap, hanya tersisa dari tengah ke bawah. "Hahhh ... hahh," napas Ricadh memburu dengan pundak bergetar, dia membuat simbol Lord Blessed and Holy Night tatkala mendapati tubuhnya masih utuh. "Barusan kau ... memotong gerbong ini menjadi dua?" Tanya Raze tercekat. "Eh? Kau tidak terpotong?" Tanya Heavenly santai namun satu alisnya naik. Seseorang yang mampu menghindari kemampuannya ..., "Jangan-jangan kau ...," gumam Heavenly dan Raze bersamaan. "Seorang Prophet?" "Pembunuh surgawi?" Tanya Heavenly dan Raze bersamaan. "A-aku ingin melapor, kemungkinan target adalah prophet Gama. Aku tidak bisa memakai kemampuanku untuk melihat jenis kemampuannya dan Tuan Heavenly tidak bisa memotongnya, kemungkinan dia memakai kemampuan 'stop' dari awal." Ujar Ricadh, hembusan napas kasar karena paniknya terdengar jelas di surveillance earpeace dan terasa menggelitik telinga Heavenly. "Begitu, ya? Karena kekurangan informasi, kita jadi tidak menduga hal ini. Tapi dari awal, tidak ada orang gila yang akan menjadi pembunuh aristokrat jika dia bukan prophet." Tukas Heavenly, kembali memakai sarung tangannya. Apalagi 'stop' adalah kemampuan khusus tingkat divine. Dia bukan hanya sekedar prophet tingkat rendah. "Cih, jadi para aristokrat itu yang menyewa kalian?" Tukas Raze sebelum berlari keluar pintu gerbong, menghindari semua tembakan dari Heavenly dan Nerisa. "Aku akan mengejarnya." Tukas Nerisa dengan pistol di tangan, menarik kerah baju Ricadh agar berdiri. "Kita harus membunuh target dengan tangan sendiri selama Heavenly tidak bisa menggunakan kemampuannya karena pengaruh 'stop'. Waktu kita tiga puluh menit sampai 'stop' berakhir. Kita harus membunuh target sebelum kita yang terbunuh oleh pria tua itu." Bisik Nerisa membuat Ricadh meneguk ludah kasar, bulu kuduknya merinding, langkahnya di percepat keluar dari gerbong. Heavenly membiarkan karena dia yakin Nerisa dan Ricadh bisa membunuh Raze. Yang mengusik pikirannya saat ini adalah pria berjubah cokelat dekil. Firasat Heavenly sekarang buruk padanya. Dia harus menemukan pria itu. Heavenly sontak memiringkan kepalanya ke samping kiri bertepatan dengan sebuah peluru melesat melewati telinganya dan berakhir menancap di sisa gerbong. "Yang barusan berbahaya sekali." Komentar Heavenly membalikan badan. "Melihatmu kembali mengincarku, sepertinya malam ini adalah malam kematianku seperti ramalan yang kau ucapkan?" Tanya Heavenly santai tatkala mendapati sosok jubah hitam beludru dengan senapan runduk di tangannya, pria di bangunan mangkrak kemarin yang membenarkan firasat buruknya. "Ironis, bukan? Bahkan prophet tingkat God sepertimu bisa dihentikan oleh kemampuan prophet yang tingkatnya lebih rendah. Ini menandakan bahwa Lord Bleseed and Holy Night bermurah hati dengan membuat semua prophet bisa di titik setara apapun tingkat kemampuan mereka. Karena itulah malam ini, aku akan mengemban tugas untuk membuat dunia pembunuh bayaran kembali setara dengan menghilangkan sosok pembunuh surgawi yang legendaris." Ujar sosok berjubah hitam bersamaan dengan lima belas orang masuk ke dalam gerbong dari dua sisi pintu. "Mengepung saat aku tidak bisa menggunakan kemampuan prophetku? Aku akui itu strategi cerdas. Artinya kau mengawasiku di gerbong dalam waktu yang lama." Komentar Heavenly, mengedarkan pandangan namun dia tidak menemukan pria jubah cokelat dekil. Antara pria itu bukan bagian dari kelompok ini atau dia bersembunyi di akhir. Heavenly tidak bisa menurunkan kewaspadaan. "Tanpa kekuatan prophet, kau hanyalah manusia biasa. Matilah pembunuh surgawi!" Tukas sosok jubah hitam yang membawa senapan, mengarahkan ujungnya pada Heavenly namun dia tersentak tatkala sebuah pisau menancap di ujung senapannya. Heavenly pelakunya. "Sial! Serang bersamaan!" Tukasnya membanting senapan panjang sebelum berganti dengan pistol. Belasan peluru ditembakan bersamaan ke arah Heavenly yang berdiri di tengah mereka, pria itu mengeluarkan pisau di tangan kiri dan menangkis lima peluru, merunduk untuk menghindari hujan peluru dari sebelah kanannya sebelum menembak ke arah depannya, membunuh tiga pria yang berdiri di sana. Heavenly sontak berlari sambil menunduk ke arah tiga pria barusan yang berdiri di tengah jejeran kursi. Heavenly mengangkat meja sebelum melempar ke sisi kanan, menimpuk empat pria di sana sampai tertimpa meja, Heavenly jadi berlari cepat, menginjak meja barusan mendekati tiga pria yang masih menembakan peluru, saking cepatnya, tiga penembak itu tersentak tatkala moncong pistol mereka sudah terpotong oleh pisau Heavenly. "Mustahil!" Ujar pria itu, menatap pistolnya tidak habis pikir sebelum netranya melotot tatkala Heavenly sudah menusuk lehernya dengan pisau, Heavenly menggunakan tubuhnya sebagai tameng peluru. 'Dor. Dor.'Heavenly menembak dua orang di samping secara bersamaan sebelum, 'Dor. Dor. Dor. Dor. Dor.' Sosok jubah hitam beludru itu membelalak dengan jantung mencelos, tangannya bergetar sama Heavenly membunuh lima belas orang rekannya dengan tangannya sendiri tanpa menggunakan kemampuan prophetnya. "SIAL!" Teriak pria jubah beludru, menembak dengan emosi pada Heavenly yang masih menggunakan mayat rekannya sebagai perisai. Mayatnya dilempat ke arahnya, menghalangi pandangan, dia menyingkirkannya namun satu peluru sudah menembus kepalanya. "Ma-manusia terkutuk. Malam ini adalah akhirmu." Ujarnya serak sebelum ajal menjemput. Heavenly menghela napas, melihat dia membunuh semuanya, "sepertinya kematianku bukan malam ini." 'Dor.' "Eh?" Netra Heavenly mengerjap tatkala satu peluru menancap di dadanya. Pria jubah cokelat dekil pelakunya.Pria jubah cokelat dekil itu berdiri di depan pintu gerbong yang terbuka, tangannya terjulur menodongkan pistol pada Heavenly, mengambil satu langkah mendekat.Netra Heavenly membelalak sebelum terbatuk, memegang sekitar area yang tertembak dengan tubuh jatuh bertopang pada satu kaki ke lantai.Pundak Heavenly bergetar kesakitan. "Apa ini benar-benar malam kematianku?"Melihat kondisi pembunuh surgawi itu yang mengenaskan membuat pria jubah cokelat mengambil langkah berani untuk mendekat tanpa menurunkan pistolnya."Bercanda." Ujar Heavenly nyengir sambil menyibak coat menampilkan rompi anti pelurunya membuat pria jubah cokelat itu membelalak terkejut.Dia sudah melangkah mundur dan ingin kembali menarik pelatuk namun kalah cepat dengan Heavenly yang menyerang telapak tangannya, membuat pistolnya terjatuh. Heavenly mencengkram tangan pria jubah cokelat, menahannya agar tidak melarikan diri sambil bangkit berdiri."Uhuk-uhuk!" Pria jubah cokelat itu terbatuk dengan darah keluar dari bi
'Ada apa ini sebenarnya?' Batin Nerisa berteriak frutasi tatkala mencondongkan tubuh ke lubang di gerbong, menatap Heavenly yang terjatuh dari rel kereta ke sungai besar di bawahnya.Nerisa berdecak, dan lagi siapa pemuda pirang yang ikut jatuh bersamanya? Apa dia termasuk orang-orang yang mengincar nyawa Heavenly?Gadis berambut sebahu itu menoleh, menahan darah agar tidak terus menerus merembes keluar dari peluru yang tertanam di lengannya. Dia segera menarik mayat Ricadh, membawa bersamanya ke arah lubang di gerbong. Nerisa tidak menghentikan aktivitasnya saat bersitatap dengan Raze yang juga tengah berusaha menyeret satu kakinya untuk melarikan diri.Sial.Sekarang Nerisa tidak punya tenaga dan peluru untuk menghabisinya. Nerisa tidak punya pilihan."Jangan menganggap melarikan diri berarti kau lepas dari para aristokrat yang menyewa pembunuh bayaran."Raze menoleh dengan bibir meringis dan mata memburam, mengernyit menatap Nerisa yang berdiri di depan lubang gerbong."Ini hanya p
Heavenly sudah berlari secepat yang dia untuk bersembunyi tepat di balik pintu dan berhasil. Dia mengatur napasnya, tubuh baru yang kurus ini bahkan kesulitan di bawa berlari dalam jarak yang tidak sampai satu meter. Berbeda dengan tubuh Heavenly sebelumnya yang kuat berlari maraton tanpa kehabisan napas.Jelas perbedaan tubuh yang signifikan ini mengganggu benaknya. Heavenly mengatur napasnya agar lebih tenang dan senyap, menyembunyikan aura tubuh, dia memejamkan netra, memfokuskan pendengarannya agar lebih tajam dan akurat. Semoga saja kemampuan dasarnya masih berfungsi di tubuh barunya.Sekarang terdengar. Diam-diam Heavenly bersyukur pada Lord Blessed and Holy Night karena kemampuan dasarnya tidak hilang.Suara langkah pertama seseorang yang masuk ke dalam area kamarnya. Lalu langkah kedua dan kini langkah ketiga.Heanvely menarik pintu, menampakan diri sebelum menarik kedua tangan orang yang memasuki kamarnya dengan cepat, menindih tubuhnya sampai menghantam lantai dengan kedua t
Heinz.Hanya Heinz yang artinya rumah.Sejujurnya Nerisa cukup terkejut karena meskipun sudah saling mengenal selama lima tahun, ini pertama kalinya dia memberitahukan nama aslinya.Saat di Akademi Aster, Nerisa kesulitan memanggilnya yang tidak bernama, teman-teman seangkatannya kadang memberikan sebutan konyol atau sebatas 'Hei'. Dan sampai sekarang pun, Nerisa tidak tahu kenapa dia tidak menggunakan nama aslinya dari awal. Dia cukup yakin ada alasan kuat dibaliknya."Jadi, Heavenly—, maksudnya Heinz. Dokter Neil akan datang dan memeriksa kondisi tubuhmu. Kau tidak akan kesulitan bergerak jika tahu kondisi tubuh yang sekarang kau pakai dengan mendetail. Kita juga harus tahu apakah tubuh kurus kering itu bisa masuk ke Akademi Aster. Kau tahu sendiri kualifikasi masuk ke sana sangat berat, kan?" Tanya Nerisa, melirik jam yang melingkar di pergelangan kanannya.Heinz tidak membantahnya meskipun saat di tubuh aslinya, dia sama sekali tidak kesulitan saat masuk ke Akademi Aster. Mungkin
"Misi dengan pria bernama Raze, seseorang yang membuat pada aristokrat merasakan kegelisahan karena perbuatannya yang mengincar mereka dinyatakan gagal, dengan target yang masih hidup, anggota Eve yang mati, dan satu saksi yang masih hidup." Ujar pria beruban dengan potongan rambur slipback, duduk di kursi yang terletak di belakang cahaya lampu, membuat seluruh tubuhnya tidak terlihat, hanya ada gelap.Nerisa meneguk ludah mendengar nada dingin yang tajam itu sedangkan Heinz hanya membuang pandangan ke arah lain dengan wajah cuek meskipun tahu bahwa kemarin adalah kegagalan dan kesalahannya."Bagaimana kau akan mengurus saksi, Heavenly? Belum lagi tindakanmu yang membunuh Ricadh saat misi. Aku selalu mentolerir sifatmu yang membunuh rekan saat misi, jika misimu berhasil. Namun, kau berharap apa saat misimu gagal dengan menyedihkan seperti ini?" Tanya Ulrich dengan tajam dan dingin, dari caranya bicara, dia tidak peduli pada penampilan tubuh baru Heinz karena baginya, Heinz tetaplah He
'Heavenly sudah membunuhnya malam itu.'...Tidak ada jalan keluar. Raze, pria dengan wajah penuh luka menjerit kesakitan saat peluru menancap di bahu, lengan, dan kakinya. Pembunuh surgawi yang legendaris ... sepertinya bukan jumlah mayat saja yang membuatnya dijuluki seperti itu. Tapi sifat kejamnya yang membunuh siapapun yang bukan target tanpa ampun.Heavenly—si pembunuh surgawi yang dimaksud—mengambil amunisi peluru dari balik coat, selagi Raze—targetnya dalam misi membunuh malam ini— tertatih-tatih untuk melarikan diri karena dua peluru bersarang di kakinya. Heavenly mengisi peluru dengan cepat dan selesai sebelum kepalanya mendongkak tatkala mendapati anak pirang yang sudah dia tusuk sebelumnya muncul dari pintu dengan napas tersendat dan jejak darah di bawah kaki dan perutnya."Kau masih belum mati?" Tanya Heavenly menghela napas kasar."Siapa dia?" Tanya Nerisa, rekan Heavenly."ARRGHHH!" Anak muda pirang itu berteriak dan berlari ke arah Heavenly.Heavenly hanya berdecak pel
—Satu hari sebelumnya.—...Di dunia ini, tidak ada manusia baik dan manusia jahat. Semuanya hanya tergantung perspektif. Yang tersisa hanyalah 'manusia' ... yang menjalani hidup mereka.Itu adalah idealisme dari seorang 'manusia' yang sudah membunuh lebih dari seratus ribu nyawa manusia lain dengan tangannya."Bagaimana mungkin manusia bisa semudah itu merenggut nyawa manusia lain?" Tanya pria pelontos yang bersingsut mundur dengan kedua kaki yang sudah kehilangan motoriknya, pantatnya menyeret darah di lantai berdebu dengan pencahayaan yang hanya berasal dari cahaya purnama dengan gugusan bintang di langit malam.Menatap sengit dengan bibir bergetar, tidak menutupi kebencian dan ketakutannya pada seorang pria yang sudah membunuh seratus orang teman-temannya yang kini berserakan di sekitarnya.Tubuhnya diseret mundur dengan jantung bertalu tatkala pria yang dia maksud melangkah mendekat memicu gema dari alas sepatu pentofelnya.Satu gema, satu detakan jantung yang melompat keluar kar
Heavenly bersandar pada jok belakang, netranya melirik pada pejalan kaki di trotoar yang dibangun dari koblestone. Meskipun sudah berada di tahun 2025, tapi sepertinya Duchess Koronra yang mengelola provinsi Thaloria ini masih tetap ingin mengabadikan tampilan estetik dan klasik khas abad pertengahan.Dimulai dari lampu jalanan, dan bangunan-bangunan bergaya klasik. Suasananya sama dengan provinsi Avelora, tempat tinggal Heavenly sekarang, meskipun Avelora punya sedikit sentuhan futuristik pada sebagian bangunannya.Pintu depan kiri mobil dibuka, wanita berambut hitam lurus sebahu dengan celana jeans biru ketat, kaos putih dan jaket kulit hitam masuk dan duduk di jok sebelah kemudi."Kau menjatuhkan lisensimu di kamar hotel." Tukas Nerisa, menyodorkan kartu persegi panjang yang dilapisi bahan mengkilat dan keras.[Lisensi Pembunuh Bayaran]Nama : -Nama Kode : HeavenlyTgl Lulus Akademi Aster : 1 Januari 2020Prophet : The prophet Caph - God.Dibuat oleh Akademi Aster...."Terimakasi
"Misi dengan pria bernama Raze, seseorang yang membuat pada aristokrat merasakan kegelisahan karena perbuatannya yang mengincar mereka dinyatakan gagal, dengan target yang masih hidup, anggota Eve yang mati, dan satu saksi yang masih hidup." Ujar pria beruban dengan potongan rambur slipback, duduk di kursi yang terletak di belakang cahaya lampu, membuat seluruh tubuhnya tidak terlihat, hanya ada gelap.Nerisa meneguk ludah mendengar nada dingin yang tajam itu sedangkan Heinz hanya membuang pandangan ke arah lain dengan wajah cuek meskipun tahu bahwa kemarin adalah kegagalan dan kesalahannya."Bagaimana kau akan mengurus saksi, Heavenly? Belum lagi tindakanmu yang membunuh Ricadh saat misi. Aku selalu mentolerir sifatmu yang membunuh rekan saat misi, jika misimu berhasil. Namun, kau berharap apa saat misimu gagal dengan menyedihkan seperti ini?" Tanya Ulrich dengan tajam dan dingin, dari caranya bicara, dia tidak peduli pada penampilan tubuh baru Heinz karena baginya, Heinz tetaplah He
Heinz.Hanya Heinz yang artinya rumah.Sejujurnya Nerisa cukup terkejut karena meskipun sudah saling mengenal selama lima tahun, ini pertama kalinya dia memberitahukan nama aslinya.Saat di Akademi Aster, Nerisa kesulitan memanggilnya yang tidak bernama, teman-teman seangkatannya kadang memberikan sebutan konyol atau sebatas 'Hei'. Dan sampai sekarang pun, Nerisa tidak tahu kenapa dia tidak menggunakan nama aslinya dari awal. Dia cukup yakin ada alasan kuat dibaliknya."Jadi, Heavenly—, maksudnya Heinz. Dokter Neil akan datang dan memeriksa kondisi tubuhmu. Kau tidak akan kesulitan bergerak jika tahu kondisi tubuh yang sekarang kau pakai dengan mendetail. Kita juga harus tahu apakah tubuh kurus kering itu bisa masuk ke Akademi Aster. Kau tahu sendiri kualifikasi masuk ke sana sangat berat, kan?" Tanya Nerisa, melirik jam yang melingkar di pergelangan kanannya.Heinz tidak membantahnya meskipun saat di tubuh aslinya, dia sama sekali tidak kesulitan saat masuk ke Akademi Aster. Mungkin
Heavenly sudah berlari secepat yang dia untuk bersembunyi tepat di balik pintu dan berhasil. Dia mengatur napasnya, tubuh baru yang kurus ini bahkan kesulitan di bawa berlari dalam jarak yang tidak sampai satu meter. Berbeda dengan tubuh Heavenly sebelumnya yang kuat berlari maraton tanpa kehabisan napas.Jelas perbedaan tubuh yang signifikan ini mengganggu benaknya. Heavenly mengatur napasnya agar lebih tenang dan senyap, menyembunyikan aura tubuh, dia memejamkan netra, memfokuskan pendengarannya agar lebih tajam dan akurat. Semoga saja kemampuan dasarnya masih berfungsi di tubuh barunya.Sekarang terdengar. Diam-diam Heavenly bersyukur pada Lord Blessed and Holy Night karena kemampuan dasarnya tidak hilang.Suara langkah pertama seseorang yang masuk ke dalam area kamarnya. Lalu langkah kedua dan kini langkah ketiga.Heanvely menarik pintu, menampakan diri sebelum menarik kedua tangan orang yang memasuki kamarnya dengan cepat, menindih tubuhnya sampai menghantam lantai dengan kedua t
'Ada apa ini sebenarnya?' Batin Nerisa berteriak frutasi tatkala mencondongkan tubuh ke lubang di gerbong, menatap Heavenly yang terjatuh dari rel kereta ke sungai besar di bawahnya.Nerisa berdecak, dan lagi siapa pemuda pirang yang ikut jatuh bersamanya? Apa dia termasuk orang-orang yang mengincar nyawa Heavenly?Gadis berambut sebahu itu menoleh, menahan darah agar tidak terus menerus merembes keluar dari peluru yang tertanam di lengannya. Dia segera menarik mayat Ricadh, membawa bersamanya ke arah lubang di gerbong. Nerisa tidak menghentikan aktivitasnya saat bersitatap dengan Raze yang juga tengah berusaha menyeret satu kakinya untuk melarikan diri.Sial.Sekarang Nerisa tidak punya tenaga dan peluru untuk menghabisinya. Nerisa tidak punya pilihan."Jangan menganggap melarikan diri berarti kau lepas dari para aristokrat yang menyewa pembunuh bayaran."Raze menoleh dengan bibir meringis dan mata memburam, mengernyit menatap Nerisa yang berdiri di depan lubang gerbong."Ini hanya p
Pria jubah cokelat dekil itu berdiri di depan pintu gerbong yang terbuka, tangannya terjulur menodongkan pistol pada Heavenly, mengambil satu langkah mendekat.Netra Heavenly membelalak sebelum terbatuk, memegang sekitar area yang tertembak dengan tubuh jatuh bertopang pada satu kaki ke lantai.Pundak Heavenly bergetar kesakitan. "Apa ini benar-benar malam kematianku?"Melihat kondisi pembunuh surgawi itu yang mengenaskan membuat pria jubah cokelat mengambil langkah berani untuk mendekat tanpa menurunkan pistolnya."Bercanda." Ujar Heavenly nyengir sambil menyibak coat menampilkan rompi anti pelurunya membuat pria jubah cokelat itu membelalak terkejut.Dia sudah melangkah mundur dan ingin kembali menarik pelatuk namun kalah cepat dengan Heavenly yang menyerang telapak tangannya, membuat pistolnya terjatuh. Heavenly mencengkram tangan pria jubah cokelat, menahannya agar tidak melarikan diri sambil bangkit berdiri."Uhuk-uhuk!" Pria jubah cokelat itu terbatuk dengan darah keluar dari bi
"Ricadh, Nerisa, sudutkan dia."Kedua orang itu segera mematuhi perintah, kembali memenuhi gerbong dengan suara gema pistol, ketiganya jadi saling adu tembak, Nerisa menyeret steward wanita yang menjerit histeris, mendorong punggungnya agar berlari dan bersembunyi di balik bar counter.Steward wanita itu berlari melewati Heavenly yang tengah menjentikan telunjuk, mengaktifkan titik stela 'S' pada telapak kanannya sebelum kedua netranya bersinar sekilas, tanda kemampuan 'seek'nya aktif.Heavenly mengedarkan pandangan ke seluruh gerbong, melihat apakah ada yang terlewat dari kemampuan melihat normalnya dengan 'seek' yang dapat melihat sesuatu tersembunyi.Namun nihil.Pria berjubah cokelat dekil itu tidak ada di gerbong ini, hanya ada steward wanita yang meringkuk ketakutan di balik bar counter.Perasaannya gusar dengan jantung berdebar dalam arti buruk. Apa Heavenly melewatkan sesuatu? Meskipun disebut legendaris tapi tetap saja dia sudah kepala tiga, lupa dan terlewat adalah hal norma
Suara mesin kereta dan bagaimana efek getaran pada gerbongnya tidak serta merta membuat Ricadh tenang. Pria pendek dengan rambut cokelat itu meneguk birnya dengan jari gemetar dan keringat membasahi pelipis. Raut wajahnya pias dengan jantung berdebar kencang dalam artian buruk.Ini gawat.Padahal dirinya adalah pembunuh bayaran.Tapi dia tidak bisa menekan rasa takutnya sendiri tatkala aura dari Heavenly yang duduk membelakangi dirinya di depan bar counter menguar sampai terasa memenuhi udara di dalam gerbong kereta restorasi ini. Menghantarkan kekeringan pada kerongkongan Ricadh dengan bulu kuduk berdiri."Gila." Komentar Ricadh pelan. Padahal Heavenly hanya duduk meminum bir sambil menunggu target bernama Raze mati karena racunnya, namun aura kuat dan hawa membunuhnya membuat jiwa Ricadh terguncang.Ricadh baru terjun ke dunia gelap ini setahun yang lalu, karena keluarganya kaya raya maka berhubungan dengan dunia bawah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kepentingan bisnis bagian i
Heavenly bersandar pada jok belakang, netranya melirik pada pejalan kaki di trotoar yang dibangun dari koblestone. Meskipun sudah berada di tahun 2025, tapi sepertinya Duchess Koronra yang mengelola provinsi Thaloria ini masih tetap ingin mengabadikan tampilan estetik dan klasik khas abad pertengahan.Dimulai dari lampu jalanan, dan bangunan-bangunan bergaya klasik. Suasananya sama dengan provinsi Avelora, tempat tinggal Heavenly sekarang, meskipun Avelora punya sedikit sentuhan futuristik pada sebagian bangunannya.Pintu depan kiri mobil dibuka, wanita berambut hitam lurus sebahu dengan celana jeans biru ketat, kaos putih dan jaket kulit hitam masuk dan duduk di jok sebelah kemudi."Kau menjatuhkan lisensimu di kamar hotel." Tukas Nerisa, menyodorkan kartu persegi panjang yang dilapisi bahan mengkilat dan keras.[Lisensi Pembunuh Bayaran]Nama : -Nama Kode : HeavenlyTgl Lulus Akademi Aster : 1 Januari 2020Prophet : The prophet Caph - God.Dibuat oleh Akademi Aster...."Terimakasi
—Satu hari sebelumnya.—...Di dunia ini, tidak ada manusia baik dan manusia jahat. Semuanya hanya tergantung perspektif. Yang tersisa hanyalah 'manusia' ... yang menjalani hidup mereka.Itu adalah idealisme dari seorang 'manusia' yang sudah membunuh lebih dari seratus ribu nyawa manusia lain dengan tangannya."Bagaimana mungkin manusia bisa semudah itu merenggut nyawa manusia lain?" Tanya pria pelontos yang bersingsut mundur dengan kedua kaki yang sudah kehilangan motoriknya, pantatnya menyeret darah di lantai berdebu dengan pencahayaan yang hanya berasal dari cahaya purnama dengan gugusan bintang di langit malam.Menatap sengit dengan bibir bergetar, tidak menutupi kebencian dan ketakutannya pada seorang pria yang sudah membunuh seratus orang teman-temannya yang kini berserakan di sekitarnya.Tubuhnya diseret mundur dengan jantung bertalu tatkala pria yang dia maksud melangkah mendekat memicu gema dari alas sepatu pentofelnya.Satu gema, satu detakan jantung yang melompat keluar kar