—Satu hari sebelumnya.—
... Di dunia ini, tidak ada manusia baik dan manusia jahat. Semuanya hanya tergantung perspektif. Yang tersisa hanyalah 'manusia' ... yang menjalani hidup mereka. Itu adalah idealisme dari seorang 'manusia' yang sudah membunuh lebih dari seratus ribu nyawa manusia lain dengan tangannya. "Bagaimana mungkin manusia bisa semudah itu merenggut nyawa manusia lain?" Tanya pria pelontos yang bersingsut mundur dengan kedua kaki yang sudah kehilangan motoriknya, pantatnya menyeret darah di lantai berdebu dengan pencahayaan yang hanya berasal dari cahaya purnama dengan gugusan bintang di langit malam. Menatap sengit dengan bibir bergetar, tidak menutupi kebencian dan ketakutannya pada seorang pria yang sudah membunuh seratus orang teman-temannya yang kini berserakan di sekitarnya. Tubuhnya diseret mundur dengan jantung bertalu tatkala pria yang dia maksud melangkah mendekat memicu gema dari alas sepatu pentofelnya. Satu gema, satu detakan jantung yang melompat keluar karena ketakutan berlebihan. "Ka-kau bukan manusia, tapi iblis." Tukas pria pelontos dengan netra mengkilat keki. Pria itu mengarahkan ujung pistol yang digenggam, telunjuknya menempel pada pelatuk namun tidak segera menarik. "Tentu saja aku manusia." "Dor." Suara yang santai dan dalam terhalang oleh suara tembakan yang menggema. "Misi selesai." Ujarnya santai, menyimpan pistol kembali pada holster ketiak yang tersembunyi di balik coat hitamnya. Langkahnya dibawa pergi meninggalkan bangunan mangkrak yang terletak di sekitar utara pelabuhan, provinsi Thaloria. Tempatnya menjalankan misi minggu ini. Gugusan bintang memantul di netra hitamnya setelah menginjakan kaki di jalanan gelap dan sepi tanpa bangunan. Hanya diapit sungai besar dan pembatas tembok batu dan kawat yang mengurung area hutan. Rasa puas. Biasanya dia dapatkan setelah menyelesaikan misi, namun dia tidak mendapatkan rasa itu pada malam ini. Perasaannya terus berdenyut gelisah dengan jantung berdebar dalam artian buruk. Ini pertanda buruk, dia memahaminya dari lubuk hati. Sayang sekali dirinya bukan prophet Ruchbah yang punya kemampuan meramal masa depan baik dalam spiritualisme maupun ritualistik. Pria itu menjentikan jari tangan kanan yang merupakan titik 'S' di telapaknya. Titik stella yang ada di dalam jiwanya. Stella adalah energi yang membentuk seluruh alam semesta dan seisinya juga yang membentuk jiwa manusia. Energi ini berasal dari rasi bintang Cassiopeia yang ada diantara ribuan bintang pada langit malam ini. Stella digambarkan dengan ratusan ribu titik yang tersegel pada jiwa manusia. Untuk menggunakan energi ilahi yang suci ini, diperlukan membuka segel stella dengan format ajaran dari Gereja Blessing from The Constellations. Ajaran dengan dasar menyembah rasi bintang Cassiopeia sebagai Dewa. Sampai telunjuknya berbunyi 'krek', membuat titik cahaya kebiruan muncul di tengah telapak kanannya sebelum terpecah menjadi serbuk di dalam jiwanya, kumpulan serbuk cahaya itu menempel pada saraf tubuh, bergerak melewatinya sampai ke kedua bola mata lalu mengendap di sana. Pria itu mengerjap sebelum membuka netra yang mengkilat biru sekilas—pertanda kemampuan seeknya sudah aktif— kepalanya menoleh sedikit dengan lirikan tajam ke arah belakang, tangannya sudah menyusup ke balik coat, mengusap pistol di holster ketiaknya. Sekarang baru terlihat. Satu orang di atap gedung mangkrak, bersembunyi dengan mengandalkan gelapnya malam dan jauhnya jarak pandang dari tempat pria itu berdiri. Pria itu jadi mengerjap. Tidak. Sosok itu tidak bersembunyi tanpa memperkirakan bahwa dirinya bisa memakai seek. Yang lebih parah lagi, mungkin sosok itu seorang prophet Segin dengan kemampuan khusus-divine yang bisa melihat kemampuan tersembunyi orang lain. Artinya ... sosok itu memang sengaja ingin ditemukan. Pria itu menarik pistol keluar dari coat sebelum menggulingkan tubuh ke samping kanan—tembok pembatas hutan— bertepatan dengan peluru yang di tembakkan dari posisi yang sudah dia lihat barusan yaitu atap bangunan. "Dor." Satu peluru melesat ke arah jantungnya dengan cepat. Pria itu menjentikan jari kiri, mengaktikan titik 'C' pada telapak kirinya, membuat sinar kebiruan muncul di sana, pria itu meluruskan telapak tangan kiri yang bersinar sebelum membuat gerakan besar seperti memotong horizontal dari samping kanan ke kiri. "Tuk." Peluru yang mengincar jantungnya barusan terbelah menjadi dua dan jatuh ke tanah. Pria itu menghembuskan napas kotor bersamaan dengan sinar di telapak tangannya lenyap. Dia mendongkak ke atap gedung mendapati sosok tadi melompat dari lantai lima belas setinggi empat puluh lima meter dari tanah menggunakan tali tambang. Melihat tali tambang itu memang sudah terpasang sempurna di sana sebelum dia melakukan misi, sepertinya rencana pembunuhan pada dirinya malam ini sudah direncanakan dengan matang. Bisa-bisanya dia melewatkan hal penting seperti ini tanpa mengecek tali itu terlebih dahulu. Ini jelas mencoreng citranya. Ternyata efek umur kepala tiga sudah tidak bisa di sangkal lagi. "Peluru 220 Swift dengan kecepatan kurang lebih seribu dua ratus meter per detik. Salah satu peluru tercepat di Kekaisaran The Great and Eternal Star. Peluru yang biasa digunakan oleh penembak jitu. Akurasi dan presisimu sempurna dalam jarak jauh dan pencahayaan segelap ini untuk menembus jantungku." Ujar pria itu, keluar dari kegelapan dan berhenti dalam jarak dua meter. Kini dia bisa melihat sosoknya dengan jelas, mengenakan jubah hitam beludru yang nampak berat, mengenakan masker hitam yang menutupi wajah. Tidak salah lagi. Sebutan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan supernatural karena membuka segel titik stella dalam jiwa yaitu, "Kau prophet, kan?" Tanya pria itu membuat sosok berjubah di depannya tertawa sekilas. "Manusia biasa tidak bisa membidik tepat di kegelapan sempurna apalagi pohon rindang yang menghalangi. Itu mungkin dilakukan oleh para prophet." Ujar pria itu. "Kemampuanku tidak bisa dibandingkan dengan kemampuan prophetmu yang berada di tingkat tertinggi kategori khusus-God. Salah satu dari dua orang pemilik prophet Caph di Kekaisaran The Great and Eternal Star, seorang pembunuh bayaran legendaris dari Eve yang sudah membunuh lebih dari ratusan ribu manusia, seorang yang dijuluki 'Pembunuh Surgawi' ... orang-orang menyebutmu Heavenly." Ujar sosok berjubah itu membuat Heavenly berdehem canggung, menggaruk keningnya dengan ujung pistol. Entah kenapa sanjungan spesifik seperti itu di umur segini membuatnya malu. "Jadi, kau ingin membunuhku?" Tanya Heavenly santai. Kasus seperti malam ini sudah ribuan kali dia alami. Dia dapat merasakan aura membunuh kuat pada orang-orang yang mengincar dirinya. "Tujuanku membunuhmu sama seperti kebanyakan orang, untuk pencapaian nama besar dan kesuksesan karena berhasil mengalahkan pembunuh legendaris. Tapi sayang sekali, sepertinya ini bukan malam yang tepat seperti yang sudah diramalkan." Ujar sosok berjubah itu, menyampirkan senapan panjangnya di punggung. Heavenly tersentak samar, "apa maksudnya itu?" "Kau pikir aku akan membunuh pembunuh legendaris tanpa persiapan matang? Aku menghubungi seorang prophet Ruchbah sebelumnya, dia meramalkan masa depanmu dengan metode spritualisme." "Ya, sudah banyak yang melalukan hal seperti itu padaku dengan tujuan sama ... membunuhku. Jadi, apa yang dia katakan tentang masa depanku?" Tanya Heavenly, sejujurnya dia sangat penasaran kali ini. Dia merasa ini berkaitan dengan firasat buruknya malam ini. "Pembunuh Surgawi yang selama ini tidak pernah mendapatkan ramalan buruk atau kematian dalam hidupnya, kini dia akan menemui akhirnya. Kau diramalkan akan celaka, bernasib buruk dan kemungkinan besar mati pada satu malam di bulan ini. Prophet itu juga bilang bahwa kau akan memulai hidup baru sebagai orang yang baru. Abadi dalam usia muda. Aku pikir maksudnya adalah kehidupanmu setelah kematian." Netra Heavenly terbuka lebar. Ini pertama kalinya dalam tiga puluh dua tahun ... dia mendapat ramalan kematian. "Sepertinya malam ini bukan malam yang dimaksud, pembunuh surgawi." Ujar sosok itu sebelum menghilang dalam kegelapan. Meninggalkan Heavenly dalam kegamangan nyata yang menelannya sampai dasar. Ramalan dari seorang prophet, sudah tidak perlu diragukan keakuratannya. Kematian. Inikah yang membuat hatinya gusar dengan firasat buruk malam ini? Heanvenly membakar ujung nikotin sebelum menyesap dan menghembuskan asapnya ke udara malam. Mendongkak menatap gugusan bintang di atas kepalanya. Kematian? Dia penasaran ... bagaimana cara kematian akan datang pada seorang pembunuh surgawi dengan kemampuan terkuat dari prophet Caph tingkat God seperti dirinya.Heavenly bersandar pada jok belakang, netranya melirik pada pejalan kaki di trotoar yang dibangun dari koblestone. Meskipun sudah berada di tahun 2025, tapi sepertinya Duchess Koronra yang mengelola provinsi Thaloria ini masih tetap ingin mengabadikan tampilan estetik dan klasik khas abad pertengahan.Dimulai dari lampu jalanan, dan bangunan-bangunan bergaya klasik. Suasananya sama dengan provinsi Avelora, tempat tinggal Heavenly sekarang, meskipun Avelora punya sedikit sentuhan futuristik pada sebagian bangunannya.Pintu depan kiri mobil dibuka, wanita berambut hitam lurus sebahu dengan celana jeans biru ketat, kaos putih dan jaket kulit hitam masuk dan duduk di jok sebelah kemudi."Kau menjatuhkan lisensimu di kamar hotel." Tukas Nerisa, menyodorkan kartu persegi panjang yang dilapisi bahan mengkilat dan keras.[Lisensi Pembunuh Bayaran]Nama : -Nama Kode : HeavenlyTgl Lulus Akademi Aster : 1 Januari 2020Prophet : The prophet Caph - God.Dibuat oleh Akademi Aster...."Terimakasi
Suara mesin kereta dan bagaimana efek getaran pada gerbongnya tidak serta merta membuat Ricadh tenang. Pria pendek dengan rambut cokelat itu meneguk birnya dengan jari gemetar dan keringat membasahi pelipis. Raut wajahnya pias dengan jantung berdebar kencang dalam artian buruk.Ini gawat.Padahal dirinya adalah pembunuh bayaran.Tapi dia tidak bisa menekan rasa takutnya sendiri tatkala aura dari Heavenly yang duduk membelakangi dirinya di depan bar counter menguar sampai terasa memenuhi udara di dalam gerbong kereta restorasi ini. Menghantarkan kekeringan pada kerongkongan Ricadh dengan bulu kuduk berdiri."Gila." Komentar Ricadh pelan. Padahal Heavenly hanya duduk meminum bir sambil menunggu target bernama Raze mati karena racunnya, namun aura kuat dan hawa membunuhnya membuat jiwa Ricadh terguncang.Ricadh baru terjun ke dunia gelap ini setahun yang lalu, karena keluarganya kaya raya maka berhubungan dengan dunia bawah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kepentingan bisnis bagian i
"Ricadh, Nerisa, sudutkan dia."Kedua orang itu segera mematuhi perintah, kembali memenuhi gerbong dengan suara gema pistol, ketiganya jadi saling adu tembak, Nerisa menyeret steward wanita yang menjerit histeris, mendorong punggungnya agar berlari dan bersembunyi di balik bar counter.Steward wanita itu berlari melewati Heavenly yang tengah menjentikan telunjuk, mengaktifkan titik stela 'S' pada telapak kanannya sebelum kedua netranya bersinar sekilas, tanda kemampuan 'seek'nya aktif.Heavenly mengedarkan pandangan ke seluruh gerbong, melihat apakah ada yang terlewat dari kemampuan melihat normalnya dengan 'seek' yang dapat melihat sesuatu tersembunyi.Namun nihil.Pria berjubah cokelat dekil itu tidak ada di gerbong ini, hanya ada steward wanita yang meringkuk ketakutan di balik bar counter.Perasaannya gusar dengan jantung berdebar dalam arti buruk. Apa Heavenly melewatkan sesuatu? Meskipun disebut legendaris tapi tetap saja dia sudah kepala tiga, lupa dan terlewat adalah hal norma
Pria jubah cokelat dekil itu berdiri di depan pintu gerbong yang terbuka, tangannya terjulur menodongkan pistol pada Heavenly, mengambil satu langkah mendekat.Netra Heavenly membelalak sebelum terbatuk, memegang sekitar area yang tertembak dengan tubuh jatuh bertopang pada satu kaki ke lantai.Pundak Heavenly bergetar kesakitan. "Apa ini benar-benar malam kematianku?"Melihat kondisi pembunuh surgawi itu yang mengenaskan membuat pria jubah cokelat mengambil langkah berani untuk mendekat tanpa menurunkan pistolnya."Bercanda." Ujar Heavenly nyengir sambil menyibak coat menampilkan rompi anti pelurunya membuat pria jubah cokelat itu membelalak terkejut.Dia sudah melangkah mundur dan ingin kembali menarik pelatuk namun kalah cepat dengan Heavenly yang menyerang telapak tangannya, membuat pistolnya terjatuh. Heavenly mencengkram tangan pria jubah cokelat, menahannya agar tidak melarikan diri sambil bangkit berdiri."Uhuk-uhuk!" Pria jubah cokelat itu terbatuk dengan darah keluar dari bi
'Ada apa ini sebenarnya?' Batin Nerisa berteriak frutasi tatkala mencondongkan tubuh ke lubang di gerbong, menatap Heavenly yang terjatuh dari rel kereta ke sungai besar di bawahnya.Nerisa berdecak, dan lagi siapa pemuda pirang yang ikut jatuh bersamanya? Apa dia termasuk orang-orang yang mengincar nyawa Heavenly?Gadis berambut sebahu itu menoleh, menahan darah agar tidak terus menerus merembes keluar dari peluru yang tertanam di lengannya. Dia segera menarik mayat Ricadh, membawa bersamanya ke arah lubang di gerbong. Nerisa tidak menghentikan aktivitasnya saat bersitatap dengan Raze yang juga tengah berusaha menyeret satu kakinya untuk melarikan diri.Sial.Sekarang Nerisa tidak punya tenaga dan peluru untuk menghabisinya. Nerisa tidak punya pilihan."Jangan menganggap melarikan diri berarti kau lepas dari para aristokrat yang menyewa pembunuh bayaran."Raze menoleh dengan bibir meringis dan mata memburam, mengernyit menatap Nerisa yang berdiri di depan lubang gerbong."Ini hanya p
Heavenly sudah berlari secepat yang dia untuk bersembunyi tepat di balik pintu dan berhasil. Dia mengatur napasnya, tubuh baru yang kurus ini bahkan kesulitan di bawa berlari dalam jarak yang tidak sampai satu meter. Berbeda dengan tubuh Heavenly sebelumnya yang kuat berlari maraton tanpa kehabisan napas.Jelas perbedaan tubuh yang signifikan ini mengganggu benaknya. Heavenly mengatur napasnya agar lebih tenang dan senyap, menyembunyikan aura tubuh, dia memejamkan netra, memfokuskan pendengarannya agar lebih tajam dan akurat. Semoga saja kemampuan dasarnya masih berfungsi di tubuh barunya.Sekarang terdengar. Diam-diam Heavenly bersyukur pada Lord Blessed and Holy Night karena kemampuan dasarnya tidak hilang.Suara langkah pertama seseorang yang masuk ke dalam area kamarnya. Lalu langkah kedua dan kini langkah ketiga.Heanvely menarik pintu, menampakan diri sebelum menarik kedua tangan orang yang memasuki kamarnya dengan cepat, menindih tubuhnya sampai menghantam lantai dengan kedua t
Heinz.Hanya Heinz yang artinya rumah.Sejujurnya Nerisa cukup terkejut karena meskipun sudah saling mengenal selama lima tahun, ini pertama kalinya dia memberitahukan nama aslinya.Saat di Akademi Aster, Nerisa kesulitan memanggilnya yang tidak bernama, teman-teman seangkatannya kadang memberikan sebutan konyol atau sebatas 'Hei'. Dan sampai sekarang pun, Nerisa tidak tahu kenapa dia tidak menggunakan nama aslinya dari awal. Dia cukup yakin ada alasan kuat dibaliknya."Jadi, Heavenly—, maksudnya Heinz. Dokter Neil akan datang dan memeriksa kondisi tubuhmu. Kau tidak akan kesulitan bergerak jika tahu kondisi tubuh yang sekarang kau pakai dengan mendetail. Kita juga harus tahu apakah tubuh kurus kering itu bisa masuk ke Akademi Aster. Kau tahu sendiri kualifikasi masuk ke sana sangat berat, kan?" Tanya Nerisa, melirik jam yang melingkar di pergelangan kanannya.Heinz tidak membantahnya meskipun saat di tubuh aslinya, dia sama sekali tidak kesulitan saat masuk ke Akademi Aster. Mungkin
"Misi dengan pria bernama Raze, seseorang yang membuat pada aristokrat merasakan kegelisahan karena perbuatannya yang mengincar mereka dinyatakan gagal, dengan target yang masih hidup, anggota Eve yang mati, dan satu saksi yang masih hidup." Ujar pria beruban dengan potongan rambur slipback, duduk di kursi yang terletak di belakang cahaya lampu, membuat seluruh tubuhnya tidak terlihat, hanya ada gelap.Nerisa meneguk ludah mendengar nada dingin yang tajam itu sedangkan Heinz hanya membuang pandangan ke arah lain dengan wajah cuek meskipun tahu bahwa kemarin adalah kegagalan dan kesalahannya."Bagaimana kau akan mengurus saksi, Heavenly? Belum lagi tindakanmu yang membunuh Ricadh saat misi. Aku selalu mentolerir sifatmu yang membunuh rekan saat misi, jika misimu berhasil. Namun, kau berharap apa saat misimu gagal dengan menyedihkan seperti ini?" Tanya Ulrich dengan tajam dan dingin, dari caranya bicara, dia tidak peduli pada penampilan tubuh baru Heinz karena baginya, Heinz tetaplah He
"Misi dengan pria bernama Raze, seseorang yang membuat pada aristokrat merasakan kegelisahan karena perbuatannya yang mengincar mereka dinyatakan gagal, dengan target yang masih hidup, anggota Eve yang mati, dan satu saksi yang masih hidup." Ujar pria beruban dengan potongan rambur slipback, duduk di kursi yang terletak di belakang cahaya lampu, membuat seluruh tubuhnya tidak terlihat, hanya ada gelap.Nerisa meneguk ludah mendengar nada dingin yang tajam itu sedangkan Heinz hanya membuang pandangan ke arah lain dengan wajah cuek meskipun tahu bahwa kemarin adalah kegagalan dan kesalahannya."Bagaimana kau akan mengurus saksi, Heavenly? Belum lagi tindakanmu yang membunuh Ricadh saat misi. Aku selalu mentolerir sifatmu yang membunuh rekan saat misi, jika misimu berhasil. Namun, kau berharap apa saat misimu gagal dengan menyedihkan seperti ini?" Tanya Ulrich dengan tajam dan dingin, dari caranya bicara, dia tidak peduli pada penampilan tubuh baru Heinz karena baginya, Heinz tetaplah He
Heinz.Hanya Heinz yang artinya rumah.Sejujurnya Nerisa cukup terkejut karena meskipun sudah saling mengenal selama lima tahun, ini pertama kalinya dia memberitahukan nama aslinya.Saat di Akademi Aster, Nerisa kesulitan memanggilnya yang tidak bernama, teman-teman seangkatannya kadang memberikan sebutan konyol atau sebatas 'Hei'. Dan sampai sekarang pun, Nerisa tidak tahu kenapa dia tidak menggunakan nama aslinya dari awal. Dia cukup yakin ada alasan kuat dibaliknya."Jadi, Heavenly—, maksudnya Heinz. Dokter Neil akan datang dan memeriksa kondisi tubuhmu. Kau tidak akan kesulitan bergerak jika tahu kondisi tubuh yang sekarang kau pakai dengan mendetail. Kita juga harus tahu apakah tubuh kurus kering itu bisa masuk ke Akademi Aster. Kau tahu sendiri kualifikasi masuk ke sana sangat berat, kan?" Tanya Nerisa, melirik jam yang melingkar di pergelangan kanannya.Heinz tidak membantahnya meskipun saat di tubuh aslinya, dia sama sekali tidak kesulitan saat masuk ke Akademi Aster. Mungkin
Heavenly sudah berlari secepat yang dia untuk bersembunyi tepat di balik pintu dan berhasil. Dia mengatur napasnya, tubuh baru yang kurus ini bahkan kesulitan di bawa berlari dalam jarak yang tidak sampai satu meter. Berbeda dengan tubuh Heavenly sebelumnya yang kuat berlari maraton tanpa kehabisan napas.Jelas perbedaan tubuh yang signifikan ini mengganggu benaknya. Heavenly mengatur napasnya agar lebih tenang dan senyap, menyembunyikan aura tubuh, dia memejamkan netra, memfokuskan pendengarannya agar lebih tajam dan akurat. Semoga saja kemampuan dasarnya masih berfungsi di tubuh barunya.Sekarang terdengar. Diam-diam Heavenly bersyukur pada Lord Blessed and Holy Night karena kemampuan dasarnya tidak hilang.Suara langkah pertama seseorang yang masuk ke dalam area kamarnya. Lalu langkah kedua dan kini langkah ketiga.Heanvely menarik pintu, menampakan diri sebelum menarik kedua tangan orang yang memasuki kamarnya dengan cepat, menindih tubuhnya sampai menghantam lantai dengan kedua t
'Ada apa ini sebenarnya?' Batin Nerisa berteriak frutasi tatkala mencondongkan tubuh ke lubang di gerbong, menatap Heavenly yang terjatuh dari rel kereta ke sungai besar di bawahnya.Nerisa berdecak, dan lagi siapa pemuda pirang yang ikut jatuh bersamanya? Apa dia termasuk orang-orang yang mengincar nyawa Heavenly?Gadis berambut sebahu itu menoleh, menahan darah agar tidak terus menerus merembes keluar dari peluru yang tertanam di lengannya. Dia segera menarik mayat Ricadh, membawa bersamanya ke arah lubang di gerbong. Nerisa tidak menghentikan aktivitasnya saat bersitatap dengan Raze yang juga tengah berusaha menyeret satu kakinya untuk melarikan diri.Sial.Sekarang Nerisa tidak punya tenaga dan peluru untuk menghabisinya. Nerisa tidak punya pilihan."Jangan menganggap melarikan diri berarti kau lepas dari para aristokrat yang menyewa pembunuh bayaran."Raze menoleh dengan bibir meringis dan mata memburam, mengernyit menatap Nerisa yang berdiri di depan lubang gerbong."Ini hanya p
Pria jubah cokelat dekil itu berdiri di depan pintu gerbong yang terbuka, tangannya terjulur menodongkan pistol pada Heavenly, mengambil satu langkah mendekat.Netra Heavenly membelalak sebelum terbatuk, memegang sekitar area yang tertembak dengan tubuh jatuh bertopang pada satu kaki ke lantai.Pundak Heavenly bergetar kesakitan. "Apa ini benar-benar malam kematianku?"Melihat kondisi pembunuh surgawi itu yang mengenaskan membuat pria jubah cokelat mengambil langkah berani untuk mendekat tanpa menurunkan pistolnya."Bercanda." Ujar Heavenly nyengir sambil menyibak coat menampilkan rompi anti pelurunya membuat pria jubah cokelat itu membelalak terkejut.Dia sudah melangkah mundur dan ingin kembali menarik pelatuk namun kalah cepat dengan Heavenly yang menyerang telapak tangannya, membuat pistolnya terjatuh. Heavenly mencengkram tangan pria jubah cokelat, menahannya agar tidak melarikan diri sambil bangkit berdiri."Uhuk-uhuk!" Pria jubah cokelat itu terbatuk dengan darah keluar dari bi
"Ricadh, Nerisa, sudutkan dia."Kedua orang itu segera mematuhi perintah, kembali memenuhi gerbong dengan suara gema pistol, ketiganya jadi saling adu tembak, Nerisa menyeret steward wanita yang menjerit histeris, mendorong punggungnya agar berlari dan bersembunyi di balik bar counter.Steward wanita itu berlari melewati Heavenly yang tengah menjentikan telunjuk, mengaktifkan titik stela 'S' pada telapak kanannya sebelum kedua netranya bersinar sekilas, tanda kemampuan 'seek'nya aktif.Heavenly mengedarkan pandangan ke seluruh gerbong, melihat apakah ada yang terlewat dari kemampuan melihat normalnya dengan 'seek' yang dapat melihat sesuatu tersembunyi.Namun nihil.Pria berjubah cokelat dekil itu tidak ada di gerbong ini, hanya ada steward wanita yang meringkuk ketakutan di balik bar counter.Perasaannya gusar dengan jantung berdebar dalam arti buruk. Apa Heavenly melewatkan sesuatu? Meskipun disebut legendaris tapi tetap saja dia sudah kepala tiga, lupa dan terlewat adalah hal norma
Suara mesin kereta dan bagaimana efek getaran pada gerbongnya tidak serta merta membuat Ricadh tenang. Pria pendek dengan rambut cokelat itu meneguk birnya dengan jari gemetar dan keringat membasahi pelipis. Raut wajahnya pias dengan jantung berdebar kencang dalam artian buruk.Ini gawat.Padahal dirinya adalah pembunuh bayaran.Tapi dia tidak bisa menekan rasa takutnya sendiri tatkala aura dari Heavenly yang duduk membelakangi dirinya di depan bar counter menguar sampai terasa memenuhi udara di dalam gerbong kereta restorasi ini. Menghantarkan kekeringan pada kerongkongan Ricadh dengan bulu kuduk berdiri."Gila." Komentar Ricadh pelan. Padahal Heavenly hanya duduk meminum bir sambil menunggu target bernama Raze mati karena racunnya, namun aura kuat dan hawa membunuhnya membuat jiwa Ricadh terguncang.Ricadh baru terjun ke dunia gelap ini setahun yang lalu, karena keluarganya kaya raya maka berhubungan dengan dunia bawah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kepentingan bisnis bagian i
Heavenly bersandar pada jok belakang, netranya melirik pada pejalan kaki di trotoar yang dibangun dari koblestone. Meskipun sudah berada di tahun 2025, tapi sepertinya Duchess Koronra yang mengelola provinsi Thaloria ini masih tetap ingin mengabadikan tampilan estetik dan klasik khas abad pertengahan.Dimulai dari lampu jalanan, dan bangunan-bangunan bergaya klasik. Suasananya sama dengan provinsi Avelora, tempat tinggal Heavenly sekarang, meskipun Avelora punya sedikit sentuhan futuristik pada sebagian bangunannya.Pintu depan kiri mobil dibuka, wanita berambut hitam lurus sebahu dengan celana jeans biru ketat, kaos putih dan jaket kulit hitam masuk dan duduk di jok sebelah kemudi."Kau menjatuhkan lisensimu di kamar hotel." Tukas Nerisa, menyodorkan kartu persegi panjang yang dilapisi bahan mengkilat dan keras.[Lisensi Pembunuh Bayaran]Nama : -Nama Kode : HeavenlyTgl Lulus Akademi Aster : 1 Januari 2020Prophet : The prophet Caph - God.Dibuat oleh Akademi Aster...."Terimakasi
—Satu hari sebelumnya.—...Di dunia ini, tidak ada manusia baik dan manusia jahat. Semuanya hanya tergantung perspektif. Yang tersisa hanyalah 'manusia' ... yang menjalani hidup mereka.Itu adalah idealisme dari seorang 'manusia' yang sudah membunuh lebih dari seratus ribu nyawa manusia lain dengan tangannya."Bagaimana mungkin manusia bisa semudah itu merenggut nyawa manusia lain?" Tanya pria pelontos yang bersingsut mundur dengan kedua kaki yang sudah kehilangan motoriknya, pantatnya menyeret darah di lantai berdebu dengan pencahayaan yang hanya berasal dari cahaya purnama dengan gugusan bintang di langit malam.Menatap sengit dengan bibir bergetar, tidak menutupi kebencian dan ketakutannya pada seorang pria yang sudah membunuh seratus orang teman-temannya yang kini berserakan di sekitarnya.Tubuhnya diseret mundur dengan jantung bertalu tatkala pria yang dia maksud melangkah mendekat memicu gema dari alas sepatu pentofelnya.Satu gema, satu detakan jantung yang melompat keluar kar