Share

Pembohong yang Sempurna
Pembohong yang Sempurna
Author: nana28

Pot. 1

Author: nana28
last update Huling Na-update: 2021-05-02 13:00:40

“Semua berbaris! Tiga berbanjar di belakang papan nama masing-masing jurusan! Barisan tersusun rapi! Semakin ke belakang semakin tinggi! Perhatikan jarak kalian! Satu rentang tangan!”

Parta berbicara lantang di depan pengeras suara yang selalu ia pegang dengan tangan kanannya. Geraknya mondar-mandir di depan semua barisan. Ia mengamati pergerakan ratusan mahasiswa baru yang hari itu akan dilantik secara resmi. Dengan tinggi tidak kurang dari seratus delapan puluh sentimeter, ia bisa menjangkau pandangan hingga baris paling belakang. Tatapan matanya kadang menyipit, menghalau cahaya yang pagi itu bersinar cerah. Cuaca yang semakin memanas memunculkan titik-titik keringat di dahi pemuda berusia dua puluh tahun itu. Sesekali ia mengusapnya dengan punggung tangan.

“Hei, kamu! Mundur ke belakang! Kalau tinggi baris di belakang!” Parta menunjuk seorang mahasiswa baru berambut lurus sebahu dengan poni rata di atas alis mata. Gadis itu hanya diam, tatapannya terpaku pada Parta yang sudah membentaknya, membuat Parta terpaksa melangkahkan kaki hendak menghampiri.

“Iya, Kak.” Gadis itu menunduk, memutar tubuhnya dan segera berjalan ke belakang tepat setelah Parta hampir satu langkah lagi padanya.

Upacara pelantikan mahasiswa baru di kampus itu berjalan dengan baik. Setelah dijemur hampir satu setengah jam akhirnya mahasiswa baru dan panitia diberi waktu istirahat sebelum melanjutkan kegiatan orientasi. Mereka mengambil tas masing-masing dari tempat pengumpulan tas kemudian berbaur bersama.

Kesempatan baik yang digunakan para mahasiswa untuk makan dan mencari teman baru. Mereka saling berkenalan dan bertukar informasi, nomor handphone maupun akun sosial media. Wajah-wajah bahagia terpancar dari tawa dan senyum yang lebar.

Nyla, tidak seperti kebanyakan dari mahasiswa baru yang lain. Gadis yang ambisius itu lebih memilih berkeliling untuk melihat lingkungan kampus. Ia melepas jaket almamater yang terasa semakin membuatnya berkeringat. Disampirkannya jaket itu di salah satu tali tas ranselnya.

Mulai dari taman dekat lapangan upacara ia berjalan pelan menikmati udara sejuk yang dihasilkan beberapa pohon yang tumbuh rindang. Di taman itu ada beberapa gazebo yang digunakan oleh para mahasiswa untuk berkumpul mengerjakan tugas.

Selesai menjangkau taman, Nyla melihat kantin yang penuh berjejal. Semua didominasi oleh mahasiswa baru. Ia mengurungkan niatnya untuk mencicipi makanan ala mahasiswa yang dijual di kantin itu. Ada martabak, bakso, soto, rawon, gado-gado, sate, nasi ayam, dan beberapa minuman terpampang dalam gambar yang menarik di sebuah spanduk lebar di atas kantin. Lengkap dengan harga masing-masing.

Nyla melanjutkan langkah kaki, saatnya memasuki gedung. Setiap lorong masih terlihat sepi, kelas-kelas terkunci dengan rapi. Hanya beberapa orang saja yang bisa ditemui Nyla yang kemudian diketahui sedang mengambil semester pendek karena minggu itu masih merupakan hari libur semester.

Di ujung lantai dua Nyla melihat ada pintu kelas yang terbuka dengan beberapa suara orang berbincang dari dalamnya. Setelah menengok ke kanan dan kiri, rasa penasaran Nyla mendorongnya untuk maju mendekati ruang itu. Dari jendela kaca ia melihat beberapa mahasiswa sedang berdiskusi. Seorang gadis duduk mengoperasikan laptop dengan beberapa orang mengelilinginya. Seorang lelaki berdiri dengan spidol di tangan dan memperhatikan hasil coretannya di papan tulis. Mereka semua memakai jaket almamater, tapi mereka bukan mahasiswa baru. Mereka adalah panitia. Nyla melihat salah satu dari mereka berdiri dengan tangan bersedekap dan badan bersandar di dinding bagian depan, terlihat mengawasi teman lainnya dengan angkuh. Nyla mengenal wajah tampan itu.

Bruuk… Beberapa buku terjatuh tepat di samping Nyla berdiri. Pemiliknya sedang menunduk memungut dan merapikan buku itu. Sementara orang di dalam ruangan berhambur keluar memunculkan wajah mereka ke depan pintu, tak terkecuali orang angkuh yang seketika maju mendekati Nyla. Ekspresi curiga tergambar dengan jelas.

“Kamu menguping pembicaraan kami ya!” Suara itu, wajah itu. Orang yang tadi menegur Nyla di lapangan itu kini kembali membuat Nyla terpaku. Ada rasa takut di dalam hatinya. Ia terdiam mengolah alasan untuk diucapkan.

“Dia mahasiswa baru, Par. Aku ajak dia berkeliling gedung tadi. Sorry kalau sudah ganggu kalian.” Laki-laki yang menjatuhkan buku itu sudah selesai merapikan bukunya, berdiri dan mengajak Nyla pergi.

Parta memblokir jalan mereka. Membuat laki-laki itu melepas napas jengah sementara Nyla berdiri di belakangnya, masih menunduk dengan tangan yang tak bisa tenang.

“Ada banyak jalan. Mengapa harus lewat sini? Lagian ajak mahasiswa baru berkeliling itu tugas kami. Harusnya dia gunakan waktu istirahat untuk makan. Dan kamu! Harusnya bisa mengatur waktu istirahat dengan baik. Jangan sampai nanti pingsan kelaparan. Merepotkan!” Tatapan mata Parta menunjukkan permusuhan.

Gak usah bentak-bentak juga kali, Par. Ini aku mau ajak dia makan. Masih cukup waktunya, kalau kamu kasih jalan.” Nyla dan laki-laki itu berjalan melewati Parta yang masih berdiri di tempatnya.

“Sudah cukup pertunjukannya, masuk Par. Pekerjaan harus selesai, tinggal sedikit lagi. Kita juga perlu istirahat.” Vika, gadis yang tadi mengoperasikan laptop memanggil Parta dan mengajak teman lainnya kembali bekerja.

“Pasangan yang serasi. Bagaimana bisa Yoga ketemu sama Nyla?” Alex membuka pembicaraan saat mereka tengah menyantap nasi kotak usai menyiapkan materi presentasi.

“Mungkin mereka sudah kenal sebelumnya. Makanya mereka dekat. Sampai sempat-sempatnya Yoga mengajak dia ke perpustakaan. Dia kan paling anti diganggu, apalagi kalau lagi di perpustakaan,” jawab Vika.

“Kalian ngomongin Yoga? Sama siapa?” Parta yang sudah selesai makan bertanya dengan rasa ingin tahunya.

“Nyla! Namanya Nyla” Alex menjawab dengan nasi yang masih penuh di mulutnya.

“Nyla? Cewek tadi namanya Nyla? Terus apa hebatnya si kutu buku sama mahasiswa baru?” Parta membuat pernyataan yang meremehkan. Ia enggan mendengar Yoga yang terkesan hebat di mata teman-temannya.

“Kamu itu kalau ngomong hati-hati! Dia kutu buku, tapi bukan orang cupu. Dia cakep dan cerdas.” Vika yang diketahui menyukai Yoga tidak terima dengan nada pernyataan yang disampaikan Parta.

Parta tidak memedulikan perkataan Vika. Ia memakai jaket almamater yang tadi sempat diletakkan di meja kosong saat makan. Ia keluar tanpa berpamitan pada teman lainnya.

Melewati kantin ia melihat Yoga dan Nyla sedang makan bersama. Meski terlihat sedang berbincang, keduanya tampak canggung di mata Parta.

“Kak Parta, kan? Boleh minta tanda tangan?” Beberapa mahasiswa mendekati Parta dengan mata berbinar. Mereka membawa buku agenda serta bolpoin yang kemudian disodorkan pada Parta. Dengan tatapan kosong Parta mengabaikan buku itu.

“Kan belum disuruh. Ngapain sudah minta-minta?” Parta bersedekap dan menatap mereka satu per satu yang justru membuat mereka tersenyum terpana.

“Kami ingin mendahului, Kak. Sekalian minta nomor handphone dan akun sos…,” salah satu dari mereka belum selesai menjawab, tapi Parta sudah berbalik melangkah keluar dari kerumunan yang semakin berdatangan. Gadis-gadis yang mulai terpancing oleh pesona Parta.

Iiieeeh, sombong. Tapi cakeeep!”

“Namanya siapa tadi?”

“Dia cool banget, tauuu.”

Di belakangnya, samar-samar Parta mendengar mereka berbisik-bisik. Parta yakin bagaimana ekspresi para gadis itu. Ia juga tahu bagaimana pertunjukannya itu membuat para mahasiswa putra diam-diam mulai menahan iri. ‘Aku kakak tingkat kalian yang tidak pantas buat jadi saingan kalian’ batinnya sambil tersenyum tipis.

“Kamu habis dari kantin ya? Lihat Yoga sama Nyla makan bareng? Aku lihat loh dari sini.”

Vika menggoda Parta yang baru saja kembali ke lantai dua. Ia menumpukan kedua sikunya pada batas balkon di selasar dekat tangga yang sepi. Sambil tersenyum ia mengalihkan pandangannya pada Parta yang diam tak percaya.

“Yang lain mana? Buruan turun. Bentar lagi sudah mulai.” Parta mengabaikan kata-kata Vika, membuat Vika tertawa kecil.

“Masih beres-beres, bentar lagi juga keluar.” Mereka berdua memandang ke arah bawah. Kantin dan taman yang mulai ramai. “Nyla keren ya. Sudah bisa dekat saja sama Yoga,” lanjut Vika.

“Kalian peduli banget sih sama mahasiswa baru. Dari sekian banyak, kenapa juga harus Nyla? Cemburu karena dia bisa dekat sama Yoga?” Kini giliran Parta yang menatap Vika dengan senyum sinisnya.

“Bagaimana tidak cemburu. Aku sudah mati-matian tunjukkan kelebihanku ke dia. Tapi dia tidak menoleh sedikit pun. Sekarang, ada Nyla yang hebat itu. Mundur deh aku,” jelas Vika dengan putus asa.

“Memangnya apa hebatnya Nyla? Kelihatan polos, tapi pembangkang. Dia gadis bodoh yang tidak paham instruksi.” Kata-kata Parta membuat Vika tercengang.

“Maksudmu apa? Dia mahasiswa baru yang jadi perwakilan saat upacara pelantikan tadi. Sudah bisa dipastikan kalau dia itu punya prestasi, cerdas. Bentar lagi dia bakalan jadi saingan banyak orang,” jelas Vika dengan antusias. “Ah, orang egois kayak kamu tidak akan bisa mengerti perasaan cewek!” lanjut Vika mengingat kedekatan Yoga dan Nyla.

“Tunggu! Dia? Jadi perwakilan mahasiswa baru?” Wajah Parta menatap Vika dengan penuh tanya. Tangannya mengarah pada kantin temapt Nyla dan Yoga sedang makan bersama. Ia tidak yakin dengan apa yang didengar. Baginya Nyla tetap gadis menyebalkan. Jika dibandingkan dengan gadis-gadis lain, Nyla adalah gadis pertama yang berani menatapnya dengan berbeda

“Iya! Ke mana tadi? Pasti kamu tadi cari tempat adem saat upacara, ya kan?” tebak Vika dengan tepat sambil mengerucutkan bibirnya.

Memang benar, Parta melewatkan waktu upacara dengan duduk di gazebo taman. Tugasnya untuk menertibkan calon mahasiswa baru di pagi hari dianggapnya selesai ketika upacara pelantikan sudah dimulai. Ia tidak melihat bahwa Nyla, gadis yang dibentak untuk mundur ke barisan belakang adalah salah satu perwakilan mahasiswa baru yang dilantik. Kesempatan yang sangat jarang dan sangat sulit ditebak pemiliknya. Tapi, gadis itu mendapatkannya.

Lebih parah lagi, gadis yang menurut Parta menyebalkan itu kini dekat dengan Yoga. Mahasiswa yang selalu bersaing nilai akademis dengan Parta.

Parta mengeratkan genggaman tangannya. Ia bertekat untuk mengalahkan mereka berdua.

nana28

Selamat membaca dan mohon masukannya. :)

| Like
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rafli123
Penasaran saat Parta bucin sama Nyla.. bikin gregetan
goodnovel comment avatar
Singgajah
gereget bacanya hahahaa
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 2

    Seharian duduk di dalam ruang kelas membuat Nyla merasakan kantuk. Beberapa kali ia menguap dan berusaha melebarkan pandangan matanya. Permen kopi yang ia beli di kantin tidak sempat ia nikmati. Kakak-kakak panitia tidak akan mentoleransi jika ada mahasiswa baru yang berani makan di ruang kelas saat mereka sedang presentasi. Ia melihat ke kanan dan kiri, semua terlihat sama dengan dirinya, menahan kantuk dan memaksa diri mengikuti penjelasan para panitia. Materi hari itu adalah pengenalan kegiatan mahasiswa. Berbagai unit kegiatan dipresentasikan dengan sangat apik. Hanya satu yang menjadi perhatian Nyla, Badan Eksekutif. Ia sangat ingin bergabung di dalamnya. Pengalamannya menjadi ketua OSIS baginya merupakan bekal yang cukup. “Kak, kapan kami boleh daftar kegiatan?” tanya Nyla saat sesi tanya-jawab dibuka. Ia merasa kantuknya sudah hilang seiring selesainya presentasi yang ditampilkan panitia. “Pertanyaan yang bagus. Jadi, setelah kegiatan ini nanti akan ad

    Huling Na-update : 2021-05-03
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 3

    Sudah hampir tiga puluh menit Parta mondar-mandir di parkiran motor. Ia menunggu Yoga yang tidak ada kabarnya meskipun sudah dihubungi beberapa kali. Karena tidak kunjung datang, Parta pun memainkan game di handphone-nya dengan naik di atas motor Yoga. Langkah kaki mulai terdengar jelas dan Parta menghentikan gerak tangannya lalu mengarahkan pandangannya pada sosok yang semakin mendekat. Yoga sudah tiba dengan langkah yang tenang seolah tidak peduli dengan tatapan Parta. Dia tahu bahwa Parta akan mencarinya karena sedari tadi handphone-nya bergetar dan memperlihatkan nama pemuda itu. Kali ini orang itu sudah berada di depannya dan tak bisa diabaikan lagi. “Ada apa?” Yoga pura-pura tidak mengetahui maksud kedatangan Parta yang saat itu tetap duduk bergeming di atas motor. “Ke mana saja? Dihubungi susah sekali. Punya hobby baru?” Pertanyaan dengan nada tinggi keluar dari mulut Parta. Dia tipe orang yang tidak mau diabaikan. “

    Huling Na-update : 2021-05-04
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 4

    Menjadi seorang mahasiswa tidak jauh berbeda dengan siswa SMA. Yang membedakan hanya lah pakaian yang mereka kenakan. Pakaian yang bebas dari seragam sehingga memungkinkan adanya persaingan jati diri melalui fashion. Selebihnya sama. Tetap duduk di bangku kelas dan mendengarkan dosen mengajar di depan kelas. Belajar mulai pagi hingga siang hari –meskipun ada beberapa yang memilih jadwal khusus dari siang hingga malam. Begitulah kesan pertama Nyla sebagai mahasiswa. Semester pertama di bangku kuliah lebih banyak digunakan oleh mahasiswa baru seperti Nyla untuk mempelajari beberapa teori. Sebagian besar aktivitas selalu berjibaku dengan buku. Perpustakaan menjadi pilihan Nyla untuk memperdalam teori mengenai teknik pertanian. Tidak sulit bagi Nyla karena dia berasal dari daerah pedesaan yang acap dengan dunia pertanian. Air, tanah, dan tanaman sudah seperti saudara bagi Nyla. “Mengapa Kak Yoga memilih menekuni teknik informatika?” “Pertama karena buat

    Huling Na-update : 2021-05-05
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 5

    Hari Minggu ini Nyla ditemani Yoga untuk membeli beberapa keperluan, khususnya keperluan untuk latihan kepemimpinan. Mereka lebih memilih pusat perbelanjaan alih-alih ke toko khusus. Selain karena harga yang bersaing –berkemungkinan mendapat yang lebih murah— barang yang ditawarkan pun jauh lebih beragam dan mereka juga tidak perlu berpindah-pindah ke tempat yang jauh. Yoga berkeliling di lorong tersendiri saat mereka berada di toko alat perkemahan. Ia berada di deretan topi yang dengan aneka jenis dan warnanya. Satu topi rimba berwarna hijau tua dengan jahitan berpola daun semanggi di bagian depannya menjadi pilihan Yoga. Diraihnya topi itu dan dibawanya ke kasir. Setelah melakukan pembayaran, segera ia memasukkan topi itu ke dalam kantong belanja yang sedari tadi ia bawa. Berharap Nyla tidak mengetahui. Ia akan memberikannya sebagai kejutan saat pulang mengantarnya. “Ada yang ingin dibeli?” Yoga mendekati Nyla yang sedang menunduk memperhatikan beberapa gantungan k

    Huling Na-update : 2021-05-06
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 6

    Di depan basecamp unit kegiatan, sebelum mereka berangkat menuju tempat perkemahan Renata membagi scraf pada para peserta latihan kepemimpinan. Vika dan Parta sudah berada di depan sementara Alex berada di mobil, siap mengangkut segala perlengkapan dengan beberapa teman yang lain. “Lima belas menit lagi kita akan berangkat. Pastikan keperluan pribadi kalian tidak ada yang terlewatkan. Semua akan naik kendaraan yang sudah disediakan panitia. Perjalanan kurang lebih tiga jam dan sampai di sana kita akan langsung melakukan kegiatan. Jadi, manfaatkan waktu perjalanan dengan baik,” jelas Vika memberi instruksi pada peserta yang ada di depannya. Di depan barisan Nyla duduk dengan kaki bersila. Semua duduk di lantai. Di belakang Nyla berbisik beberapa anggota lain yang membicarakan ketampanan Parta. Sosok yang memesona kaum hawa itu terlihat berbeda dengan setelan kaos berwarna hijau tua berpadu celana pantalon dengan warna senada juga sepatu gunung yang s

    Huling Na-update : 2021-05-07
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 7

    “Kamu tidak istirahat? Yakin mau masuk hari ini?” tanya Yoga di depan pintu pagar kos Nyla. Yoga sudah terbiasa menjemput Nyla saat mereka ada jam kuliah dengan waktu yang bersamaan. Seperti hari ini, sepulang dari latihan kepemimpinan Nyla memutuskan untuk mengikuti perkuliahan yang memang terjadwal di siang hari. “Aku tidak mau ketinggalan satu pertemuan pun,” kata Nyla sambil menerima helm yang disodorkan Yoga. “Gadis yang rajin,” Yoga mengelus puncak kepala Nyla dari atas motornya. Setelah menggunakan helm dengan baik, Nyla naik ke atas motor Ninja warna merah milik Yoga. Mereka meluncur ke kampus tercinta. “Aku langsung ke kelas ya, Kak,” kata Nyla seraya menyerahkan helmnya pada Yoga. “Tunggu,” Yoga memegang tangan Nyla. Ia menatap Nyla dengan lembut. “Semangat ya,” lanjutnya. “Pasti, Kak Yoga juga ya. Daaa.” Yoga membalas lambaian tangan Nyla dengan masih duduk di atas motornya. Yoga bisa melihat senyum dan kegir

    Huling Na-update : 2021-05-08
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 8

    Dalam beberapa hari Nyla mencoba menghindari Yoga. Bayangan Vika yang menyukai Yoga membuatnya enggan untuk lebih dekat dengan Yoga hingga semuanya menjadi jelas. Ia merasa bersalah sudah menjalin hubungan akrab dengan Yoga dan akan menjadi rasa yang terus tidak nyaman jika ia lanjutkan. Setelah mengetahui kenyataan Vika menyukai Yoga, seolah Nyla adalah orang yang tidak tahu diri, tidak tahu berterima kasih atas segala sikap baik yang diterima dari Vika. Trtrtrtrtrt….. Handphone Nyla di atas nakas bergetar. “Aku di depan kos kamu, Ny. Kamu di mana?” Tampilan pop up menunjukkan detail isi pesan yang dikirimkan oleh Yoga. Nyla melanjutkan menyisir rambutnya di depan kaca. Ia mengabaikan pesan itu. Trtrtrtrtrt….. Lagi. “Aku tunggu kamu ni, buruan ya, sudah mulai panas ini, nanti kita bisa telat.” “Maaf, Kak. Aku lupa memberitahu. Aku sudah di kampus, tadi berangkat buru-buru.” Nyla mengetik pesan balasan u

    Huling Na-update : 2021-05-09
  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 9

    Dua minggu sejak penolakan, Nyla merasakan sepi yang semakin menjadi. Di luar urusan perkuliahan, ia tidak memiliki teman. Pun juga ia tidak menghabiskan waktu lama di kampus. Seusai jam kuliah ia menyempatkan diri ke perpustakaan untuk meminjam buku kemudian pulang dan menghabiskan waktu di kos. Jika ada pertemuan di unit organisasi baru dia akan pulang sedikit lebih terlambat, itu pun seminggu sekali. Perasaan seperti itu bukan hal baru bagi Nyla. Waktu masih sekolah ia sering kesepian. Dulu dengan kesepian ia bisa menjadi dirinya sendiri dan bisa menjadi pribadi yang lebih produktif. Tapi, berbeda dengan saat ini. Kebiasaannya bersama dengan Yoga membuat dia mulai bergantung pada kenyamanan semu itu. Ingin rasanya Nyla bertanya tentang keadaan Yoga pada Vika. Dia pasti tahu tentang Yoga karena mereka teman sekelas. Namun itu bukan pilihan yang baik. Seperti kertas yang dilempar ke bara yang menganga tentu akan keluar api yang menghanguskannya. Ia tidak ingin menye

    Huling Na-update : 2021-05-10

Pinakabagong kabanata

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 85

    “Selamat datang.” Parta membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Nyla untuk turun. Setelah menunda dua hari, akhirnya Parta berhasil meyakinkan Nyla untuk pergi ke rumah ibunya. ‘Menginap’ kata itulah yang membuat Nyla harus berpikir ulang untuk mengatakan mau atau tidak mau. “Ini rumah siapa?” tanya Nyla yang masih belum diberitahu Parta. Terdengar suara pintu dibuka dari rumah sederhana itu. Nyla pun menoleh dan melihat wanita paruh baya tersenyum serta melambai padanya. Mata Nyla beralih ke Parta dengan penuh tanya, sayangnya Parta hanya mengangkat bahu dan langsung menggandeng tangan Nyla dan membawanya menghampiri pemilik rumah itu. “Kalian sudah datang?” sapa Ratna yang langsung memeluk Nyla. “Kamu benar-benar cantik, persis seperti yang dikatakan Parta. Pantas saja dia tergila-gila sama kamu,” imbuh Ratna usai mereka berpelukan. “Mama,” kata Parta memberitahu Nyla yang masih kebingungan. “Mama?” tanya Nyla pada Parta de

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 84

    “Kak Parta? Ini benar, kan?” Nyla membulatkan matanya tak percaya. Pemuda yang berdiri tegap di depannya terlihat lebih sempurna daripada pemuda yang suka usil dan menyebalkan yang ada dalam ingatannya. Pemuda di depannya terlihat lebih ramah dan dewasa. Wajahnya lebih bersih seperti habis bercukur. Tatanan rambutnya juga lebih dewasa. Tapi, satu hal yang meyakinkan Nyla, aroma mint yang berhasil dihidunya. Sementara Nyla masih sibuk membandingkan pikiran dan kenyataan yang ada di depannya, Parta mengangguk dan melebarkan senyumnya sebagai jawaban.Angin kerinduan yang sangat lama bergemuruh di hati Nyla seperti mendapat kebebasan menyambut tuannya. Nyla merentangkan tangan dan langsung menghambur memeluk Parta. Menghirup sampai puas aroma yang menenangkan hatinya. Ia tidak peduli dengan orang di sekitarnya. Tidak peduli bahwa hal yang dilakukan mungkin akan membuatnya malu saat menyadarinya. Tidak peduli apakah akan mendapat penolakan—yang pa

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 83

    “Hai, Ny. Selamat, ya.” Renata dan Alex yang menggendong seorang anak kecil menghampiri Nyla. Hari itu Renata juga diwisuda. Berbeda dengan Alex yang justru menunda wisudanya karena lebih memilih untuk terus bekerja. Sudah hampir setahun ia menjadi kepala keluarga setelah pernikahan tiba-tiba yang mereka langsungkan karena kehamilan Renata yang di luar rencana.Nyla pernah menggeleng tak percaya waktu mendengar kabar itu, tapi melihat kebahagiaan keduanya rasanya tidak adil jika Nyla berpikir negatif tentang hubungan dan bentuk tanggung jawab yang sudah dengan berani mereka ambil. Sudah saatnya untuk berpikir terbuka, bukan berarti setuju dengan hal semacam itu, hanya perlu bijaksana untuk menyikapinya dan perlu menanggalkan pemikiran kolot yang sering mengatasnamakan kebenaran.“Terima kasih dan selamat juga untukmu, Ren. Kamu luar biasa,” tambah Nyla. Ia menggoda si kecil yang terlihat sibuk sendiri di gendongan Alex.Pertemuan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 82

    Nyla menggeser ikon berwarna hijau dan mendekatkan benda kecil itu ke telinganya. “Halo,” kata Nyla dengan ragu-ragu. “Hai, Ny!” teriak orang di seberang telepon. Suaranya begitu renyah, semangat, penuh keceriaan. Namun demikian, Nyla masih sulit mengidentifikasi suara yang melewati jarak dan segala sistem untuk bisa sampai ke telinganya itu. Ada jeda beberapa saat ketika Nyla masih sibuk dengan pikirannya hingga suara di ujung telepon kembali mengambil alih suasana. “Ny, kamu masih di situ?” tanyanya dengan nada sedikit khawatir. “Kak Vika?” tanya Nyla dengan agak ragu. Cara pemilik suara itu khawatir mengingatkan Nyla pada sosok Vika yang memang sudah cukup lama tidak berkomunikasi dengannya, sama sekali setelah kepindahannya bersama dengan Yoga dan tepatnya setelah peristiwa yang dialami Parta di tempat usaha yang kelola oleh sahabatnya itu. “Iya, ini aku. Kamu apa kabar?” Nada khawatir itu sudah kembali cerita lagi. “Hai, Kak. Ya ampun. Se

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 81

    Percayalah, apa pun yang kita lakukan itu akan terasa menyenangkan dan menantang saat semuanya masih baru. Seperti halnya memuaskan rasa penasaran, kita ingin terus menaklukkan dan membuat diri kita menjadi pemenang. Mulai semester awal dengan segala ambisi yang tertanam, nyatanya Nyla mengalami banyak pengalaman dan rintangan yang semakin membuatnya merasa lengkap meniti setiap jejak langkah yang sudah disiapkan untuk dirinya. Teman yang semakin berkurang, tanggung jawab yang semakin bertambah dan hanya bisa diselesaikan, dilakukan, seorang diri. Benar-benar sendiri karena setiap orang memiliki kesibukan yang sama dan tanggung jawab yang sama beratnya. Mengabaikan semua perasaannya, Nyla berhasil membulatkan tekad awalnya. Kesibukan dan keberhasilan sudah di depan mata dan siap menyambut telapak tangannya. “Satu minggu ini kamu tidak perlu datang jika kedatanganmu hanya untuk bekerja. Kamu boleh datang jika kamu memang perlu untuk kebutuhan kuliahmu. Bukan u

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 80

    Nyla ikut merasakan kebahagiaan yang terpancar di senyum Bela saat sahabatnya itu mengenakan gaun sederhana yang akan digunakan untuk acara makan malam antara keluarganya dan keluarga Robi. Beberapa kali ia keluar dan masuk kembali ke kamar pas untuk mencoba beberapa gaun dan meminta pendapat Nyla. Ada rasa bangga yang terbersit di benak Nyla saat menyadari bahwa dirinya menjadi pribadi yang dipercaya untuk memberi pendapat dalam hal yang sangat penting bagi sahabatnya itu. “Bagaimana? Aku lebih suka yang warna emas, tapi kurasa aku tidak bisa menahan untuk mencoba yang satu ini dan rasanya sangat pas dan cantik,” celoteh Bela yang sedang memutar badannya dan memperhatikan penampilannya di depan cermin. Sementara itu Nyla duduk di belakangnya dan terus mengamati. “Kamu hanya mengagendakan untuk makan malam satu kali. Tidak mungkin dalam waktu yang sama kamu akan berganti pakaian.” Nyla menatap Bela yang sekarang membelakangi cermin dan sedang menunjukkan penampilanny

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 79

    Bela tidak berhenti berjalan ke sana ke mari di antara beberapa bangku pengunjung. Beberapa karyawan yang sedang membersihkan kafe malam itu sesekali mencuri pandang dan menaruh curiga pada sikap tidak biasa dari atasannya itu. Sesekali juga mereka berbisik, namun tak ada satu pun yang berani bertanya secara langsung. Biasanya Bela akan menyampaikan beberapa instruksi yang menurut karyawannya sangat membosankan, instruksi yang selalu diulang-ulang setiap mereka mulai menutup kafe. Nyla yang baru turun dari lantai dua melihat pemandangan itu. Matanya beralih dari satu sisi kafe ke sisi yang lainnya. Beberapa karyawan yang sudah selesai beres-beres namun masih berkumpul dan tidak segera pulang. Mereka saling mendorong satu sama lain untuk mendekati Bela. Bela yang mendapat perhatian dari karyawannya itu juga menjadi perhatian Nyla. Ada apa dengan mereka hari ini? “Ada apa? Mengapa kalian belum pulang?” tanya Nyla saat mendekati karyawannya yang sudah berganti

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 78

    Vika terbahak-bahak ketika mendengar Yoga menceritakan kemurungan Parta karena cemburu dan takut Nyla memiliki pacar baru. Suasana meja makan begitu renyah, tidak hanya dentang sendok garpu yang beradu dengan piring. Vika dan Parta pun lebih sengit, terutama Vika, mengejek satu sama lain. Parta terus memprotes masakan Vika yang jelas hanya mengada-ada karena buktinya ia melahap semua makanan. Belum lagi Yoga yang terus membela Vika membuat Parta semakin terpojok. Tapi tidak masalah, itu semua hanya canda. Mereka sadar bahwa jauh dari keluarga membuat mereka harus saling menguatkan satu sama lain. Dan itu cara yang mereka pilih. “Jadi? Bagaimana? Kamu mau balik, Par? Kalau kamu tidak balik, bisa-bisa Nyla diambil cowok lain.” “Dalam imajinasimu, Vik! Nyla tidak mungkin semudah itu melupakan cowok sekeren aku. Lagian aku yakin banget kalau itu cowok tidak bisa menyaingi kelebihanku.” “Ingat, Par. Nyla pernah suka loh sama aku,” sela Yoga memberi penekan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 77

    “Apa?” Parta masih menyimak cerita Bela namun tidak yakin dengan pendengarannya saat ini. “Tidak perlu heran!” tegas Bela yang bisa dipastikan kekesalannya. Tidak ada orang yang suka mengulang-ulang perkataan yang baru saja selesai disampaikan, begitu juga dengan Bela. “Kamu jangan merusak semangat aku dong Bel! Yang benar saja? Nyla tidak mungkin semudah itu jatuh cinta sama orang lain.” Parta menghela napas dan menghentikan aktivitasnya. Fokusnya hanya pada earphone yang memenuhi telinganya. Cerita panjang yang disampaikan Bela diakhiri dengan berita yang ingin ditolak oleh Parta. Pemuda itu sudah tidak fokus membaca buku di depannya. Jemarinya juga beberapa kali salah mengetik. “Aku tidak bilang kalau Nyla jatuh cinta sama itu cowok. Aku cuma bilang kalau ada cowok yang suka sama Nyla dan berusaha mendekati Nyla.” “Terus?” tanya Parta. Ia tidak sungguh bertanya karena jawabannya tentu akan membuatnya berpikir lebih dalam. “Terus ak

DMCA.com Protection Status