“Makasih ya, Bara! Semoga pernikahan kalian langgeng dan cepat diberi momongan!”“Wah, pengantin baru cepet bikinin kita keponakan yang lucu-lucu ya!”“Makasih untuk acaranya makan-makannya dan sukses untuk pernikahan kalian!”Satu per satu ucapan dari teman-teman Bara, terdengar di pendengaran Nia. Beberapa juga ada yang tersenyum ramah pada Nia. Dan ada juga yang terlihat sinis. Entah apa salah Nia kenal aja tidak tapi seperti tidak suka dengannya.“Ih, dia kenapa koq gelap banget mukanya. Pasti dari mereka ada yang menyukai pria ini,” tanya Nia dalam hati.Sebenarnya sesuai syarat yang diberikan Nia bahwa pernikahan mereka harus dirahasiakan, tetapi ini jelas Bara telah melanggar syarat itu. Bukan tidak mungkin Nia akan mempermasalahkan. Hal itu akan dipakai senjata Nia untuk menolak memberi hak Bara karena pria itu telah melanggar syarat yang ia berikan.“Siapa suruh gak nepati syarat aku,” gumam Nia yang tidak didengar Bara.Acara telah selesai dan Bara juga sudah menyelesaikan s
Suara detingan bel beberapa kali dari luar sebagai penyelamat Nia. Tubuhnya sudah kaku, tapi bukan karena kedinginan tapi karena menahan gejolah aneh.“Kali ini kamu bisa lolos, Nia. Tapi lain kali jangan harap bisa sebelum menyelesaikan semuanya denganku,” ancam Bara dengan rahang mengeras.Bara bangkit dari bathtub dengan menyambar handuk yang ada tak jauh dari jangkauan tangannya kemudian melilitkan pada pinggangnya. Wajahnya terlihat menahan kekesalan dan Nia tidak peduli itu. Ia malah terlihat menahan senyuman dengan melipat bibirnya ke dalam.Saat Bara telah keluar dari kamar mandi, Nia menghela napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Hatinya penuh dengan kelegaan ketika sudah tak terlihat lagi tubuh Bara. Secepatnya dia langsung bangkit dan berdiri di bawah guyuran shower untuk membersihkan diri sebelum Bara datang lagi dan menagih janji Nia.Sedangkan di sisi lain. Bara keluar kamar mandi dan langsung menuju lemari dan mencari salah satu piyamanya. Pria itu mengganti
“Nia, koq dikunci, sih!” teriak Bara sambil mengedor-ngedor pintu dari luar kamar.Setelah beberapa jam berada di dalam kamar tamu, pada akhirnya Bara kembali ke dalam kamarnya yang ia tempati bersama Nia. Namun, langkahnya terhenti ketika pintu kamarnya terkunci dan siapa lagi kalau bukan Nia pelakunya.“Nia, buka gak? Lihat saja kalau aku bisa membukanya habis kamu sama aku ya!” ancam Bara. Masih tidak ada tanggapan dari Nia karena yang punya nama sedang tertidur pulas.“Koq, dia gak ada takutnya sama aku sih?” kesal Bara kerena belum mendapatkan tanggapan dari istrinya itu.Setelah menunggu beberapa saat, pintu masih belum terbuka. Bara tersenyum menyeringai. Dia lalu mencari sesuatu di laci meja ruang tengah. “Ah, ternyata ketemu juga!” lirihnya kemudian berjalan menuju kamar di sebelah kamar utama, kamar yang ia tempati bersama Nia.Klek. Pintu bisa terbuka dengan mudah dan Bara langsung tersenyum puas. Ya, Bara terpaksa membuka pintu konektor yang menghubungkan kamar utama denga
“Nia ...!” teriak Bara dari dalam kamar.Nia yang berada di dapur seketika tersentak kaget. Kebiasaan suaminya itu kalau pagi-pagi sudah bikin ribut saja. Kegiatan Nia di pagi hari adalah membuat sarapan setelah membersihkan rumah.“Ada apa sih, Mas. Aku lagi masak nih!”Nia balas teriak pada suaminya itu.Dikarenakan jarak kamar dan dapur lumayan jauh sehingga teriakan Nia harus kenceng supaya Bara mendengarnya.Entah mendengar atau tidak, pada akhirnya Bara kembali berteriak memanggil nama istrinya. “Nia ... bentaran sini!”Nia menghela napas sebelum mematikan kompornya. Aktivitas memasak terpaksa ditundu dulu untuk memenuhi panggilan sang Tuan Muda.“Ada apa sih, Mas?” tanya Nia ketika sudah berada di dalam kamar utama sambil mendekati Bara yang sedang berdiri di depan cermin. “Aku lagi masak untuk sarapan kamu itu.”Tatapan Bara mendadak berubah menjadi wajah yang bersalah tapi dia tidak boleh perlihatkan pada Nia. “Ehm ... tolong pasangin dasi aku dong!”Nia langsung menatap denga
Bara sudah duduk di meja makan ketika Nia datang. Secepatnya ia langsung berlari ke arah dapur untuk menyiapkan sarapan Bara.“Kamu gak ke kampus?” tanya Bara setelah melihat Nia yang belum siap-siap. Ah, dia melupakan kalau istrinya itu sedang membuatkan sarapan untuknya.“Bentar lagi, Mas!” jawab Nia sedikit teriak karena posisinya yang sedikit jauh, jarak antara dapur dengan meja makan.Setelah beberapa saat, Nia telah menyelesaikan masakannya, segera dia menuju meja makan untuk menata menu yang sudah dia buat. “Oke, sudah siap semua,” gumamnya padahal di sebelahnya ada Bara yang sedang menunggunya.“Mas, mau yang mana?” tanya Nia sambil menyiapkan piring dan sendoknya.“Biar aku ambil sendiri saja!” balas Bara yang seketika membuat Nia langsung mendongak menatapi suaminya itu. Merasa aneh saja, giliran pakai dasi saja minta dipasangkan sekarang makan tumben mau ambil sendiri padahal Nia menawari untuk melayani.Tanpa banyak bertanya lagi, Nia membiarkan suaminya itu mengambil send
“Hah, apa? menikah?”Nia langsung menutup mulut Tina saat sahabatnya itu berteriak mengatakan menikah. Ya, setelah ketahuan oleh Tina ketika Bara menyuruhnya untuk mencium tangannya. Sekarang Nia dan Tina berada di bangku-bangku kosong depan ruang laboratorium. Masih ada setengah jam untuk mereka ngobrol.“Kamu kalau ngomong jangan keras-keras bisa gak sih?” keluh Nia dengan kesal pada Tina yang masih memasang tampang tidak percaya dengan ucapan Nia kalau dia dan Bara sudah menikah.“Ups, maaf!” sesal Tina dengan wajah memelas. “Terus, terus gimana ceritanya koq kamu bisa nikah dengan Pak Bara?”Nia mengedarkan pandangan ke sekeliling takut ada yang melihatnya. Seharusnya dia tidak boleh mengatakan pada Tina, namun karena sahabatnya itu dari tadi memaksanya lagian Tina juga sudah terlanjur mengetahui kebersamaannya dengan Bara tadi.“Ceritanya panjang, Tin. Intinya sekarang kita sudah menjadi pasangan tapi aku mohon jangan sebarkan berita ini karena aku gak mau menimbulkan banyak omon
Ya, Bara menyuruh Nia untuk menjelaskan tentang pertanyaan saat di kelas tadi. Terlihat wajah Nia begitu ketakutan. Namun belum juga Nia berkata mendadak Bara menghentikannya.Pria itu mengambil ponsel yang sengaja Nia lempar tadi. Iseng Bara membukanya dengan mengusapnya ke atas dan ternyata bisa terbuka. Lalu membawanya di depan kelas. Tanpa disangka ternyata Bara memperlihatkan aktivitas terakhirnya pada ponsel tersebut.Betapa malunya Nia saat itu karena jelas ada gambar seseorang sedang melakukan CPR dari mulut ke mulut. Sontak semua satu kelas menyoraki dirinya.“Kenapa? Malu?”Bukannya menjawab yang dilakukan Nia adalah segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Tadi inginnya dia pulang bareng dengan Tina tetapi Bara tidak mengijinkan pada akhirnya mereka pulang bersama.Hari sudah sore dan tidak biasanya Bara pulang seperti ini. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu, demi untuk menemani Nia pulang.Hembusan napas kesal masih dirasa Bara ketika Nia sudah tak terlihat lagi
Usai membereskan dan membersihkan meja makan, Nia segera menaruh semua peralatan makan yang kotor ke dalam tempat wastafel kemudian mencucinya juga.“Alhamdulillah, ternyata sudah selesai. Oke lanjut istirahat,” lirihnya. Sejenak terdiam matanya seperti berkunang-kunang. “Ah, mungkin aku sudah sangat lelah,” batin Nia.Matanya mengitari pandangan di sekitar, mungkin saja ada yang kotor tapi belum ikut dia cuci. Hingga beberapa menit dia meneliti dan ternyata tidak ada semuanya sudah beres.Nia melangkahkan kakinya menuju tangga, bersiap menuju kamar. Tanpa sadar dia terus melangkah dengan tubuhnya yang kegerahan hingga sekarang sudah berada di kamar utama. Terdengar suara di kamar mandi, yang artinya Bara belum selesai mandinya.“Kenapa aku ada di kamar ini, harusnya kan aku di kamar sebelah,” ucapnya pada diri sendiri seraya beranjak menuju pintu untuk keluar.“Nia!” Terdengar suara Bara memanggilnya dan dapat Nia rasakan ada langkah kaki mendekati tempatnya berdiri.“Kamu mau kemana
Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng
“Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu
“Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana
“Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben
Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu
“Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala
“Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it