“Sudah saatnya kau tahu sekarang, Lita! Bahwa mandor Irwan, bukanlah bapak kandungmu! Lelaki itu hanyalah orang lain yang menikahi emakmu dalam keadaan hamil kamu.” Pada detik itu juga, bumi yang dipijak Jelita serasa runtuh, hancur, berserakan. Jelita membeku lalu menggigil. Dadanya mendadak sesak. Dia tahu sekarang, kenapa selama ini si emak begitu kejam padanya. Dan si bapak tega mau memperkosanya, karena Jelita memang bukan anaknya! Ternyata kehadirannya memang tak pernah diinginkan oleh ibu kandungnya sendiri, sebab dirinya anak hasil dari perzinahan. William yang sudah terbangun dari sujudnya juga gemetar. Dia syok mengetahui rahasia besar yang tak pernah terbayangkan bakal dia dengar. Dia dan Jelita, … adalah kakak beradik? Ya, Tuhan. Tak pernah ada yang lebih menyakitkan daripada fakta ini! “Sayang!” William merengkuh Jelita yang menjerit-jerit histeris. Gadis ini pasti lebih terpukul daripada dia. William menguatkan diri untuk menguatkan Jelita yang sangat syok. Hatinya ped
Bimo menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, menuju Atika yang tengah bersiap-siap pergi bekerja. “Kak!” serunya sambil mencekal lengan Atika. “Apa maksudnya ini?” Bimo menunjukkan layar ponselnya yang sedang menampilkan ruang percakapan keluarga besarnya. Bimo tak menyangka Atika betul-betul menerima lamaran si Bastian yang akan menikahinya bulan depan. “Elu mau nikah? Sama si Bastian brengsek itu?” cecar Bimo penuh emosi. “Jaga mulut elu, Bim. Dia calon kakak ipar elu dan dia jauh lebih tua dari elu.” “Dia juga jauh lebih tua dari elu, Kak! Elu dua puluh delapan dan dia sudah empat puluh, seumuran sama om kita!” “Tapi dia masih single, bukan duda.” “Single apanya! Simpanannya banyak. Dia sebelas duabelas sama ayah! Laki kayak gini mau elu nikahin, Kak? Jangan gila, lu!” ketus Bimo berapi-api. Kemana nalar dan logikanya Atika? Kenapa mendadak tumpul? “Please, Kak! Elu nggak harus lihat dengan mata kepala elu sendiri buat tahu dia itu gimana. Dia itu kan cyrcle-nya ayah!” “Apa
Pria itu tertawa. “Ah, kau orang Indonesia rupanya,” ujarnya sambil melepas jarum di lengan Atika lalu menekan bekas lukanya dengan kapas steril dan menutupnya dengan plester. “Kenapa mau mati? Kau seputus asa itu? Apa ada orang brengsek yang mengganggumu? Katakan saja. Aku tak keberatan membereskannya untukmu, gratis. Anggap ini balas budiku karena kau pernah menolongku.” Atika berkedip-kedip, menatap pria yang bicara terlalu blak-blakan kepadanya itu. “Memangnya kau John Wick?” Atika menyebut nama pembunuh bayaran yang terkenal di sebuah film thriller aksi. Sekilas penampakan pria itu memang mirip dengan sosok Keanu Reeves yang gondrong sebahu dan tinggi gagah di film itu. Bedanya, pria ini terlihat lebih hangat dibanding sosok John Wick yang dingin di film. “Anggap saja begitu,” sahut pria itu sambil mengedipkan sebelah mata. “Jadi. Katakan saja. Ada yang mengganggumu?” tanyanya dengan sorot menyelidik. Atika kemudian menangis dan menjerit-jerit. Dan pria itu sabar menunggunya
Atika menghapus air mata dan kembali menginjak pedal gas mobilnya ketika dikejutkan oleh suara-suara klakson kendaraan lain di belakangnya. “Aku menjalani hidupku dengan baik berkatmu, John,” gumamnya sambil memandang jalanan di depannya yang sudah mulai macet sepagi ini. Sejak kembali ke Jakarta, Atika langsung menata kembali hidupnya dengan berkutat dalam kesibukan sejak pagi hingga petang, sampai pagi lagi. Atika sekarang memiliki karier yang baik sebagai independent financial planner yang profesional. Selain sibuk berkutat dengan kariernya, dia juga sibuk mengurusi adiknya yang bandel. Namun Atika sangat menyayangi si bandel itu. Keceriaan Bimo seperti pelipur lara baginya. Pembangkangan bocah itu membuatnya tertantang untuk menjadi galak dan garang, menutupi sosok dirinya yang sebenarnya insecure sejak peristiwa pemerkosaan itu. Kenakalan Bimo malah membantu Atika menjadi sosok yang berbeda, sosok yang lebih kuat dan tegas, bukan lagi Atika yang rapuh dan cengeng. Orang-orang b
Bimo ke kampus hari ini meskipun sedang tak ada jadwal kuliah. Tujuannya ke kampus hanya untuk mencari Jelita, tetapi dia tak menemukan gadis itu. Dia sudah mengecek Jelita ke apartemen William tetapi gadis itu tak ada di sana, Bimo yakin Jelita tak betul-betul menuju ke sana tadi.“Aya!” panggil Bimo sambil berlari-lari kecil menuju Aya.Aya menelan ludah melihat sosok Bimo kini berada tepat di depannya dan menatap wajahnya. Baru kali ini Bimo menatap tepat ke dalam mata Aya. Kaki Aya langsung gemetar menyadari keindahan wajah Bimo yang ternyata lebih tampan jika dilihat dari jarak sedekat ini. Tapi begitulah, tampan-tampan tapi player. “Ck. Orang ganteng mah bebas!’ gerutu Aya dalam hati.“Ay!”Aya kaget Bimo memanggilnya lagi karena dia malah sibuk melamunkan kegantengan cowok ini sejak tadi.“Eh. I-iya, Bim?”“Elu tahu di mana Jelita, kan?”Aya mengangguk-angguk tapi kemudian dengan cepat menggeleng.“Ck, yang benar dong lu, Ay! Tahu nggak?” desak Bimo.Aya menggigit bibir. Melih
Bimo akhirnya keluar dari apartemen setelah berdebat dengan Jelita selama satu jam. Cowok itu nyengir sepanjang jalan menuju mobilnya. Menyenangkan sekali bisa menggoda dan membuat kesal gadis itu. Melihatnya manyun dan mengomel, sedikit mirip dengan Kak Tika, bedanya Jelita tak segalak itu. Meskipun marah gadis itu tetap terlihat feminim, beda dengan kakaknya yang kelewat barbar. Bimo menghela napas ketika rasa sedih mencubiti perasaannya. Sebulan lagi Atika menikah dan akan tinggal bersama Bastian. Bimo akan sepi dan sendirian. Dia tidak siap dengan kondisi itu. Bimo kemudian menelepon ayahnya. “Yah, aku mau pindah ke apartemen yang di Gandaria,” tekadnya. Apartemen itu memang untuknya, sang ayah membelinya dengan syarat Bimo boleh pindah ke sana setelah IPK-nya berhasil mencapai angka tiga, namun sampai sekarang Bimo belum berhasil meraih nilai sebaik itu sehingga dia tetap terkurung di rumah Atika. “Wah, sepertinya ini kabar baik. Kamu yakin bakal mendapat IPK tiga di semester i
“Cih. Aku nggak mau jadi gundikmu!”“Njirrr! Siapa juga yang mau jadiin elu gundik gue sih, Ta? Yang ada gue malah pengen jadiin elu ratu satu-satunya di hati gue.Jelita mencebik, tak mau percaya begitu saja. ‘Dasar player! Bisa aja ngomongnya.’“Dengerin, berhenti buruk sangka dulu ke gue bisa kagak sih lu?” Bimo menjitak Jelita dan dengan cepat dia menerima balasan berupa tabokan panas di lengannya yang bertato.“Buset, galak beut lu jadi cewek!” omel Bimo yang tak ada kapok-kapoknya menggoda Jelita meskipun berkali-kali kena tabok.“Dengerin, Jelita. Gue punya ide brilian! Gimana kalau elu jadi asisten pribadi gue yang bertugas menyelesaikan semua tugas kuliah dan tugas skripsi gue?”Jelita tertawa. “Bim, itu terdengar seperti tugas yang sangat melelahkan. Apa kamu yakin mendelegasikan semuanya padaku?”“Ya iyalah, Ta! Gue percaya sepenuhnya ke elu. Gue punya rencana besar untuk mengubah dunia, tapi sayangnya gue lebih suka dugem daripada duduk di bangku kuliah. Jadi, gue butuh se
Bimo mengulum senyum, sejak tinggal bersama Jelita dia jadi merasa semakin terurus. Jelita pandai sekali membuat makanan yang lezat. Bimo tak pernah melewatkan sarapan dan jadwal makan lainnya. Gadis itu juga cerewet mengingatkannya agar cepat pulang jika Bimo asyik kongkow bersama Stephan sampai tengah malam, bahkan Bimo sudah dua minggu ini tidak dugem. Apalagi main perempuan.“Elu kayak suami takut istri aja, Bim!” ledek Stephan yang sudah tahu jika temannya itu kini tinggal seatap dengan Jelita. Tetapi Stephan menjaga rahasia ini rapat-rapat demi nama baik Jelita, atas permintaan Bimo juga. Bimo tak ingin Jelita dipandang buruk oleh teman-teman yang lain hanya karena dekat dengannya. “Gue pikir nikah enak juga, Step, kalau bini gue Jelita.” Bimo nyengir kepada Stephan yang menoleh kepadanya dengan mata membeliak kaget.Stephan kemudian terbahak. “Wah, gue angkat topi sama Jelita karena sanggup bikin seorang Bimo Abimana, player kelas kakap kita tobat dan memikirkan menikah. Dia m