Setelah seminggu menjalani perawatan intensif di rumah sakit, wajah Laura yang lelah perlahan-lahan mulai kembali berseri-seri, dan rasa sakit yang pernah menghantui tubuhnya, kini sudah mereda. Ini semua berkat kerja keras tim medis yang tak henti-hentinya memberikan perawatan terbaik untuknya.Dengan suara yang lembut dan penuh kehangatan, Barbara selaku dokter bedah Laura mengatakan bahwa kondisi Laura sudah jauh lebih baik dan diperbolehkan pulang. Barbara kemudian memberikan panduan pemulihan untuk Laura. Dia menjelaskan bahwa Laura harus tetap mengikuti rencana pengobatan, mengonsumsi obat sesuai resep, dan menjaga pola makan yang sehat untuk mendukung pemulihannya."Laura, selama beberapa waktu ke depan, hindarilah aktivitas fisik yang berat. Tubuhmu masih perlu waktu untuk pulih sepenuhnya, jadi pastikan untuk memberi dirimu cukup istirahat," kata Barbara sambil memandang Laura dengan penuh kepedulian.Laura mengangguk-angguk, menyimak petunjuk Barbara dengan baik. "Dalam beb
Bimo mendorong pintu kaca sebuah kafe dan membiarkan Aya memasuki ruangan terlebih dahulu. Aroma kopi yang harum mengisi udara, bercampur dengan aroma rempah-rempah dan wangi baked goods yang keluar dari dapur. “Kita duduk di sini saja, ya?”Bimo mengangguk saja menerima keputusan Aya. Mereka pun duduk di sudut kafe yang nyaman. Jendela besar di dekat meja mereka memberikan pemandangan indah pohon-pohon di tepi jalan yang daunnya berguguran. Musik instrumental yang lembut memainkan lagu-lagu yang menenangkan, menciptakan latar belakang yang sempurna untuk percakapan mereka. Barista-barista tampak bersemangat bergerak di balik meja kasir, menciptakan minuman kopi dengan cermat dan telaten. Suasana kafe dipenuhi dengan suara mesin espresso yang berdenting dan bunyi peralatan dapur yang berdenyut. Namun, keramaian ini tidak mengganggu keseluruhan ketenangan dan kenyamanan ruangan.Bimo dan Aya saling berbagi cerita, tertawa, dan menikmati segelas kopi hangat sambil menikmati keindahan
“Jadi, kau hanya berselingkuh dengan Laura?”Bimo mengangguk dan menghela napas panjang yang terdengar sebagai sebuah penyesalan.Jelita bersedekap dan ikut menghela napas. Dia kemudian mengangguk-angguk dan menyimpulkan, “Berarti, kau benar-benar mencintainya, Bim.”Ada ketidaksetujuan yang terpancar di dalam tatapan Bimo, namun Bimo hanya bisa tersenyum kecut. Tak etis juga menjelaskan kepada Jelita yang kini sudah bersuami, sedang ada suaminya pula, bahwa betapa dia hanya mencintai Jelita selama ini, bahkan sampai detik ini. Baginya, Laura hanyalah godaan sesaat yang bertubi-tubi menyerangnya menjelang rencana pernikahan mereka. “Aku dan Bang William akan kembali ke Jakarta besok. Kami tak akan kembali ke sini untuk menghadiri pernikahanmu dengan Laura, tapi kami turut berdoa atas kebahagiaan kalian,” pungkas Jelita menutup pembicaraannya dengan Bimo. Dia hanya ingin menyampaikan itu.Di sebelah Jelita, William yang semula tampak tegang berubah menjadi sedikit rileks, lalu pria it
Senyum Laura mengembang indah. Setiap pagi Bimo mengunjunginya ke apartemen. Mereka sarapan pagi bersama di meja makan, menyantap makanan yang dimasak sendiri oleh Hana, sang mama. Laura terharu, Hana jarang sekali melayaninya seperti ini, biasanya asisten rumah tangga merekalah yang mengurus hal-hal semacam ini. Namun, selama sebulan di Kanada ini Hana telah melakukannya untuk Laura, menjadi ibu yang penuh kasih sayang dan penuh perhatian kepadanya.“Mama akan pulang ke Indonesia setelah kalian menikah dan Laura pindah ke apartemenmu, Bim.” Hana berkata disela-sela kegiatan sarapan mereka. Lau Hana menoleh kepada puterinya. “Laura, jangan manja ya? Kau harus pandai-pandai merawat dirimu sendiri, bayimu kelak, dan juga suamimu. Walaupun kau tak bisa memasak, tapi lakukan saja … nanti lama-lama bisa karena terbiasa,” ujarnya menasihati.Laura mengangguk-angguk dan tersenyum. Tentu saja dia siap melakukan pelayanan rumah tangga untuk Bimo. Dia memang ingin melayani Bimo dengan tangannya
Sekelompok orang bergerak dengan langkah tegap dan tegas. Wajah-wajah mereka tertutupi topeng yang gelap, menyiratkan rahasia dan tujuan yang tersembunyi. Setiap langkah mereka menghasilkan suara desisan halus, seperti angin yang bertiup di antara daun-daun. Para pengejar ini berjalan dalam formasi yang teratur, menjaga jarak tetapi tetap saling memantau, sebagai kesatuan yang penuh keahlian.Mereka adalah para pemburu terlatih yang didorong oleh ambisi dan keserakahan. Para pemimpin mereka telah menyusun rencana yang matang untuk menyingkirkan Adam Ashford, salah satu pemimpin pusaran bisnis gelap di Amerika. Berbicara tentang Adam adalah berbicara tentang kekuasaan dan pengaruh di dalam dunia bawah tanah yang gelap. Dan kini, saat rumor tentang keberadaan Adam di pulau pribadinya di Kosta Rica telah terungkap, sang musuh melihat peluang emas untuk menyingkirkan ancaman yang selama ini mengintai.Mereka yakin saat ini adalah waktu yang tepat. Adam Ashford yang dikenal sebagai sosok y
Sam meluncur di antara para tamu undangan, terasa seperti bagian dari bayangan yang tak terlihat. Wajahnya, yang selalu dihiasi oleh ekspresi keras dan tegas sebagai pembunuh bayaran rahasia, kini disembunyikan di balik jubah pelayan yang terkesan tak berarti. Teknik make-up yang rumit telah mengubah raut wajahnya menjadi halus dan tidak dikenali, bahkan oleh mata yang paling peka sekalipun. Tugasnya sebagai pelayan rahasia adalah sebuah peran yang biasa ia mainkan dengan penuh keahlian. Dengan gerakan halus, dia mendekati meja-meja tamu, memberikan minuman dan makanan dengan ketelitian yang sama dengan saat dia berada di medan perang. Pandangannya yang tajam selalu beredar di sekitar ruangan, siap untuk merespons bahaya atau ancaman yang mungkin muncul. Pandangan Sam tiba-tiba terfokus pada satu titik ketika dia melihat seorang pria mendekati Atika. Dari ekspresi dan gerakan pria itu, nampaknya dia mencoba mengajak Atika berdansa. Atika menolak dengan lembut, tetapi pria itu tetap
“Enak, Ay?”Aya mengangguk. Bimo tersenyum, tangannya kini tak lagi bergerak hanya di betis Aya saja, namun semakin naik ke atas dan membuat Aya tersentak.“Bim? Elu ngapain?”“Mijitin elu lah, emangnya ngapain?”Aya menggigit bibir, tangan Bimo yang bergerak membelai pahanya, turun lagi ke lutut dan betisnya, tapi kemudian naik ke atas lagi dengan gerakan yang lebih halus dan juga lembut.“Kaki elu bagus dan mulus banget, Ay. Nggak kalah sama punya Melinda yang dulu terkenal sebagai pemilik tungkai paling bagus di kampus. Bahkan menurut gue, lebih bagusan elu.”Aya terkesiap mendengar Bimo membandingkan bagian tubuhnya dengan Melinda, salah satu gadis tercantik dan juga seksi di kampus mereka dulu, bahkan Melinda adalah seorang model. Seharusnya Aya marah, namun dia justru merasa tersanjung. Aya merasa Bimo seperti sedang ingin mengatakan kalau Aya juga tak kalah seksi dengan Melinda, hanya saja luput dari perhatian Bimo selama ini.Gelenyar panas merangkak naik ke tungkai-tungkai te
Meskipun diselenggarakan secara sederhana, namun pernikahannya dengan Bimo terasa sangat berarti bagi Laura. Dia sangat bahagia. Walaupun kandungannya semakin besar dan kakinya lelah berdiri, tapi dia tetap tersenyum cerah sepanjang berinteraksi dengan keluarga dan tamu yang datang. Bahkan dia masih lincah saja saat menari dan berdansa dengan Bimo. Setelah pesta berakhir dan tamu berpamitan pulang, Bimo menggandeng Laura ke kamar mereka yang berada di bagian lain villa itu. Udara terasa harum dari aroma lilin wangi yang membakar dengan perlahan. Tirai tipis di jendela dibiarkan terbuka sedikit, membiarkan cahaya bulan merayap masuk dan memberi sentuhan magis pada suasana. Ranjang besar dengan selimut sutra putih dan bantal-bantal empuk terlihat begitu mengundang. Diposisikan di tengah kamar, ranjang itu menawarkan pangkuan yang nyaman untuk pasangan pengantin baru ini. Bunga-bunga segar diletakkan dengan indah di sekitar ranjang, menambah nuansa romantis dan hangat di dalam kamar.