Jelita bersedekap sambil tersenyum sinis memandangi kepergian adik-adik Irwan. Berani-beraninya mereka menemui dirinya, padahal saat ia dulu sedang membutuhkan bantuan dan dukungan moral mereka ketika Irwan nyaris memperkosanya, mereka malah mendorong Jelita terjatuh lebih keras dengan kata-kata penghakiman dan penghinaan yang kejam. Sedangkan di sebelahnya, William tersenyum puas melihat ketegasan Jelita dalam menghadapi adik-adiknya Irwan. Orang-orang tak tahu diri itu akhirnya pulang dengan kepala menunduk dan hanya mengantongi kekalahan tanpa mendapatkan sepeser rupiah pun. “Bagus, sayangku. Kau memang harus tegas kepada orang-orang itu. Tak tahu malu sekali mereka mengaku-aku sebagai pamanmu saat kau sudah di atas begini. Jangan pernah berhubungan dengan mereka lagi,” ketus William merasa geram. Dia tak ingin orang-orang macam lintah itu mengganggu kedamaian istrinya. “Tenanglah, Bang. Aku memang tak berminat bertemu mereka lagi. Aku menerima kunjungan mereka hari ini hanya un
Laura menggigit bibirnya yang pucat, mencoba menahan gelombang panik yang melanda. Sebulan lagi, semester akan berakhir, dan dia bisa cuti dan benar-benar bersembunyi. Sementara waktu itu, perutnya yang semakin buncit ini harus disembunyikan dengan cerdik."Duh, aku harus pakai baju apa hari ini? Lingkar pinggulku semakin besar, celana dan rokku sudah tak muat lagi," gumamnya, wajahnya mencerminkan keputusasaan. Hari ini, dia terpaksa bolos kuliah karena tak ada pakaian yang dapat menyamarkan perut buncitnya.Tanpa banyak pikir, dia memutuskan menelepon Bimo, sosok yang seharusnya bertanggung jawab atas ini semua. "Om! Tolong belikan aku pakaian baru yang bisa menyamarkan perut buncit ini. Aku bolos kuliah karena tak punya apa-apa lagi yang bisa kupakai," suaranya penuh kesedihan."Ya udah. Beli saja, uangnya akan kutransfer.” Bimo menjawab begitu sebelum menutup sambungan telepon itu.Laura terperangah, ponselnya terkatung-katung dengan nada putus. "What? Dia menutup telepon gitu aja
“Banyak yang kalah taruhan loh, Bim. Kayaknya teman-teman kita pada yakin bahwa elu dan Jelita bakal berjodoh. Tapi kayaknya rejekinya Leo, tuh, jadinya menang bandar dia karena banyak yang kalah.” Aya menghela napas, terdengar prihatin melihat pupusnya hubungan Bimo dan Jelita. “Gue juga nggak nyangka, Bim, Jelita bakal menikah sama si pengusaha itu, William Subrata. Rumor tentang kedekatan mereka berhembus kencang, tapi gue yakin itu nggak benar karena gue tahunya Jelita udah sama elu.”Aya kemudian terdiam memandangi Bimo. Di matanya menggantung tanda tanya besar yang ingin dia sampaikan tentang apa penyebab putusnya hubungan Bimo dan Jelita, tapi tampaknya Aya sadar jika pertanyaan itu terlalu privasi. Dia kemudian mengalihkan percakapan dengan cerita lain yang tak ada hubungannya dengan Jelita.Tiba-tiba saja, Bimo berkata. “Semuanya salah gue, Ay. Gue yang udah merusak semua rencana pernikahan kami. Gue … masih Bimo brengsek yang dulu elu kenal, Ay. Gue selingkuh dan Jelita men
Di ruang gawat darurat rumah sakit, Laura sedang dalam kondisi darurat karena mengalami perdarahan dalam. Dokter Umum yang menangani kasusnya telah memeriksa Laura yang sedang hamil. Melihat situasi yang semakin serius, dokter tersebut segera memanggil Dokter spesialis obgyn untuk mengevaluasi kondisi kandungan Laura.Dokter Obgyn datang dengan cepat dan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Laura. “Operasi menjadi satu-satunya pilihan yang dapat menyelamatkan pasien dan janin yang sedang dikandungnya. Panggil dokter Barbara sekarang juga.”Di ruangannya, Barbara sedang menikmati makan siangnya yang terlambat, sebab dia baru saja melakukan operasi. Dia sedang menikmati makanannya beberapa suap ketika tiba-tiba saja mendapat panggilan dari dokter umum di ruang gawat darurat untuk menangani seorang pasien. "Dokter Barbara, kami butuh bantuanmu di ruang gawat darurat. Ada pasien yang mengalami perdarahan dalam dan perlu dilakukan operasi darurat segera."Barbara langsung be
William memikirkan cara terbaik untuk berbicara dengan Jelita tentang usul Nyonya Cindy yang memintanya mendampingi Richie dan Hana ke Kanada menemui Laura. Dia tak ingin pergi tanpa Jelita, namun dia merasa cemas dan khawatir karena tahu betapa sulitnya bagi Jelita. Bagaimanapun, Laura pernah mengkhianati Jelita secara menyakitkan. Apalagi setelah itu Laura tak pernah meminta maaf kepada Jelita.Akhirnya, dengan hati berdebar, William memutuskan untuk membuka percakapan dengan lembut. Dia berjalan mendekati Jelita yang sedang duduk membaca buku di kamar, bersandar di kepala ranjang sambil berselonjor kaki dengan santai."Sayang, bolehkah aku berbicara denganmu sebentar?" Jelita menoleh dan tersenyum pada suaminya. "Tentu, Bang. Ada yang ingin Abang bicarakan?" Dia langsung menutup bukunya dan menggeser badan, memberi tempat duduk untuk William di tepi ranjang.William kini duduk sambil memandang Jelita, mengumpulkan keberanian. "Ini tentang Laura," katanya perlahan, "Kau dengar send
Adam tiba di rumah sakit dengan hati yang berdebar. Dia segera menuju ruang perawatan Brian. Ketika dia membuka pintu, dia melihat adiknya terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat. Ada sedikit luka di wajah dan tangannya, tetapi secara keseluruhan, Brian tampak dalam kondisi yang cukup baik. "Brian!" panggil Adam dengan nada khawatir, mendekati tempat tidur adiknya. "Bagaimana kamu? Apakah kamu baik-baik saja?" Brian mengangguk dan mencoba tersenyum lebar untuk kakaknya. "Aku baik-baik saja, Kak. Sedikit luka saja, tapi tidak parah. Sebenarnya aku baik-baik saja, kurasa tidak butuh dirawat inap, tapi Jacob malah meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadapku, hanya karena kepalaku benjol terbentur trotoar dan sedikit berdarah.” “Bagus. Jacob melakukan tugasnya dengan sangat baik.” “Ah. Ini berlebihan. Aku lelaki, kenapa kalian memperlakukanku seperti gadis perawan saja sih? Ini memalukan, Kak!” Tatapan khawatir Adam tetap tertuju pada adiknya. "Apa yang mem
Bimo memandangi Laura yang tampak lemah dan sedang tertidur di ranjang perawatan rumah sakit dengan wajahnya yang pucat. Kecantikannya masih terlihat jelas meskipun wajahnya kusut. Kecantikan itulah yang pernah menarik hati Bimo dengan demikian hebatnya sampai-sampai dia menyelingkuhi Jelita, wanita yang sangat dicintainya.Bimo tak memahami perasaannya kini. Dia meraba-raba apa isi hatinya sendiri dan yang dia dapati hanyalah rasa iba, bukan cinta.‘Bagaimana aku bisa menikahimu hanya dengan membawa rasa iba saja di hatiku, Laura? Padahal aku ingin menikah karena cinta, cinta yang kupikir juga tumbuh di antara kita dulu, ternyata hanyalah perasaanku yang semu,’ ujar Bimo dalam hatinya seraya memandangi Laura.Sementara itu, di luar pintu kamar Laura, tampak Brian yang sedang mengintip di pintu pada bagian kaca, mengawasi Laura yang terbaring lemah di ranjang bersama seorang pria di sisinya, yaitu Bimo. ‘Diakah pria itu? Ayah dari bayi Laura, dan pria yang dicintai Laura,’ batinnya me
Laura merasa semakin terpuruk karena situasi yang sulit ini. Dia merasa malu dan takut harus menghadapi orangtuanya dengan kenyataan bahwa dia sedang hamil diluar nikah. Brian, meskipun juga merasa gugup dengan situasi yang penuh ketegangan, tetap berusaha bersikap santun dan menyambut orangtua Laura dengan penuh hormat. Brian menghulurkan tangannya dengan lembut untuk menyambut Richie dan Hana. Dia mencoba menunjukkan sikap yang baik dan ramah, walau Hana memberikan pandangan tajam kepadanya yang membuatnya merasa sedikit canggung. Sementara itu, Richie langsung menghampiri puterinya yang terbaring lemah. Wajahnya yang tegas dan keras selama ini berubah menjadi lembut dan penuh kasih sayang saat melihat Laura dalam keadaan rapuh. Air mata kesedihan hampir menetes dari matanya, tapi dia dengan kuat menahan emosinya. "Bagaimana kabarmu, Sayang? Apa yang sakit, Nak?" ujar Richie dengan penuh perhatian. Dia mencoba menenangkan Laura yang sedang terisak-isak. Laura merasa terharu meli