Esok harinya, ditemani oleh William, Jelita mengunjungi rumah bibiknya, Saroh. Jelita merasa tegang saat mereka memasuki halaman rumah yang tampak kusam dan tak terurus. Sedangkan William menggenggam tangannya erat-erat sejak mereka turun dari mobil, memberikan dukungan dan kehangatan yang membuat Jelita merasa lebih tenang.Kedatangan mereka menyedot perhatian orang-orang yang melihatnya. Mereka menghentikan sejenak aktivitas mereka hanya untuk mengamati Jelita dan William yang baru tiba dengan mobil Nyonya Cindy yang sudah dikenali warga kampung. Ketampanan William tak bisa dipungkiri, para tetangga Saroh yang melihatnya terkesima oleh pesona dan aura kesuksesannya yang penuh wibawa. Di sebelahnya, Jelita pun terlihat cantik dan elegan. Keduanya tampak begitu serasi sebagai pasangan suami-istri.Pesona William memang tak bisa dipungkiri. Para tetangga Saroh tak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Wajah tampan dengan senyum lembut William membuat hati para tetangga bergetar. Postu
Di bawah langit pagi yang berwarna biru cerah, Jelita dan William berjalan beriringan menuju pemakaman. Suasana tenang dan hening memenuhi udara, hanya dipecah oleh gemercik angin lembut yang meniup daun-daun pepohonan. Mereka berdua telah tiba di tempat di mana makam Mala, ibu Jelita berada.Semua kenangan masa kecil hingga remaja bersama sang ibu kembali melintas di kepalanya. Jelita ingat betapa seringnya Mala menyiksanya dengan kata-kata kejam dan perlakuan yang tak manusiawi. Sejak kecil, Jelita sudah harus merasakan kehampaan kasih sayang dari ibunya. Dia sering dihina, dianggap tak berarti, dan diabaikan, sehingga perasaan cinta dari seorang ibu bagaikan sesuatu yang asing baginya. Kala itu, Jelita hanya bisa menangis dan menahan sakit, seraya bertanya-tanya mengapa takdir memberinya ibu yang begitu keras dan kejam. William berdiri di sampingnya, memeluk Jelita dengan penuh kasih sayang. Dia tak tahan mendengar tangisan pilu Jelita. Sakit Jelita adalah sakitnya juga. "Sayang,
Jelita bersedekap sambil tersenyum sinis memandangi kepergian adik-adik Irwan. Berani-beraninya mereka menemui dirinya, padahal saat ia dulu sedang membutuhkan bantuan dan dukungan moral mereka ketika Irwan nyaris memperkosanya, mereka malah mendorong Jelita terjatuh lebih keras dengan kata-kata penghakiman dan penghinaan yang kejam. Sedangkan di sebelahnya, William tersenyum puas melihat ketegasan Jelita dalam menghadapi adik-adiknya Irwan. Orang-orang tak tahu diri itu akhirnya pulang dengan kepala menunduk dan hanya mengantongi kekalahan tanpa mendapatkan sepeser rupiah pun. “Bagus, sayangku. Kau memang harus tegas kepada orang-orang itu. Tak tahu malu sekali mereka mengaku-aku sebagai pamanmu saat kau sudah di atas begini. Jangan pernah berhubungan dengan mereka lagi,” ketus William merasa geram. Dia tak ingin orang-orang macam lintah itu mengganggu kedamaian istrinya. “Tenanglah, Bang. Aku memang tak berminat bertemu mereka lagi. Aku menerima kunjungan mereka hari ini hanya un
Laura menggigit bibirnya yang pucat, mencoba menahan gelombang panik yang melanda. Sebulan lagi, semester akan berakhir, dan dia bisa cuti dan benar-benar bersembunyi. Sementara waktu itu, perutnya yang semakin buncit ini harus disembunyikan dengan cerdik."Duh, aku harus pakai baju apa hari ini? Lingkar pinggulku semakin besar, celana dan rokku sudah tak muat lagi," gumamnya, wajahnya mencerminkan keputusasaan. Hari ini, dia terpaksa bolos kuliah karena tak ada pakaian yang dapat menyamarkan perut buncitnya.Tanpa banyak pikir, dia memutuskan menelepon Bimo, sosok yang seharusnya bertanggung jawab atas ini semua. "Om! Tolong belikan aku pakaian baru yang bisa menyamarkan perut buncit ini. Aku bolos kuliah karena tak punya apa-apa lagi yang bisa kupakai," suaranya penuh kesedihan."Ya udah. Beli saja, uangnya akan kutransfer.” Bimo menjawab begitu sebelum menutup sambungan telepon itu.Laura terperangah, ponselnya terkatung-katung dengan nada putus. "What? Dia menutup telepon gitu aja
“Banyak yang kalah taruhan loh, Bim. Kayaknya teman-teman kita pada yakin bahwa elu dan Jelita bakal berjodoh. Tapi kayaknya rejekinya Leo, tuh, jadinya menang bandar dia karena banyak yang kalah.” Aya menghela napas, terdengar prihatin melihat pupusnya hubungan Bimo dan Jelita. “Gue juga nggak nyangka, Bim, Jelita bakal menikah sama si pengusaha itu, William Subrata. Rumor tentang kedekatan mereka berhembus kencang, tapi gue yakin itu nggak benar karena gue tahunya Jelita udah sama elu.”Aya kemudian terdiam memandangi Bimo. Di matanya menggantung tanda tanya besar yang ingin dia sampaikan tentang apa penyebab putusnya hubungan Bimo dan Jelita, tapi tampaknya Aya sadar jika pertanyaan itu terlalu privasi. Dia kemudian mengalihkan percakapan dengan cerita lain yang tak ada hubungannya dengan Jelita.Tiba-tiba saja, Bimo berkata. “Semuanya salah gue, Ay. Gue yang udah merusak semua rencana pernikahan kami. Gue … masih Bimo brengsek yang dulu elu kenal, Ay. Gue selingkuh dan Jelita men
Di ruang gawat darurat rumah sakit, Laura sedang dalam kondisi darurat karena mengalami perdarahan dalam. Dokter Umum yang menangani kasusnya telah memeriksa Laura yang sedang hamil. Melihat situasi yang semakin serius, dokter tersebut segera memanggil Dokter spesialis obgyn untuk mengevaluasi kondisi kandungan Laura.Dokter Obgyn datang dengan cepat dan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Laura. “Operasi menjadi satu-satunya pilihan yang dapat menyelamatkan pasien dan janin yang sedang dikandungnya. Panggil dokter Barbara sekarang juga.”Di ruangannya, Barbara sedang menikmati makan siangnya yang terlambat, sebab dia baru saja melakukan operasi. Dia sedang menikmati makanannya beberapa suap ketika tiba-tiba saja mendapat panggilan dari dokter umum di ruang gawat darurat untuk menangani seorang pasien. "Dokter Barbara, kami butuh bantuanmu di ruang gawat darurat. Ada pasien yang mengalami perdarahan dalam dan perlu dilakukan operasi darurat segera."Barbara langsung be
William memikirkan cara terbaik untuk berbicara dengan Jelita tentang usul Nyonya Cindy yang memintanya mendampingi Richie dan Hana ke Kanada menemui Laura. Dia tak ingin pergi tanpa Jelita, namun dia merasa cemas dan khawatir karena tahu betapa sulitnya bagi Jelita. Bagaimanapun, Laura pernah mengkhianati Jelita secara menyakitkan. Apalagi setelah itu Laura tak pernah meminta maaf kepada Jelita.Akhirnya, dengan hati berdebar, William memutuskan untuk membuka percakapan dengan lembut. Dia berjalan mendekati Jelita yang sedang duduk membaca buku di kamar, bersandar di kepala ranjang sambil berselonjor kaki dengan santai."Sayang, bolehkah aku berbicara denganmu sebentar?" Jelita menoleh dan tersenyum pada suaminya. "Tentu, Bang. Ada yang ingin Abang bicarakan?" Dia langsung menutup bukunya dan menggeser badan, memberi tempat duduk untuk William di tepi ranjang.William kini duduk sambil memandang Jelita, mengumpulkan keberanian. "Ini tentang Laura," katanya perlahan, "Kau dengar send
Adam tiba di rumah sakit dengan hati yang berdebar. Dia segera menuju ruang perawatan Brian. Ketika dia membuka pintu, dia melihat adiknya terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat. Ada sedikit luka di wajah dan tangannya, tetapi secara keseluruhan, Brian tampak dalam kondisi yang cukup baik. "Brian!" panggil Adam dengan nada khawatir, mendekati tempat tidur adiknya. "Bagaimana kamu? Apakah kamu baik-baik saja?" Brian mengangguk dan mencoba tersenyum lebar untuk kakaknya. "Aku baik-baik saja, Kak. Sedikit luka saja, tapi tidak parah. Sebenarnya aku baik-baik saja, kurasa tidak butuh dirawat inap, tapi Jacob malah meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadapku, hanya karena kepalaku benjol terbentur trotoar dan sedikit berdarah.” “Bagus. Jacob melakukan tugasnya dengan sangat baik.” “Ah. Ini berlebihan. Aku lelaki, kenapa kalian memperlakukanku seperti gadis perawan saja sih? Ini memalukan, Kak!” Tatapan khawatir Adam tetap tertuju pada adiknya. "Apa yang mem