"Aaakkkhhh..." Kanaya menjerit histeris sambil menutupi kedua telinganya dengan telapak tangannya. Pipinya sudah basah oleh air mata, ia menangis sejadi-jadinya karena merasa hidupnya sudah hancur. Kehormatannya telah direnggut oleh pria yang tidak pernah ia kenal.Kanaya menggaruk tubuhnya dengan kasar hingga membekas goresan luka akibat kukunya. Terasa perih, tapi perihnya tidak bisa melampaui perih hati Kanaya.PRAAAANNKKKKanaya mengambil vas bunga yang bertengger di atas meja, lalu membantingnya di lantai hingga pecahan beling berserakan di mana-mana. Kanaya turun dari ranjangnya, mengambil satu pecahan beling. Dengan tangan gemetar dan pandangan mata yang buram karena air mata, Kanaya hendak menggoreskannya ke pergelangan tangan."1000 kali pun bersyahadat, jika mati karena bunuh diri, maka pelakunya akan kekal di neraka. Semua manusia itu pasti diuji. Ujiannya pun berbeda-beda. Yang pasti, Allah tidak akan menguji manusia melebihi batas kemampuannya, " tiba-tiba nasehat Rindu t
Kanaya meremas sprei ranjangnya. Bisa-bisanya Zivanna berkata demikian. Andaikan Zivanna tidak membaca diary Kanaya, ia takkan tahu jika Kanaya sudah lama mencintai Ardi.Sejak saat itu, Kanaya tak lagi menulis isi hatinya di dalam diary. Kanaya merasa kecolongan dan malu setengah mati. Apalagi Zivanna sering mengancam akan memberi tahu semua orang tentang perasaannya pada Ardi jika Kanaya tidak menuruti semua keinginannya."Zivanna, kamu ngomong apa 'sih?" Nurmala mencolek lengan Zivanna. Ia merasa malu atas sikap putri bungsunya."Upss... Maaf keceplosan." Zivanna menutup mulutnya sendiri sambil terkikik."Maaf ya, Di. Zivanna kalau ngomong emang nggak pernah difilter, suka ngasal," ujar Ashraf yang merasa tidak enak hati pada Ardi."Loh, kata Papa aku 'tuh mirip sama Mama!" celetuk Zivanna sambil bersiku pinggang menatap Ashraf."Duh, ini anak." Nurmala menepuk lengan Zivanna dengan sebal."Nggak apa-apa, Tante. Saya senang 'kok!" sahut Ardi sembari mengulas senyum."Tapi, kalau ka
"Nay, kamu nggak apa-apa 'kan?" tanya Rindu dengan cemas karena Kanaya berdiri di antara pecahan beling, Rindu khawatir beling bisa melukai kaki Kanaya.Kanaya terpaku di tempatnya berdiri, kakinya terasa kaku dan sekujur tubuhnya sangat tegang. Beruntung Kanaya memakai sandal jepit yang melindungi kakinya."Bawa adikmu ke sini, Nak!" pinta Nurmala."Iya, Ma." Rindu menarik tangan Kanaya hingga membuat Kanaya tersentak kaget setelah sadar dari keterkejutannya.Rindu menyeret Kanaya dan membawanya duduk di kursi ruang makan, tepat di hadapan Dimas. Kanaya semakin tegang dan salah tingkah berhadapan dengan Dimas."Nay, muka kamu pucet begitu, kamu sakit, ya?" tanya Nurmala sambil memperhatikan wajah pucat Kanaya yang basah dengan keringat dingin."Nggak panas 'kok." Rindu memeriksa kening Kanaya dengan telapak tangannya. "Kamu makan dulu, terus minum obat, lalu istirahat di kamar." Setelah memberi nasihat, Rindu bergegas pergi mengambil sapu dan sekrup sampah untuk membersihkan pecahan
“Kamu mau membuka lembaran baru, tapi memaksaku seperti ini.”“Memangnya kenapa? Jangankan memelukmu seperti ini, bahkan sudah sewajarnya sepasang suami istri melakukan hubungan intim, lalu di mana letak masalahnya?” Dimas mengecup puncak kepala istrinya.“Masalahnya ada sejak aku ketemu sama kamu, bahkan caramu menikahiku sangat salah. ” Kanaya mendongak, menatap Dimas dengan tatapan dingin. “Sekarang lepasin aku, pagi ini aku ada kuis di kampus!!”Meski enggan, Dimas tetap melepaskan Kanaya dari pelukannya. Wanita itu turun dari ranjang dan bergegas pergi ke kamar mandi. Kanaya mengguyur tubuhnya dengan air shower, ia merenungkan permintaan Dimas yang terngiang-ngiang di telinganya. Apakah Dimas bisa menjadi suami yang bertanggungjawab terhadapnya. Apakah Kanaya harus memberi Dimas kesempatan untuk membuktikan perkataannya.Dimas menyambar air dari botol yang ada di atas meja, lalu meminumnya hingga tersisa setengah botol. Setelah itu, Dimas mengambil sebatang rokok dari bungkusnya
“Aku tidak akan membiarkan pria berengsek sepertimu menikahi Kanaya. Aku akan menjebloskanmu ke penjara.” Ardi meraung dengan penuh emosi. Ia tidak setuju dengan keputusan yang Andra buat. Wanita polos dan baik seperti Kanaya tidak pantas menjadi pasangan pria seperti Dimas. Saat mengetahui Kanaya dan Dimas pernah tidur bersama, hatinya terasa sangat sakit bagai diremas-remas, apalagi jika Dimas sampai menikahi Kanaya, tentu Ardi akan semakin merasa hancur dan merana.“Ardi, apa yang kau katakan! Dimas itu saudaramu.” Seburuk apa pun Dimas, Andra tidak akan rela melihat anaknya mendekam di penjara.“Sampai mati pun aku tidak akan pernah menganggap pria berengsek itu saudara.” Ardi menatap Dimas dengan tatapan mengintimidasi.Andra meraup wajahnya dengan kasar. Kepalanya terasa ingin pecah saat melihat kedua putranya yang tidak pernah akur. “Ardi, kamu jangan bersikap gegabah. Jika kamu melaporkan Dimas ke penjara, maka reputasi keluarga kita akan tercoreng, bahkan perusahaan yang ak
”Tapi Nay, aku benar-benar tulus ingin bertanggungjawab untuk menebus kesalahanku,” ujar Dimas dengan tatapan serius.Kanaya sama sekali tidak peduli dengan permohonan Dimas. Ia bahkan merasa jijik padanya. Teman kelas Kanaya berjalan memasuki kelas sambil meliriknya dengan tatapan merendahkan.“Aku nggak butuh tanggungjawabmu!” ujar Kanaya dengan ketus sambil memegangi pergelangan tangannya yang di pegang oleh Dimas. Ia merasa jijik dan risih dengan sentuhan Dimas. Kanaya kemudian berlenggang pergi memasuki kelasnya.“Nay.” Dimas hendak mengejar kepergian Kanaya, tapi hp-nya tiba-tiba berdering. Dimas merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan hpnya yang menggelepar.“Pak Dimas,” sapa seorang pria dari seberang telepon. “Ada apa?”“Kami sudah meringkus wanita itu.”“Di mana dia sekarang?”“Kami membawanya ke markas.”“Ok, kerja bagus. Aku akan pergi ke sana sekarang juga.” Dimas memutus sambungan teleponnya, kemudian berdiri di bingkai pintu melihat Kanaya yang duduk di bangkunya sam
Kanaya keluar dari kelasnya sambil memeluk buku. Ia terus melangkah seorang diri di sepanjang koridor menuju parkiran mobil. Betapa terkejutnya Kanaya saat melihat Dimas bersandar di pintu mobilnya sambil menyemburkan asap rokok dari bibirnya yang sensual. Seketika langkah Kanaya terhenti, ia memandang Dimas dengan penuh kebencian.Dimas menyeringai, lalu menoleh dan membalas tatapan Kanaya dengan tatapan nakal. Tanpa melihat pun, Dimas dapat merasakan kehadiran si pemilik mobil lewat aroma parfum yang menguar dari tubuh Kanaya. Dimas hafal betul dengan wangi tubuh Kanaya yang pernah membuatnya melayang-layang ke nirwana.“Kita harus bicara, kalau tidak ingin video ini menyebar ke sosial media.” Dimas mengayunkan hp-nya di hadapan Kanaya. Mata Kanaya langsung melebar dengan sempurna, sekujur tubuhnya menegang saat melihat video dirinya yang memasuki kamar hotel dengan seorang pria. Namun, hanya wajah Kanaya yang terlihat jelas, sementara wajah Dimas sengaja dibuat buram. Dengan lan
“Ini nggak mungkin, ini pasti salah.” Kanaya merobek kertas yang berisi semua informasi tentang dirinya secara brutal sambil menangis. Dadanya terasa sesak karena semua masalah yang menimpanya.Kanaya terbaring dengan lemas di ranjangnya setelah membaca semua data yang ia dapat dari Dimas. Air matanya mengalir dengan deras, ia menangis tersedu-sedu hingga tubuhnya berguncang ketika harus menerima kenyataan pahit bahwa dirinya hanyalah anak angkat Alfian dan Nurmala.“Aku anaknya Papa dan Mama, bukan anaknya supir.”Kanaya sangat terpukul, apa lagi Dimas terus membuat keadaan Kanaya semakin terpojok dengan ancamannya. Padahal, Kanaya belum sembuh total dengan traumanya setelah kejadian malam itu, tapi Dimas mendesak Kanaya hingga semakin tertekan dan merana.Kanaya memukul-mukul springbed dengan tangannya yang mengepal. Hatinya sangat sakit, ia merasa hancur. Kanaya bingung harus berbuat apa, ia sangat membenci Dimas tapi di sisi lain ia sangat menyayangi keluargannya. Kanaya tidak ing