Tanpa adanya kegiatan di rumah sakit membuat waktu berjalan begitu cepat, tanpa terasa hari sudah sore. Nurmala membuka kancing kemeja yang Alfian kenakan, lalu membukanya dengan hati-hati supaya tidak mengganggu cedera di tubuh Alfian. "Aawww! Sakit, Nur! Pelan-pelan." Alfian meringis kesakitan ketika Nurmala melepaskan pakaian yang Alfian kenakan."Masih, sakit ya, Mas! Padahal sudah pelan-pelan." Nurmala ikut meringis ngilu melihat Alfian kesakitan."Tidak apa, teruskan saja," ucap Alfian setelah lebih tenang.Nurmala meletakkan kemeja rumah sakit yang sudah berhasil ia lepas dari tubuh Alfian ke atas nakas, lalu mengambil handuk kecil di dalam baskom yang berisi air hangat dan memerasnya. Dengan telaten Nurmala menyeka tubuh Alfian dengan handuk basah yang hangat. Nurmala mulai menyeka wajah Alfian, turun ke dada, kemudian ke lengan, berpindah ke punggung dan ketiak. Sebisa mungkin Nurmala melewati cedera di kepala, leher dan kaki Alfian."Mas, aku mau izin! Nanti malam, aku akan
Lima tahun kemudian, putri dari almarhum Dirga tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan rajin, wajahnya mirip sekali dengan Dirga. Biasanya anak di usianya bermain boneka dan berlarian dengan riang menikmati indahnya masa kanak-kanak. Namun, berbeda dengan dirinya, bangun tidur sudah harus membersihkan rumah, sedangkan Sulastri memasak di dapur. Rindu tidak memiliki masa-masa indah menjadi anak kecil. Namanya bukan lagi Rindu, orang-orang memanggilnya Kanaya. Padahal, Dirga menamainya Rindu Ayuningtyas untuk mengenang mendiang istrinya. Dirga sangat merindukan Ningrum Ayuningtyas, mendiang istrinya.Rindu mengusap kaca jendela yang berdebu dengan sapu tangan basah di tangannya. Ia juga harus naik ke atas kursi dan berjinjit supaya bisa mencapai bagian ujung kaca jendela. Sesekali ia menyeka keningnya yang basah oleh keringat karena rasa letih yang dirasakannya. Sejak pagi tadi, ia sudah bangun dan membersihkan rumah. Di pandanginya langit yang sudah cerah, panas matahari semakin te
Rindu menangis sambil memungut Al-Qur'an yang jatuh di atas paving blok. Ia mencium Al-Qur'an tersebut, lalu memeluk Al-Qur'annya dengan erat. Buru-buru Ashraf turun dari sepedanya dan menghampiri Rindu yang tengah menangis."Kamu nggak apa-apa? Apa ada yang terluka?" tanya Ashraf dengan panik."Sakit." Jawab Rindu sambil memegangi kakinya yang tertabrak sepeda Ashraf. Pipinya sudah basah oleh air mata."Maaf, ya, Dik. Aku nggak sengaja." Ashraf merasa bersalah karena membuat anak kecil menangis. Ashraf menoleh ke kanan dan ke kiri, takut orang tua Rindu datang dan mengamuk karena sudah membuat Rindu terluka.Ashraf membantu Rindu berdiri. "Jangan nangis, ya.""Ini perih." Rindu menunjukkan telapak tangannya yang terluka pada Ashraf. Pun semakin merasa bersalah."Di mana rumah kamu, ayo kuantar pulang.""Jauh di sana." Rindu menunjuk ujung jalan sambil menangis sesenggukan. Ashraf dibuat bingung, mana berani ia membawa Rindu pulang, sementara Rindu tidak berhenti menangis."Jangan nang
"Maafin, Kanaya, Buuu." Rindu menangis pilu ketika Sulastri mencengkram tangannya dengan kuat, ia tahu sebentar lagi Sulastri akan menghukumnya. Setelah Ashraf pergi, Sulastri menyeret Rindu ke kamar mandi. Dengan emosi yang meluap-luap, ia mengguyur tubuh mungil Rindu dengan air dari bak mandi. "Ampuuuun, Bu, Ampuuuun." Rindu menangis sambil meraup wajahnya. Ia kesulitan mengambil napas karena Sulastri menyiramnya dengan air tanpa henti. "Uuhuuuk uhuuuk uhuuuk." Rindu terbatuk-batuk disela tangisnya. Napasnya tersengal-sengal, ia kesulitan bernapas karena guyuran air yang tiada henti masuk ke dalam hidung dan membuatnya tersedak. "Biar tahu rasa kamu. Ini hukuman buat kamu. Kecil-kecil sudah gatel. Kamu mirip sekali dengan ibumu, suka menggoda laki-laki." Sulastri berujar dengan suara tinggi. Bahkan, tetangga di sebelahnya bisa mendengar teriakan dan tangisan pilu Rindu. Namun, Sulastri tidak peduli. Hati nuraninya sudah mati tertutup oleh emosi. Sulastri masih menyirami Rindu den
Pagi hari, di kediaman keluarga Alfian gempar dengan kabar Sulastri yang masuk penjara karena kasus KDRT terhadap putrinya. Para pekerja sibuk menggosipkan Darsono dan istrinya. Mereka semua tidak menyangka jika istrinya Darsono sekejam itu. Beberapa pekerja yang lain berharap Sulastri mendapat balasan yang setimpal."Mas, tahu kabar tentang kasus istri dan anaknya Pak Darsono, nggak?" tanya Nurmala sambil meletakkan kopi panas di hadapan Alfian yang duduk di ruang makan bersama dengan anak-anaknya."Nggak, memangnya ada berita apa? Kok, kayaknya heboh gitu." Alfian mengoles roti dengan selai untuk sarapan paginya. Ia menilik ekspresi wajah Nurmala yang tampak serius."Istrinya Pak Darsono masuk penjara," Nurmala mengutarakan kabar yang ia dapat dari asisten rumah tangganya yang bergosib di dapur tadi."APA." Alfian terkejut sampai tangannya berhenti beraktivitas. Alfian pikir ia salah dengar."Kok, bisa, Ma? Emang apa salahnya?" Ashraf menoleh pada Nurmala yang sedang menarik kursi l
"Ashraf, kamu bicara apa? Jangan bicara sembarangan," keluh Nurmala, karena Ashraf sudah tidak sopan pada orang tua."Maaf, Ma, tapi aku masih ingat betul dengan wajah Almarhum Pak Dirga. Dia sangat mirip dengan Almarhum Pak Dirga." Tangan Ashraf terangkat telunjuknya mengacung pada Rindu. "Sedangkan adikku, Rindu lebih mirip dengan istrinya Pak Darsono. Mana ada seorang ibu yang tega menyiksa anaknya sampai masuk rumah sakit. Benar begitu 'kan Pak Darsono?" Ashraf berucap dengan geram, tatapannya semakin tajam tertuju pada Darsono."Ti-tidak. Itu tidak benar." Darsono menggeleng cepat, ia berucap dengan suara terbata-bata, wajahnya sudah penuh dengan keringat. Ia takut jika terbukti bersalah, keluarga Alfian akan memenjarakannya. Harusnya ia tidak pernah tergiur dengan hasutan Sulastri."Lebih baik katakan yang sebenarnya, kalau tidak, saya akan laporkan anda ke kantor polisi, supaya anda dan istri anda mendekam di penjara." Nurmala yang sejak tadi menyimak penjelasan Ashraf, ikut me
Keluarga besar Alfian sedang berkumpul di rumah Alfian. Berita tentang Kanaya dan Rindu sudah diketahui oleh semua keluarga Alfian dan Nurmala, tak terkecuali Risma dan suaminya. Lukman datang bersama Ayu dan Sarah, sedangkan Roy datang bersama Azizah dan anaknya.Tentu saja berita ini mengejutkan semua orang, bahkan menggores hati yang awalnya sudah damai. Semua orang sangat menyayangi Kanaya dan sudah menjadikan Kanaya sebagai bagian dari keluarganya."Kak, Rindu jangan dibalikin ke keluarganya. Berikan saja padaku kalau Mbak Nurmala sama Kak Alfian nggak mau merawatnya." Sarah sangat shock ketika mengetahui rahasia busuk yang Sulastri sembunyikan selama bertahun-tahun. Ia cemas Alfian marah dan menyia-nyiakan Kanaya karena Kanaya adalah anak kandung dari wanita licik itu."Bagaimana aku dan Mas Alfian akan menelantarkan Rindu. Kami sangat menyayangi Rindu dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri," sahut Nurmala dengan hati pilu."Apa keputusan kamu, Al?" tanya Lukman pada Alfia
Alfian memesan makanan dari restoran, semua keluarganya berkumpul untuk makan malam di ruang makan. Banyak makanan istimewa yang tersaji di atas meja untuk menyambut kedatangan Rindu.Semua bersemangat mengambil makanan yang tersaji di atas meja makan, sedangkan Rindu hanya memindai makanannya sambil meneguk salivanya. Nurmala mengambil makanan, lalu meletakkan piringnya di hadapan Rindu."Ini buat aku, Tante?" tanya Rindu dengan mata berbinar memandangi makanannya. Sebelumnya, Rindu tidak pernah makan enak."Iya, Nak. Ini buat kamu, kalau kurang boleh kamu ambil lagi," jawab Nurmala sembari tersenyum dengan lembut."Makasih, Tante." Rindu langsung membaca do’a, kemudian melahap makanannya dengan semangat.Semua mata langsung tertuju pada Rindu yang makan seperti orang kelaparan. Rindu tidak pernah makan makanan seenak ini. Rindu masih menjilati tulang ayam di piringnya. Ia juga menjilati jarinya karena bumbunya masih tersisa di sana."Kalau masih kurang, kamu boleh ambil lagi, Nak."