Hari pertama bagi Ryu masuk Sekolah Menengah Pertama. Ia bahagia karena Simon ternyata tidak berbohong. Semua yang dikenakannya baru. Dari seragam, sepatu hingga tas. Entah dari mana Simon mendapat uang untuk sekolah Ryu.
Dia memasuki gerbang sekolah dengan gagah. Sebagian besar murid di antar oleh orang tua mereka dengan kendaraan. Tapi Ryu tidak berkecil hati dengan keadaannya yang miskin.
Setelah upacara bendera dan sambutan dari Kepala Sekolah untuk murid baru, pembagian kelas pun ditentukan.
Ryu berjalan sambil celingukan mencari kelas 1 D. Karena tidak memperhatikan jalan, ia menabrak seorang anak seusianya hingga jatuh. Dan fatalnya lagi, anak itu memegang minuman yang langsung ikut jatuh menimpa wajahnya.
"Ma-maaf." Ryu panik, dan segera menolong anak itu.
"Kamu punya mata nggak! Jalan itu pake mata," seru anak itu marah.
Ryu terhenyak. Ternyata ucapan kasar tidak hanya ada lingkungannya. Tapi di sekolah bagus seperti ini juga ada anak dengan ucapan kasar.
"Kamu dengar nggak? Kamu harus ganti rugi."
"Apa yang harus aku ganti rugi?" tanya Ryu bingung. Lalu ia merogoh sakunya, dan menemukan selembar dua ribu rupiah pemberian Simon tadi pagi.
Ryu menyerahkan uang itu, ia berpikir mungkin anak itu minta ganti minumannya yang tumpah. Tapi si anak semakin murka.
"Kamu kira aku pengemis? Kamu harus ganti rugi seragamku sekarang juga." Si anak maju dan mendorong Ryu.
Ryu bergeming, ia tidak tahu harus mengganti dengan apa. Dia pasti akan di marahi dan dipukul oleh Simon jika Ryu minta banyak uang untuk membeli seragam baru lagi.
"Akan aku ganti. Tapi besok ya," tawar Ryu dengan muka memelas.
"Aku minta sekarang!" Si anak hendak memukul Ryu, ketika sebuah suara terdengar dari arah belakang.
"Jason, hentikan." Mereka menoleh, dan seorang gadis belia berdiri dihadapan mereka, berkacak pinggang pada Jason.
Ryu terpana. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melihat gadis cantik dan imut seperti ini.
"Bella, jangan ikut campur." Jason menatapnya tidak suka.
"Jelas aku ikut campur. Kamu keterlaluan. Itu seragam bisa di cuci. Untuk apa kamu meminta ganti rugi, toh dia juga sudah minta maaf." Bella mendelik pada Jason.
Jason ingin membalas, tapi bel berbunyi tanda masuk kelas. Ia melirik marah pada Ryu.
Sedangkan Ryu tersenyum manis pada Bella, mewakili ucapan terima kasihnya. Namun Bella tidak acuh padanya.
Akhirnya Ryu menemukan kelasnya dan masuk. Ternyata dia satu kelas dengan Jason dan Bella. Ryu memilih duduk di dekat jendela. Berkali ia melirik pada si manis Bella.
Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa berbaur untuk pulang menuju gerbang sekolah. Ryu berjalan lesu. Hari ini dia merasa sangat haus, ingin membeli minum tapi uangnya habis.
Di luar, ia memperhatikan anak-anak yang dijemput orang tua mereka. Ryu merasa sedih. Lalu perhatiannya beralih pada beberapa anak yang membeli minuman dingin. Berkali, ia menelan ludah.
"Kamu mau, Nak?" Seorang wanita cantik menyodorkan segelas minuman dingin padanya.
Wanita itu tidak sengaja melihat Ryu berkali-kali menelan ludah saat menatap anak-anak yang membeli minuman.
Ryu menggelengkan kepalanya. Dia ingat nasehat bapaknya, agar tidak menerima apapun dari orang yang tidak dikenal.
"Tidak papa. Kebetulan tadi Tante haus, lalu beli dua karena tidak ada kembalian. Nah yang satu buat siapa dong." Wanita cantik itu tertawa renyah. Suaranya yang lembut membuat hati Ryu bergetar. Ia merasakan perasaan yang aneh menjalar dalam hatinya.
Ryu menatap wanita itu yang masih saja tersenyum. Dia merasa sangat dekat dengannya.
Lalu dengan ragu, Ryu menerima pemberian wanita itu."Mami!" Jason berlari menghampiri wanita itu.
"Apa yang mami lakukan? Mami memberi minuman untuk dia?" ujar Jason cemberut.
"Iya. Karena tadi mami beli dua."
Ternyata wanita itu adalah ibu Jason.Ryu merasa heran. Kenapa Jason yang kasar itu bisa mempunyai seorang Ibu yang lembut dan baik?Jason tampak merajuk, dan ibunya membelai pipi Jason dengan sayang. Ryu sangat iri melihatnya.
"Tante Agatha, apa kabar?" Bella yang muncul dari belakang membuyarkan lamunan Ryu.
"Bella sayang. Kamu akhirnya sekolah di sini juga?" Wanita itu dan Bella saling berpelukan.
"Kamu pulang bareng kita aja ya. Mampir ke rumah Tante dulu. Tante udah bikin puding coklat kesukaan Bella."
Bella mengangguk senang. Lalu mereka bertiga masuk ke dalam mobil. Ryu hanya memandang mereka pergi. Hatinya terasa berdesir dan sakit, entah kenapa."Agatha ... Aga-tha." Ryu bergumam sendiri. Ia merasa tidak asing dengan nama itu.
***
Ryu mengelap peluhnya dengan tangan. Matahari bersinar terik siang ini. Masih ada tiga bungkus barang besar yang harus ia angkat.
"Bawa ke mobil putih itu ya, Dek." Seorang wanita setengah baya menghampiri Ryu. Dia sendiri membawa banyak belanjaan banyak di tangannya.
Ryu memanggul kardus besar dan berat itu di bahunya.
"Parman, bangun. Woiii ... bantuin ini cepat!" Wanita itu berteriak pada sang sopir yang sedang tertidur.
Ryu memasukkan semua belanjaan wanita itu ke dalam bagasi. Lalu ia diam menunggu upah darinya.
Wanita itu membeli tiga gelas es teh, lalu memberikannya satu pada Ryu.
"Makasih, Bu." Ryu langsung menghabiskan minumnya. Jarang sekali dia menemukan orang baik seperti ini.
"Kamu masih kecil udah jadi pengangkat barang. Di mana orang tuamu?" tanya wanita itu sambil menyeruput es nya.
"Bapak saya meninggal sebulan yang lalu. Dan ibu saya entah di mana." jawab Ryu enggan.
"Kamu nggak sekolah? Siapa namamu?"
"Baru masuk SMP, Bu. Nama saya Ryu." Ryu tersenyum manis dan berharap upahnya segera dibayarkan, karena masih ada sekitar tiga pelanggan lagi yang minta diangkat barangnya.
Wanita itu seperti terkejut, ia memandang ke lelaki setengah baya yang menjadi supir.
"Ryu .... usiamu berapa, Nak? Rumahmu di mana." Wanita itu tampak ingin tahu banyak tentang Ryu.
"Sekarang tiga belas tahun. Saya tinggal di kampung Rawas, dekat rel kereta sana," jawab Ryu polos.
"Kamu tinggal sendiri?" Parman sang supir yang dari tadi diam ikut bertanya.
"Sama Abang angkat, Pak. Dia juga yang membiayai hidup dan sekolah saya sejak bapak meninggal." Ryu mulai gelisah karena wanita itu tidak segera membayarnya dan malah banyak bertanya.
"I-ibumu di mana?" Wanita itu bertanya lagi sambil menatap wajah Ryu dengan bimbang.
"Sejak bayi saya belum pernah bertemu Ibu. Kata Bapak saya lahir ga ada Ibu, karena sejak dulu Bapak hidup sendiri, lalu saya hadir. Itu yang selalu dibilang Bapak." Ryu merasa sudah cukup pertanyaan mereka. Lagi pula dia merasa risih dengan tatapan dua orang setengah baya ini.
"Maaf, Bu. Saya mau melanjutkan kerja lagi."
"Oh iya maaf. Sebentar,"
Wanita itu segera menyadari, dan membuka dompetnya lalu menyerahkan dua lembar uang merah padanya.
"Bu, ini kebanyakan. Upahnya cuma sepuluh ribu kok," ujar Ryu sambil mendorong tangan wanita itu, bermaksud menolak.
"Tidak papa. Ini buat kamu, karena kamu anak yang baik dan rajin." Wanita itu memaksa Ryu menerima uangnya.
Wajah Ryu langsung berseri. Ia mengucapkan terima kasih berkali-kali. Lalu pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.
Wanita itu memandang kepergian Ryu dengan haru. Ia merasa seakan sudah lama mengenal Ryu.
"Namanya Ryu. Dan wajahnya sangat mirip dengan Nyonya Agatha. Apa ini suatu kebetulan, Parman? Usianya juga tiga belas tahun." Wanita itu memandang jalanan dengan sendu.
Parman yang sedang menyetir diam tapi juga ikut berpikir.
Dia juga tadi merasakan kaget ketika melihat Ryu. Anak itu mengingatkannya dengan majikannya Agatha saat masih kecil. Dia seperti melihat Agatha kecil di wajah Ryu.
Simon kini tidak hanya menguasai pasar, tapi ia merambah mulai ke sepanjang jalan yang terdapat banyak toko, rumah makan dan restoran. Anak buahnya semakin bertambah setiap hari.Dia banyak mengalahkan preman-preman kecil yang akhirnya menjadi anak buahnya. Nama Simon semakin terkenal di kawasan itu."Setor, Bang."Jika malam tiba, para anak buah Simon mulai menyetor uang hasil pajak dari pasar dan toko. Meski Simon dikenal kasar dan kejam, tapi ia adalah seorang yang adil dan tidak pelit. Dia akan membagi rata penghasilannya pada semua anak buahnya, dan kadang memberi bonus. Oleh sebab itu, semua anak buahnya menyukainya dan menjadi pengikut setia."Bang, aku dapat rejeki banyak tadi di pasar." Ryu mendekati Simon yang sedang menghitung uang."Dapat berapa?" tanya Simon tidak acuh."Dua ratus tiga puluh lima," jawab Ryu dengan wajah sumringah.Simon menghentikan kegiatannya dan memandang Ryu."Berapa kali a
Tiga tahun kemudian.Ryu sudah masuk ke Sekolah Menengah Umum. Ia masuk ke sekolah elit dan bergengsi karena beasiswa. Dan lagi, ia jadi satu dengan Jason dan Bella."Ingat ya, itu sekolah elit. Baik-baik lu di sana, jangan bikin masalah. Bersyukur dapat beasiswa selama tiga tahun. Pertahankan prestasi lu," ujar Simon tersenyum bangga."Pasti, Bang. Gue ga akan ngecewain Abang," sahutnya."Bang, ada yang nyari." Dipa anak buah Simon masuk dalam rumah."Siapa?""Seorang pemuda. Ga tahu juga gue, baru lihat sekarang," timpal Dipa."Ya udah suruh masuk."Dipa keluar dan tidak lama kemudian, ia muncul lagi dengan seorang pemuda tampan."Hallo, Bang." Pemuda itu tersenyum hangat. Netranya tajam dan dingin. Bibirnya tipis dan ada seringai setiap ia tertawa.Simon mengamati dan mencoba mengingat pemuda di depannya."Deri?" serunya ragu."Iya, Bang. Ini Deri, adik Devira." Kemudian Simon mendekat
Mentari tersenyum ceria menyambut pagi. Ryu berlari tergesa karena waktu telah menunjukkan pukul 06.50. Ia memasuki gerbang SMU Pelita Jaya, sebuah sekolah elit dan bergengsi.Sepuluh menit lagi, gerbang akan ditutup. Ia tidak boleh terkena sanksi keterlambatan lagi karena sebentar lagi akan naik ke kelas dua. Tinggal satu minggu lagi untuk menghadapi ujian semester akhir.Ryu masuk kelas dengan napas memburu, tepat bel tanda masuk sekolah berbunyi."Olahraga pagi lagi?" sindir Bella sinis. Ryu hanya mengedipkan mata kirinya pada gadis cantik itu.Bella menatapnya malas dan kembali fokus pada buku di depannya."Nih, buat lu," ujar Bella menyerahkan sebuah undangan bersampul ungu muda pada Ryu setelah bel istirahat berbunyi."Apa ini?""Undangan pernikahan gue," ketus Bella.Ryu tertawa, gadis jutek di depannya ini tidak berubah sama sekali sejak mereka pertama bertemu saat kelas satu Sekolah Menengah Pertama d
Keadaan semakin memanas karena Dean berteriak dan terus memaki Ryu. Pria itu seperti tidak bisa mengendalikan diri. Ayah Bella yang sedari tadi diam akhirnya turun tangan mencoba menenangkan sahabatnya itu.Kemudian Ryu dan Jason dibawa ke dalam salah satu ruangan hotel untuk dimintai penjelasan."Saya akan bertanya pada setiap salah satu dari mereka. Dan untuk yang tidak ditanya, saya tidak ingin mendengarkan apapun darinya." Ayah Bella mencoba bersikap sebijaksana mungkin.Beberapa orang yang hadir di ruangan itu diam dan mencoba menyimak. Hanya Dean yang terlihat tidak sabar dengan wajah memerah murka."Jason. Apa yang terjadi dengan kalian?" tanya Ayah Bella lembut."Dia sengaja menabrakku, Om. Saat ku tanya baik-baik, dia ga terima lalu memukuliku," jawab Jason dengan melirik sinis pada Ryu.Ayah Bella menghela napas panjang dan akan mulai beralih pada Ryu, ketika Dean tiba-tiba berteriak. "Sudah jelas anak itu yang
Pagi yang sedikit kelabu dengan mentari yang bersinar malu-malu.Bella berjalan sepanjang koridor sekolah dengan mendendangkan sebuah lagu. Bel tanda masuk berbunyi, tepat saat Ryu berhasil masuk ke dalam gerbang yang sudah mulai ditutup."Bella!" teriak Ryu saat melihat Bella yang berjalan dengan santai.Gadis itu menoleh ke arahnya."Tumben bisa ngelewatin gerbang dengan mulus," sindirnya.Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Bell ... m-m yang kemarin, aku beneran minta maaf ya.""Apa sih, ga penting juga," jawab gadis itu jutek."Ya ga enak aja, Bell. Sama Bokap lu, terutama.""Udahlah. Papa juga tahu kok gimana sikap Jason. Dah, masuk yuk."Bella menggandeng tangan Ryu berjalan menuju kelas. Ryu agak sedikit terhenyak dengan sikap gadis itu. Namun sedetik kemudian, pemuda berwajah oriental itu tersenyum..Rintik hujan membasahi bumi pada siang harinya
Perseteruan antara Ryu dan Jason semakin memanas. Jason selalu mencari gara-gara dan kesalahan pada Ryu. Pemuda itu seperti tidak terima telah dipermalukan saat berada di pesta Bella. Namun Ryu selalu menghindar darinya. Bukan karena dia takut pada Jason, tapi karena dia menghormati Agatha, Mami Jason yang telah begitu baik padanya.Saat makan siang di restoran itu, Agatha berulang kali meminta maaf padanya atas sikap buruk suami dan putranya. Wanita berkelas itu, bahkan tidak menyinggung sama sekali tentang tuntutan yang akan dilakukan oleh suaminya. Dia begitu lembut dan hangat pada Ryu.Bahkan Ryu mulai menyayangi wanita ituKelas dua di semester satu.Ryu mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, karena dia menyukai sains. Sedangkan Bella ambil kelas bahasa Inggris. Jason juga mengikuti Bella. Anak itu seperti tidak ingin jauh dari gadis berlesung pipit di pipi kiri itu. Dan sikap Jason itu semakin membuat Bella muak. Dia
Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon."Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan deng
Aroma obat khas rumah sakit menyengat masuk indra penciuman. Ryu duduk termenung di sebuah bangku luar ruangan Unit Gawat Darurat.Terdengar derap langkah kaki mendekat padanya."Hei, kamu!" teriak seorang pria padanya.Ryu mendongak dan terlihat, Ayah Jason memasang wajah murka padanya."Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Bentaknya menbuat beberapa orang menoleh padanya."Dean, ini rumah sakit, kendalikan dirimu." Agatha mencoba menenangkan suaminya."Lebih baik kita masuk dan tanyakan pada Jason." Wanita itu menarik lengan suaminya.Ryu hanya menatap mereka dengan gamang. Seorang pria paruh baya mendekatinya."Kamu ...."Pria itu menatap Ryu tak yakin."Ya, Pak. Ada apa?" sapa Ryu sopan."Kamu bukanya bocah yang dulu jadi kuli panggul di pasar?" Pria itu semakin mendekat dan mengamati dengan seksama wajah pemuda di hadapannya."Iya. Oh, mungkin bapak dulu pernah jadi langganan saya, ya
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Bella menelisik seorang pria yang berdiri di samping Dean dengan wajahnya tertutup sebuah topi."Jason?" ucap Bella pelan, membuat pria itu melepas topinya dengan kesal."Kenapa sih, kalian selalu muncul di saat yang tidak tepat?" seru Jason.Dan di saat bersamaan, Agatha dan Angel muncul. Wanita itu menutup mulut saat melihat putranya berdiri dengan wajah kesal di depannya."Jason …." Ingin sekali wanita itu merengkuh putra yang telah lama menghilang. Meski dia benci dengan sifat Jason, bagaimana pun juga, pria itu adalah putranya."Halo, Mami. Apakah mami merindukan aku?" Jason menatap sang Ibu dengan tatapan benci membuat wanita itu terpukul."Untuk apa kalian datang ke sini lagi?" Ryu menatap mereka tajam."Tentu saja untuk mengambil hak kami," jawab Dean ketus."Tunggu, Pi. Sepertinya ada yang tidak beres." Jason menatap murka pada Bella."Kamu hamil? Pria mana yang menidurimu, jalang!" teriak J
Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan seorang istri jika bukan cinta dan perhatian dari seorang suami. Seperti hal nya apa yang dirasakan oleh Bella sejak menikah dengan Ryu. Wajah bahagia selalu terpancar dari wajahnya.Perhatian dan kasih sayang yang diberikan padanya tidak pernah berbeda dengan Angel.Sore yang cerah dengan semilir angin yang menyejukkan.Brisena berlari kecil dengan riang saat melihat Ryu datang."A … yah …." Dia menyongsong putri kecilnya dan mengangkatnya tinggi membuat gadis kecil itu terkekeh senang."Sena dah maem?" Ryu menciumi pipi gembulnya dengan gemas."Dah …," jawabnya dengan kegelian."Yah … Nda …." Brisena menunjuk pada Bella yang sedang duduk di taman dengan melihat mereka dan tertawa kecil.Ryu menghampiri Bella sambil menggendong Sena."Sayang, Ayah capek baru pulang kerja. Sena sama Bunda di sini, biarkan ayah ganti baju dulu."
Bau harum sabun menguar harum dari tubuh Ryu ketika Bella memeluknya dari belakang, saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.Ryu tersenyum dan membalikkan tubuh istrinya. "Kenapa? Kok kelihatannya bahagia banget.""Makasih udah dibelikan makanan siap saji dan kamu yang membelinya langsung dengan turun dari mobil," ucap Bella bahagia."Kok kamu tahu, aku yang membelinya sendiri?""Ya tanya sama Evan lah," jawab Bella tertawa."Oh gitu. Jadi kamu jadikan Evan sekarang mata-mata buat aku?" Ryu menatap masam sambil menggelitik tubuh Bella membuatnya tertawa kegelian."