Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.
Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.
Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon.
"Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.
Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.
Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan dengan lahap. Pemuda itu menghentikan makannya, dan menatap anak itu.
"Kamu mau?" Ryu memberikan satu bungkus nasi jatah Simon pada anak itu. Anak itu diam tak menjawab. Dia tetap bergeming di tempatnya berdiri.
"Makan sini. Tidak usah takut," bujuk Ryu yang membuat anak itu mendekat perlahan padanya.
Ryu membuka bungkusan nasi dan memberikan pada anak itu. Dengan lahap, dia memakannya. Ryu tersenyum melihatnya.
"Siapa namamu?" tanya Ryu setelah anak itu selesai makan.
"Fatih, Bang."
"Kamu sepertinya bukan anak komplek sini. Di mana rumahmu?"
"Jauh, Bang. Harus naik Bus besar," jawabnya polos.
"Terus ngapain kamu di sini? Sama siapa?"
Fatih termenung sesaat. Lalu dia menatap Ryu dengan sendu.
"Aku cari Abang. Kata orang, Abang dibawa ke Jakarta," jawabnya lirih.
"Kamu terpisah dengan Abangmu? Coba ceritakan sama abang semuanya." Ryu memandang anak kecil yang dekil itu prihatin.
"Emakku habis meninggal karena kecelakaan. Terus tiba-tiba ada Om kaya datang dan mengajak Abangku menjadi anaknya. Awalnya, Abang menolak, dan ingin aku ikut. Tapi Om kaya itu, memaksa Abang dan menyuruh aku masuk ke panti asuhan. Aku lari dari panti asuhan dan pengen cari Abang. Aku pulang ke rumah yang dulu, dan kata orang, Abang diajak ke Jakarta." Fatih menjeda kalimatnya.
"Kenapa yang dijadikan anak hanya Abangmu dan kamu tidak?" tanya Ryu. Dan Fatih hanya menggeleng.
"Terus kamu mau cari Abangmu kemana?"
Lagi-lagi Fatih menggeleng tidak tahu."Atau kamu tahu, nama orang yang membawa Abangmu?"
Fatih menggeleng lagi.
"Aku ga tahu, Bang. Tapi nama Abangku, Faris."Ryu termenung. Nama Faris banyak sekali di kota besar ini. Dan yang dia tahu dan kenal, hanya satu nama dengan nama Faris. Yaitu Faris Wicaksono, putra konglomerat Wicaksono yang dingin dan arogan, adik kelasnya di sekolah.
Ryu menyuruh Fatih agar tinggal dengannya untuk sementara selama dia mencari keberadaan Abangnya. Toh, pasti Simon akan mengijinkan. Namun bocah kecil itu menolak halus dan ingin tetap mencari Abangnya.
Pemuda itu merasa tersentuh dan memberikan semua sisa uang kembalian beli nasi pada anak itu. Lalu Fatih pergi setelah mengucapkan banyak terimakasih.
Anak kecil itu begitu santun dan tahu tata krama. Pasti orangtuanya dulu mendidik dia dengan baik. Sayang sekali, anak sekecil itu harus menggelandang di kota besar ini hanya untuk mencari Abangnya, yang entah berada di mana. Ryu mendesah prihatin.Selam satu minggu, Simon tidak pulang le rumah. Hanya Dipa yang pulang dan memberinya uang lumayan banyak, membuat Ryu heran.
"Duit dari mana, Bang?"
"Udah, ga usah banyak tanya. Kita punya bisnis besar sekarang. Itu untuk idup lu selama Abang lu ga pulang. Dia cuma pesan, belajar yang benar, biar dapat nilai bagus, biar bisa kuliah," ujar Dipa sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Kuliah? Duit dari mana, Bang?" kata Ryu tertawa geli.
"Heh anak bego! Abang lu bentar lagi jadi orang kaya. Jangankan biayain kuliah lu di sini. Di luar negeri juga dia sanggup," sahut Dipa barapi-api.
"Udah, gue balik lagi. Pokoknya ingat pesen Abang lu. Tugas lu cuma belajar ma sekolah. Jangan sampai lu kek kita-kita. Ngarti kagak?" lanjut Dipa.
"Iye, Bang." jawab Ryu menganguk.
Kemudian mantan preman terminal itu pergi menggunakan mobil sedan yang bagus. Ryu tertegun melihatnya. Bisnis apa yang sedang dijalankan Abangnya beserta para anak buahnya? Apakah ini ada hubungannya dengan laki-laki yang bernama Deri? Benarkah yang dia lihat kemarin, Deri yang pernah datang ke sini, menjadi sopir dari Faris? Ryu mengacak rambutnya frustasi karena penasaran.***
Siang yang terik dengan mentari tepat di atas kepala. Ryu berjalan dengan lunglai karena lelah. Pikirannya terkuras tadi saat mengerjakan soal-soal latihan ujian nasional.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti mendadak tepat di hadapannya. Keluar Jason dari dalam mobil dengan tatapan angkuh dan merendahkan pada Ryu.
Ryu hanya menatap jengah padanya. Dia sama sekali tidak tertarik pada pemuda itu.
"Hei gembel. Gada duit lu, pulang cuma jalan kaki?"Ryu tidak menanggapinya. Dia hendak beranjak pergi, saat tiba-tiba Jason menarik bahunya dan langsung memukul tepat di rahangnya. Ryu terjungkal dan membuat Jason tertawa terbahak-bahak.
Pemuda itu menelan salivanya, dan bengkit. Dia tetap diam dan tidak ada niat untuk membalas perbuatan Jason. Ryu mengusap peluh dan melanjutkan jalannya. Sikap Ryu ini membuat Jason semakin meradang. Dia merasa diremehkan.
Dengan sekuat tenaga, Jason menendang punggung Ryu hingga pemuda itu jatuh tertelungkup. Dan Jason tertawa girang melihatnya.
Rahang Ryu mengeras, kedua tangan terkepal dan wajahnya meringis menahan marah. Dia bangun dengan perlahan dan hendak membalas Jason, saat tiba-tiba dia teringat oleh Agatha yang lembut dan hangat. Ryu memejamkan mata untuk menetralisir amarahnya.
Jason yang sudah bersiap menerima serangan balasan dari Ryu, mendadak kecewa karena lagi-lagi pemuda itu tak acuh dan pergi meninggalkannya. Kali ini Jason benar-benar marah. Namun, dibalik kemarahannya, dia tersenyum licik.
Sebuah pisau dia keluarkan dari saku celananya. Dia mendekati Ryu yang berjalan memunggunginya dan tiba-tiba,
"aduh, sakit! Sakit … aduh …." Jason mengerang dan jatuh ke tanah.Ryu terkejut dan berbalik. Dia menjadi pucat saat melihat Jason merintih dengan memegang lengannya yang bersimbah darah.
"Jason … kenapa ini?" teriak Ryu panik."Aduh … sakit banget," rintih Jason, sambil pisau yang dipegangnya diberikan pada Ryu. Pemuda itu menerimanya tanpa sadar.
Beberapa orang mulai mendekati mereka. Jason semakin merintih yang membuat Ryu semakin bingung.
"Sebaiknya bawa ke rumah sakit aja." Seseorang berseru."Lukanya pasti dalam itu. Lihat, darah tak juga berhenti." Seseorang yang lain menimpali.
Tanpa pikir panjang, Ryu menghentikan sebuah taksi dan mengangkat tubuh Jason lalu membawanya ke rumah sakit terdekat.
Aroma obat khas rumah sakit menyengat masuk indra penciuman. Ryu duduk termenung di sebuah bangku luar ruangan Unit Gawat Darurat.Terdengar derap langkah kaki mendekat padanya."Hei, kamu!" teriak seorang pria padanya.Ryu mendongak dan terlihat, Ayah Jason memasang wajah murka padanya."Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Bentaknya menbuat beberapa orang menoleh padanya."Dean, ini rumah sakit, kendalikan dirimu." Agatha mencoba menenangkan suaminya."Lebih baik kita masuk dan tanyakan pada Jason." Wanita itu menarik lengan suaminya.Ryu hanya menatap mereka dengan gamang. Seorang pria paruh baya mendekatinya."Kamu ...."Pria itu menatap Ryu tak yakin."Ya, Pak. Ada apa?" sapa Ryu sopan."Kamu bukanya bocah yang dulu jadi kuli panggul di pasar?" Pria itu semakin mendekat dan mengamati dengan seksama wajah pemuda di hadapannya."Iya. Oh, mungkin bapak dulu pernah jadi langganan saya, ya
Malam yang cerah dengan kerlip bintang bertaburan di angkasa.Sebuah mobil sedan warna hitam berhenti di tepat di depan rumah bedeng. Terlihat dua orang laki-laki turun dari mobil itu."Kenapa gelap sekali? Ryu! Di mana kamu," teriak Simon sambil menggedor pintu dari seng."Berisik banget sih lu." Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah bedeng sebelah."Dimana Ryu, Nek?" tanya Simon pada si wanita tua."Emang gue neneknya. Ya kagak tahulah. Anak tengik itu dah dua hari kagak pulang.""Dua hari kagak pulang?" Simon tertegun."Kemarin terakhir gua ke sini, dia baik-baik aja, Bang," jawab Dipa cemas."Dua hari ini ada wanita kaya, cantik, berdiri di sini kek orang bingung. Waktu gue tanya, dia bilang cari pemilik rumah. Nah pemilik rumah kan, elu, Mon.""Wanita cantik sapa, Nek? Dia bilang apa ama lu, Nek?" Simon mengernyitkan keningnya."Ya gue kagak tahu, dodol. Dia bilang cari pemilik
"Apa lagi yang kamu minta? Uang?" Pria paruh baya itu menatap laki-laki di depannya dengan gusar."Kenapa setiap aku mengunjungimu, selalu uang yang ada dipikiranmu?" jawab lelaki itu tersenyum sinis."Lalu apa lagi jika bukan karena uang? Kamu selalu beralasan tentang uang untuk melindungi Faris. Melindungi yang bagaimana?" Pria itu menatap dalam padanya."Ayolah, Radit. Aku datang ke sini bukan karena uang lagi. Tapi aku butuh bantuanmu."Tuan Radit mengernyit heran. "Kau butuh bantuanku, Deri?""Iya. Tapi lebih tepatnya, temanku yang meminta bantuanmu," ujar Deri dengan menghisap rokoknya."Temanmu siapa?""Kamu masih ingat Simon?" Deri menatap dalam Tuan Radit.Wajah Tuan Radit berubah kaku. "Simon ... preman jalanan itu? Pria yang dekat dengan Devira, istriku?" Dia terlihat tidak suka."Come on, Radit. Kita berdua juga tahu, Simon bukan selingkuhan Devira, kakakku. Bukankah istrimu-
Malam yang cerah dengan semilir angin yang berhembus menenangkan. Kerlip bintang bertaburan menghiasi angkasa dengan rembulan bulat penuh memancarkan sinarnya yang pucat.Sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit yang banyak dihuni oleh para konglomerat, terdengar teriakan nyaring disertai lemparan sebuah benda dari kaca."Brengsek! Kenapa anak itu bisa lolos?" Dean menendang sebuah kursi kayu jati seperti orang kalap.Jason tampak termangu dan hanya menatap sang Papi dengan pandangan kosong. Pemuda itu juga marah dan murka, namun apa yang bisa dia perbuat? Bahkan Papinya pun seperti tak punya kuasa.Sedangkan Agatha, hanya diam melamun. Dia bahagia, Ryu akhirnya bisa bebas. Namun, ada yang mengganjal di hatinya. Perkataan Simon yang begitu yakin bisa membebaskan anak itu. Bagaimana seorang preman jalanan punya kuasa hingga meminta bantuan pada Tuan Radit Wicaksono? Siapa pria berwajah garang dan bertato itu? Mungkin pertanyaan ini
Ryu hanya diam menunduk. Matanya memandang lantai keramik di bawahnya.Dia sudah terbiasa mendengar kalimat seperti itu. Yang kecil, yang lemah dan yang miskin selalu harus mengalah pada mereka yang berkuasa dan yang kaya. Seakan rakyat kecil dan miskin sepertinya harus menurut dan diam meski harus diinjak harga dirinya. Batinnya tertawa miris oleh semua kenyataan ini."Saya tidak bermaksud apa-apa, hanya mengingatkanmu. Karena pemuda seperti Jason, di sekolah ini banyak. Mereka yang merasa mempunyai orangtua kaya dan berpengaruh, sering berbuat semena-mena. Apakah kamu pikir, saya sebagai kapala sekolah juga tidak pernah mendapatkan perundungan seperti itu?" Sang kepala sekolah menjeda kalimatnya. Sekali lagi dia menarik napas panjang."Mereka yang berkuasa, sering melemahkan rakyat kecil seperti kita. Bahkan sering saya mengalami hal yang harus membuat saya mengalah dan meletakkan harga diri saya dibawah kaki mereka. Kamu masih muda,
Sebuah rumah yang besar peninggalan jaman Belanda, yang berdiri di tengah sebuah pekarangan luas dan dikelilingi oleh tembok tinggi. Di atas tembok masih diberi kabel untuk aliran listrik. Jadi siapapun yang mencoba memanjat tembok akan tersetrum.Di depan rumah besar yang jaraknya sekitar dua ratus meter, terdapat pos penjaga dan dijaga oleh sekitar empat orang preman berperawakan besar dan sangar. Sedangkan di bagian paling belakang rumah, terdapat banyak kamar yang memanjang ke samping dan ke kiri. Di samping kiri rumah terdapat taman dan kolam renang.Rumah itu bernama black house. Markas besar dan gudang tempat menyimpan senjata api ilegal dan juga narkoba.Simon berdiri sambil memberi instruksi pada para anak buahnya sambil mengusap peluh yang menetes.Semua orang black house adalah orang-orang kepercayaan yang berjumlah kurang lebih tiga puluh orang. Semua orang itu di bawah komando Simon.Pintu gerbang utama
"Fatih namanya? Dia seorang anak kecilkah?"Simon menghentikan suapannya dan menatap Ryu penuh selidik. "Lu tahu sesuatu?""Nggak sih, Bang. Cuma siapa tahu yang abang bicarakan anak yang sama dengan yang ketemu sama gue satu minggu yang lalu.""Lu ketemu seorang anak kecil? Dimana?" tanya Dipa."Depan bedeng kita, Bang. Waktu abang nyuruh gue beli nasi bungkus, terus waktu kembali, abang berdua udah pergi. Nah pas makan sendiri, ada anak kecil wajahnya asing ngeliatin gitu. Gue tawarin dia. Terus dia cerita namanya Fatih, datang ke Jakarta karena nyari abangnya yang bernama Faris.""Terus, kemana anak itu?" tanya Simon antusias."Ya udah pergi, Bang. Gue suruh tinggal sementara di bedeng ga mau, katanya mau terus nyari kok," ujar Ryu.Simon merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah foto usang yang dia dapatkan dari rumah Devira, Ibu Faris."Yang ini bukan anaknya?" Dia menyodorkan fo
"Dia pacar lu, ya?" tanya Hamdan sambil melirik Ryu yang senyum-senyum sendiri di sampingnya. Kali ini Hamdan yang menyetir karena Ryu belum begitu lancar."Enak aja lu, Bang. Pacar dari Hongkong!" bentak Ryu tidak terima."Heh, kurang ajar ma orangtua lu. Kagak ada sopannya," dengus Hamdan mendengar jawaban Ryu.Pemuda itu hanya mencibir ke arah pria kekar bertato itu."Terus kalo bukan pacar siapa? Mesra banget sampe peluk-pelukan. Gue ma istri aja lom pernah begitu.""Dia itu Tante Agatha. Seorang wanita yang paling baik di muka bumi ini bagi gue," ucap Ryu yang terdengar seperti sebuah gumaman.Hamdan menoleh padanya yang masih saja senyum-senyum sendiri. Hingga dia berpikir bahwa otak pemuda di sebelahnya ini tidak beres. Mereka berhenti di sebuah warung untuk istirahat makan siang. Dan saat makan pun, Ryu masih sering senyum dan melamun. Hamdan merasa gusar melihatnya.Setelah sampai di rumah, Hamdan la
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Bella menelisik seorang pria yang berdiri di samping Dean dengan wajahnya tertutup sebuah topi."Jason?" ucap Bella pelan, membuat pria itu melepas topinya dengan kesal."Kenapa sih, kalian selalu muncul di saat yang tidak tepat?" seru Jason.Dan di saat bersamaan, Agatha dan Angel muncul. Wanita itu menutup mulut saat melihat putranya berdiri dengan wajah kesal di depannya."Jason …." Ingin sekali wanita itu merengkuh putra yang telah lama menghilang. Meski dia benci dengan sifat Jason, bagaimana pun juga, pria itu adalah putranya."Halo, Mami. Apakah mami merindukan aku?" Jason menatap sang Ibu dengan tatapan benci membuat wanita itu terpukul."Untuk apa kalian datang ke sini lagi?" Ryu menatap mereka tajam."Tentu saja untuk mengambil hak kami," jawab Dean ketus."Tunggu, Pi. Sepertinya ada yang tidak beres." Jason menatap murka pada Bella."Kamu hamil? Pria mana yang menidurimu, jalang!" teriak J
Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan seorang istri jika bukan cinta dan perhatian dari seorang suami. Seperti hal nya apa yang dirasakan oleh Bella sejak menikah dengan Ryu. Wajah bahagia selalu terpancar dari wajahnya.Perhatian dan kasih sayang yang diberikan padanya tidak pernah berbeda dengan Angel.Sore yang cerah dengan semilir angin yang menyejukkan.Brisena berlari kecil dengan riang saat melihat Ryu datang."A … yah …." Dia menyongsong putri kecilnya dan mengangkatnya tinggi membuat gadis kecil itu terkekeh senang."Sena dah maem?" Ryu menciumi pipi gembulnya dengan gemas."Dah …," jawabnya dengan kegelian."Yah … Nda …." Brisena menunjuk pada Bella yang sedang duduk di taman dengan melihat mereka dan tertawa kecil.Ryu menghampiri Bella sambil menggendong Sena."Sayang, Ayah capek baru pulang kerja. Sena sama Bunda di sini, biarkan ayah ganti baju dulu."
Bau harum sabun menguar harum dari tubuh Ryu ketika Bella memeluknya dari belakang, saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.Ryu tersenyum dan membalikkan tubuh istrinya. "Kenapa? Kok kelihatannya bahagia banget.""Makasih udah dibelikan makanan siap saji dan kamu yang membelinya langsung dengan turun dari mobil," ucap Bella bahagia."Kok kamu tahu, aku yang membelinya sendiri?""Ya tanya sama Evan lah," jawab Bella tertawa."Oh gitu. Jadi kamu jadikan Evan sekarang mata-mata buat aku?" Ryu menatap masam sambil menggelitik tubuh Bella membuatnya tertawa kegelian."