Perseteruan antara Ryu dan Jason semakin memanas. Jason selalu mencari gara-gara dan kesalahan pada Ryu. Pemuda itu seperti tidak terima telah dipermalukan saat berada di pesta Bella. Namun Ryu selalu menghindar darinya. Bukan karena dia takut pada Jason, tapi karena dia menghormati Agatha, Mami Jason yang telah begitu baik padanya.
Saat makan siang di restoran itu, Agatha berulang kali meminta maaf padanya atas sikap buruk suami dan putranya. Wanita berkelas itu, bahkan tidak menyinggung sama sekali tentang tuntutan yang akan dilakukan oleh suaminya. Dia begitu lembut dan hangat pada Ryu.
Bahkan Ryu mulai menyayangi wanita ituKelas dua di semester satu.
Ryu mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, karena dia menyukai sains. Sedangkan Bella ambil kelas bahasa Inggris. Jason juga mengikuti Bella. Anak itu seperti tidak ingin jauh dari gadis berlesung pipit di pipi kiri itu. Dan sikap Jason itu semakin membuat Bella muak. Dia sering uring-uringan dan sembunyi dari Jason, yang membuat Ryu tertawa.Wajah Bella yang selalu merona merah saat Ryu menggodanya, membuat pemuda itu semakin dalam menyukainya. Namun, dia tidak berani menyatakan perasaannya. Sekali lagi, karena perbedaan kasta di antara mereka, itu alasan Ryu.Ryu yang sedang duduk santai di sebuah bangku kayu koridor, mendengar beberapa teriakan dari para gadis. Dia menoleh dan terlihat seorang murid baru di kelas satu berjalan dengan santai dan tak acuh oleh teriakan para siswi.
Pemuda itu berwajah tampan, rahang yang kuat dengan tatapan mata yang dingin. Dia berjalan lewat di depan Ryu dengan sikapnya yang tak acuh. Ryu hanya memperhatikan hingga murid baru itu hilang di tikungan koridor.
"Siapa sih dia, bikin heboh para cewek aja." Ryu menoleh pada teman di sebelahnya.
"Dengar-dengar sih namanya Fidel. Dia anak bungsu Wicaksono, yang punya saham di sekolah ini juga," jawab Axel.
"Wicaksono? Orang pentingkah?"
"Hadeehh, Ryu. Kuper amat sih lu. Wicaksono yang konglomerat itu. Bahkan nih ya, keluarga Jason aja masih kalah dengan kekayaan Tuan Wicaksono. Makanya para cewek langsung ijo lihat Fidel." Axel mencebik tak suka, karena cewek yang ditaksirnya juga terlihat ikut terpesona pada murid baru itu.
"Tapi emang cakep kok dia. Jadi mereka, suka ga cuma hartanya aja menurut gue. Tampangnya menjanjikan juga," ujar Ryu yang langsung mendapat pukulan tak terima dari Axel.
"Gitu dibilang cakep. Buta mata lu!" Axel bersungut kemudian pergi meninggalkan Ryu yang tertawa terbahak-bahak.
Pesona murid baru yang bernama Fidel Wicaksono itu, tidak memudar hingga sebulan lamanya membuat para siswa laki-laki menjadi jengah, terutama Ryu. Bahkan Bella juga terang-terangan menyukai pemuda itu.
Ryu cemburu. Bahkan Jason juga langsung membenci Fidel. Para kakak kelas mencoba menjadikan Fidel bulan-bulanan mereka. Namun, anak itu selalu bisa melawan tanpa kenal rasa takut. Dan Fidel, semakin terkenal seantero Pelita Jaya.
Tak terasa, satu tahun telah terlewati dan mereka semua naik tingkat ke kelas berikutnya.
Siang ini, semua siswa Pelita Jaya dihebohkan oleh murid kelas satu yang sangat arogan dan semaunya sendiri. Namun siswa itu sangat populer karena selain tampan, juga cerdas. Dia juga tidak mengenal takut pada siapapun, meski dia murid baru dan kelas satu.Terjadi pertarungan duel satu lawan satu di atas roof top sekolah. Ryu yang mendengar berita itu, merasa penasaran dan berusaha melihat pertarungan itu.
Dia naik ke atas bersama Axel. Di sana, sudah banyak siswa yang ingin menonton duel itu, termasuk Fidel dan para anak buahnya. Tidak berapa lama kemudian, datang si adik kelas yang banyak dibicarakan oleh semua siswa.
Pemuda itu tampan dengan wajah yang agak mirip dengan Fidel. Namun, Ryu melihat ada kilat seorang pemangsa di matanya. Ryu terkesiap. Dia menyadari, pemuda yang bernama Faris ini bukan pemuda sembarangan.
Bryan, anak buah Fidel yang menantang Faris berduel, mulai menyerang, saat Faris belum siap, dan membuatnya jatuh terjengkang. Namun, pemuda itu segera bisa menguasai keadaan dengan menyerang balik pada Bryan.
Pertarungan duel di antara keduanya seimbang, karena sama-sama jago bela diri. Mereka saling menyerang dengan beringas dan seperti ingin saling membunuh. Sorak sorai para siswa membahana seantero tempat itu.
Terlihat Faris dan Bryan mulai kepayahan dengan luka di wajah dan tangan mereka. Darah segar mulai mengalir dari hidung dan bibir keduanya."Lu tahu siapa pemuda itu?" bisik lirih Axel. Ryu menggeleng.
"Dia Faris Wicaksono, adik angkat Fidel," ujar Axel dengan senyum aneh.
"Kenapa lu tersenyum aneh gitu?" Ryu menatap pada Axel heran.
"Karena rumor yang gue dengar, Faris ini putra kandung dari Tuan Radit Wicaksono dari istri yang lain. Itu sebab, Fidel sangat membencinya."
Ryu terdiam. Kini dia paham, kenapa Fidel menjadi wasit duel antara sahabatnya--Bryan dan adik tirinya sendiri.
Kedua mata pemuda itu, sama-sama mata seorang predator. Ryu yakin, keduanya kelak akan menjadi seorang pembunuh yang haus darah."Stop! Cukup untuk hari ini." Fidel maju ke depan dan berdiri di samping Bryan.
"Tapi bos, dia belum mati," sahut Bryan tidak terima, dengan tubuh kepayahan dan darah keluar dari hidung dan bibirnya.
"Gue cuma ingin lihat, sejauh mana kemampuan dia, yang katanya juara 1 karate. Ternyata melawan lu aja, dia sudah kepayahan," ejek Fidel tertawa puas.
Fidel membisikkan sesuatu pada Faris yang dibalas dengan seringai dari bibirnya.
Kemudian Fidel dan geng-nya pergi dengan tertawa terbahak-bahak. Semua pun bubar. Terlihat Faris di papah oleh temannya yang berkacamata dengan rambut berdiri seperti sapu ijuk.Sekolah terlihat sangat sepi. Bahkan satupun cleaning servis pun tidak terlihat sepanjang koridor.
"Lu lihat kan, betapa berkuasanya Fidel di sekolah ini. Bahkan dia bisa mengendalikan para guru. Dan tidak ada satupun yang berani membela Faris." Axel menggeleng pelan dan bergidik ngeri. Ngeri karena kuasa dan pengaruh Fidel sangat besar. Tidak ada lawan yang bisa menandingi pemuda itu.Ryu hanya diam dan menyimak. Dia juga membenarkan apa yang dikatakan oleh temannya itu. Sampai di luar gedung, di tempat parkir mobil, Ryu melihat Faris yang dipapah oleh temannya menghampiri sebuah mobil. Dan sang sopir segera keluar menyongsong majikannya.
Ryu terkesiap saat melihat sopir Faris. Dia menatapnya dalam. Saat Faris sudah masuk ke dalam mobil, Ryu melihat dengan jelas, sang sopir saling menatap dengan Fidel yang sedang bersandar di mobilnya dengan puas. Mata mereka sama-sama berkilat. Mata seorang pemangsa. Antar Fidel dan Deri.
Deri … pemuda yang datang ke rumah bedeng Simon beberapa tahun yang lalu. Yang menawarkan pekerjaan besar pada Abangnya. Deri … yang ternyata adalah sopir dari Faris Wicaksono.
Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon."Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan deng
Aroma obat khas rumah sakit menyengat masuk indra penciuman. Ryu duduk termenung di sebuah bangku luar ruangan Unit Gawat Darurat.Terdengar derap langkah kaki mendekat padanya."Hei, kamu!" teriak seorang pria padanya.Ryu mendongak dan terlihat, Ayah Jason memasang wajah murka padanya."Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Bentaknya menbuat beberapa orang menoleh padanya."Dean, ini rumah sakit, kendalikan dirimu." Agatha mencoba menenangkan suaminya."Lebih baik kita masuk dan tanyakan pada Jason." Wanita itu menarik lengan suaminya.Ryu hanya menatap mereka dengan gamang. Seorang pria paruh baya mendekatinya."Kamu ...."Pria itu menatap Ryu tak yakin."Ya, Pak. Ada apa?" sapa Ryu sopan."Kamu bukanya bocah yang dulu jadi kuli panggul di pasar?" Pria itu semakin mendekat dan mengamati dengan seksama wajah pemuda di hadapannya."Iya. Oh, mungkin bapak dulu pernah jadi langganan saya, ya
Malam yang cerah dengan kerlip bintang bertaburan di angkasa.Sebuah mobil sedan warna hitam berhenti di tepat di depan rumah bedeng. Terlihat dua orang laki-laki turun dari mobil itu."Kenapa gelap sekali? Ryu! Di mana kamu," teriak Simon sambil menggedor pintu dari seng."Berisik banget sih lu." Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah bedeng sebelah."Dimana Ryu, Nek?" tanya Simon pada si wanita tua."Emang gue neneknya. Ya kagak tahulah. Anak tengik itu dah dua hari kagak pulang.""Dua hari kagak pulang?" Simon tertegun."Kemarin terakhir gua ke sini, dia baik-baik aja, Bang," jawab Dipa cemas."Dua hari ini ada wanita kaya, cantik, berdiri di sini kek orang bingung. Waktu gue tanya, dia bilang cari pemilik rumah. Nah pemilik rumah kan, elu, Mon.""Wanita cantik sapa, Nek? Dia bilang apa ama lu, Nek?" Simon mengernyitkan keningnya."Ya gue kagak tahu, dodol. Dia bilang cari pemilik
"Apa lagi yang kamu minta? Uang?" Pria paruh baya itu menatap laki-laki di depannya dengan gusar."Kenapa setiap aku mengunjungimu, selalu uang yang ada dipikiranmu?" jawab lelaki itu tersenyum sinis."Lalu apa lagi jika bukan karena uang? Kamu selalu beralasan tentang uang untuk melindungi Faris. Melindungi yang bagaimana?" Pria itu menatap dalam padanya."Ayolah, Radit. Aku datang ke sini bukan karena uang lagi. Tapi aku butuh bantuanmu."Tuan Radit mengernyit heran. "Kau butuh bantuanku, Deri?""Iya. Tapi lebih tepatnya, temanku yang meminta bantuanmu," ujar Deri dengan menghisap rokoknya."Temanmu siapa?""Kamu masih ingat Simon?" Deri menatap dalam Tuan Radit.Wajah Tuan Radit berubah kaku. "Simon ... preman jalanan itu? Pria yang dekat dengan Devira, istriku?" Dia terlihat tidak suka."Come on, Radit. Kita berdua juga tahu, Simon bukan selingkuhan Devira, kakakku. Bukankah istrimu-
Malam yang cerah dengan semilir angin yang berhembus menenangkan. Kerlip bintang bertaburan menghiasi angkasa dengan rembulan bulat penuh memancarkan sinarnya yang pucat.Sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit yang banyak dihuni oleh para konglomerat, terdengar teriakan nyaring disertai lemparan sebuah benda dari kaca."Brengsek! Kenapa anak itu bisa lolos?" Dean menendang sebuah kursi kayu jati seperti orang kalap.Jason tampak termangu dan hanya menatap sang Papi dengan pandangan kosong. Pemuda itu juga marah dan murka, namun apa yang bisa dia perbuat? Bahkan Papinya pun seperti tak punya kuasa.Sedangkan Agatha, hanya diam melamun. Dia bahagia, Ryu akhirnya bisa bebas. Namun, ada yang mengganjal di hatinya. Perkataan Simon yang begitu yakin bisa membebaskan anak itu. Bagaimana seorang preman jalanan punya kuasa hingga meminta bantuan pada Tuan Radit Wicaksono? Siapa pria berwajah garang dan bertato itu? Mungkin pertanyaan ini
Ryu hanya diam menunduk. Matanya memandang lantai keramik di bawahnya.Dia sudah terbiasa mendengar kalimat seperti itu. Yang kecil, yang lemah dan yang miskin selalu harus mengalah pada mereka yang berkuasa dan yang kaya. Seakan rakyat kecil dan miskin sepertinya harus menurut dan diam meski harus diinjak harga dirinya. Batinnya tertawa miris oleh semua kenyataan ini."Saya tidak bermaksud apa-apa, hanya mengingatkanmu. Karena pemuda seperti Jason, di sekolah ini banyak. Mereka yang merasa mempunyai orangtua kaya dan berpengaruh, sering berbuat semena-mena. Apakah kamu pikir, saya sebagai kapala sekolah juga tidak pernah mendapatkan perundungan seperti itu?" Sang kepala sekolah menjeda kalimatnya. Sekali lagi dia menarik napas panjang."Mereka yang berkuasa, sering melemahkan rakyat kecil seperti kita. Bahkan sering saya mengalami hal yang harus membuat saya mengalah dan meletakkan harga diri saya dibawah kaki mereka. Kamu masih muda,
Sebuah rumah yang besar peninggalan jaman Belanda, yang berdiri di tengah sebuah pekarangan luas dan dikelilingi oleh tembok tinggi. Di atas tembok masih diberi kabel untuk aliran listrik. Jadi siapapun yang mencoba memanjat tembok akan tersetrum.Di depan rumah besar yang jaraknya sekitar dua ratus meter, terdapat pos penjaga dan dijaga oleh sekitar empat orang preman berperawakan besar dan sangar. Sedangkan di bagian paling belakang rumah, terdapat banyak kamar yang memanjang ke samping dan ke kiri. Di samping kiri rumah terdapat taman dan kolam renang.Rumah itu bernama black house. Markas besar dan gudang tempat menyimpan senjata api ilegal dan juga narkoba.Simon berdiri sambil memberi instruksi pada para anak buahnya sambil mengusap peluh yang menetes.Semua orang black house adalah orang-orang kepercayaan yang berjumlah kurang lebih tiga puluh orang. Semua orang itu di bawah komando Simon.Pintu gerbang utama
"Fatih namanya? Dia seorang anak kecilkah?"Simon menghentikan suapannya dan menatap Ryu penuh selidik. "Lu tahu sesuatu?""Nggak sih, Bang. Cuma siapa tahu yang abang bicarakan anak yang sama dengan yang ketemu sama gue satu minggu yang lalu.""Lu ketemu seorang anak kecil? Dimana?" tanya Dipa."Depan bedeng kita, Bang. Waktu abang nyuruh gue beli nasi bungkus, terus waktu kembali, abang berdua udah pergi. Nah pas makan sendiri, ada anak kecil wajahnya asing ngeliatin gitu. Gue tawarin dia. Terus dia cerita namanya Fatih, datang ke Jakarta karena nyari abangnya yang bernama Faris.""Terus, kemana anak itu?" tanya Simon antusias."Ya udah pergi, Bang. Gue suruh tinggal sementara di bedeng ga mau, katanya mau terus nyari kok," ujar Ryu.Simon merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah foto usang yang dia dapatkan dari rumah Devira, Ibu Faris."Yang ini bukan anaknya?" Dia menyodorkan fo
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Bella menelisik seorang pria yang berdiri di samping Dean dengan wajahnya tertutup sebuah topi."Jason?" ucap Bella pelan, membuat pria itu melepas topinya dengan kesal."Kenapa sih, kalian selalu muncul di saat yang tidak tepat?" seru Jason.Dan di saat bersamaan, Agatha dan Angel muncul. Wanita itu menutup mulut saat melihat putranya berdiri dengan wajah kesal di depannya."Jason …." Ingin sekali wanita itu merengkuh putra yang telah lama menghilang. Meski dia benci dengan sifat Jason, bagaimana pun juga, pria itu adalah putranya."Halo, Mami. Apakah mami merindukan aku?" Jason menatap sang Ibu dengan tatapan benci membuat wanita itu terpukul."Untuk apa kalian datang ke sini lagi?" Ryu menatap mereka tajam."Tentu saja untuk mengambil hak kami," jawab Dean ketus."Tunggu, Pi. Sepertinya ada yang tidak beres." Jason menatap murka pada Bella."Kamu hamil? Pria mana yang menidurimu, jalang!" teriak J
Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan seorang istri jika bukan cinta dan perhatian dari seorang suami. Seperti hal nya apa yang dirasakan oleh Bella sejak menikah dengan Ryu. Wajah bahagia selalu terpancar dari wajahnya.Perhatian dan kasih sayang yang diberikan padanya tidak pernah berbeda dengan Angel.Sore yang cerah dengan semilir angin yang menyejukkan.Brisena berlari kecil dengan riang saat melihat Ryu datang."A … yah …." Dia menyongsong putri kecilnya dan mengangkatnya tinggi membuat gadis kecil itu terkekeh senang."Sena dah maem?" Ryu menciumi pipi gembulnya dengan gemas."Dah …," jawabnya dengan kegelian."Yah … Nda …." Brisena menunjuk pada Bella yang sedang duduk di taman dengan melihat mereka dan tertawa kecil.Ryu menghampiri Bella sambil menggendong Sena."Sayang, Ayah capek baru pulang kerja. Sena sama Bunda di sini, biarkan ayah ganti baju dulu."
Bau harum sabun menguar harum dari tubuh Ryu ketika Bella memeluknya dari belakang, saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.Ryu tersenyum dan membalikkan tubuh istrinya. "Kenapa? Kok kelihatannya bahagia banget.""Makasih udah dibelikan makanan siap saji dan kamu yang membelinya langsung dengan turun dari mobil," ucap Bella bahagia."Kok kamu tahu, aku yang membelinya sendiri?""Ya tanya sama Evan lah," jawab Bella tertawa."Oh gitu. Jadi kamu jadikan Evan sekarang mata-mata buat aku?" Ryu menatap masam sambil menggelitik tubuh Bella membuatnya tertawa kegelian."