Ryu hanya diam menunduk. Matanya memandang lantai keramik di bawahnya.
Dia sudah terbiasa mendengar kalimat seperti itu. Yang kecil, yang lemah dan yang miskin selalu harus mengalah pada mereka yang berkuasa dan yang kaya. Seakan rakyat kecil dan miskin sepertinya harus menurut dan diam meski harus diinjak harga dirinya. Batinnya tertawa miris oleh semua kenyataan ini."Saya tidak bermaksud apa-apa, hanya mengingatkanmu. Karena pemuda seperti Jason, di sekolah ini banyak. Mereka yang merasa mempunyai orangtua kaya dan berpengaruh, sering berbuat semena-mena. Apakah kamu pikir, saya sebagai kapala sekolah juga tidak pernah mendapatkan perundungan seperti itu?" Sang kepala sekolah menjeda kalimatnya. Sekali lagi dia menarik napas panjang.
"Mereka yang berkuasa, sering melemahkan rakyat kecil seperti kita. Bahkan sering saya mengalami hal yang harus membuat saya mengalah dan meletakkan harga diri saya dibawah kaki mereka. Kamu masih muda,
Sebuah rumah yang besar peninggalan jaman Belanda, yang berdiri di tengah sebuah pekarangan luas dan dikelilingi oleh tembok tinggi. Di atas tembok masih diberi kabel untuk aliran listrik. Jadi siapapun yang mencoba memanjat tembok akan tersetrum.Di depan rumah besar yang jaraknya sekitar dua ratus meter, terdapat pos penjaga dan dijaga oleh sekitar empat orang preman berperawakan besar dan sangar. Sedangkan di bagian paling belakang rumah, terdapat banyak kamar yang memanjang ke samping dan ke kiri. Di samping kiri rumah terdapat taman dan kolam renang.Rumah itu bernama black house. Markas besar dan gudang tempat menyimpan senjata api ilegal dan juga narkoba.Simon berdiri sambil memberi instruksi pada para anak buahnya sambil mengusap peluh yang menetes.Semua orang black house adalah orang-orang kepercayaan yang berjumlah kurang lebih tiga puluh orang. Semua orang itu di bawah komando Simon.Pintu gerbang utama
"Fatih namanya? Dia seorang anak kecilkah?"Simon menghentikan suapannya dan menatap Ryu penuh selidik. "Lu tahu sesuatu?""Nggak sih, Bang. Cuma siapa tahu yang abang bicarakan anak yang sama dengan yang ketemu sama gue satu minggu yang lalu.""Lu ketemu seorang anak kecil? Dimana?" tanya Dipa."Depan bedeng kita, Bang. Waktu abang nyuruh gue beli nasi bungkus, terus waktu kembali, abang berdua udah pergi. Nah pas makan sendiri, ada anak kecil wajahnya asing ngeliatin gitu. Gue tawarin dia. Terus dia cerita namanya Fatih, datang ke Jakarta karena nyari abangnya yang bernama Faris.""Terus, kemana anak itu?" tanya Simon antusias."Ya udah pergi, Bang. Gue suruh tinggal sementara di bedeng ga mau, katanya mau terus nyari kok," ujar Ryu.Simon merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah foto usang yang dia dapatkan dari rumah Devira, Ibu Faris."Yang ini bukan anaknya?" Dia menyodorkan fo
"Dia pacar lu, ya?" tanya Hamdan sambil melirik Ryu yang senyum-senyum sendiri di sampingnya. Kali ini Hamdan yang menyetir karena Ryu belum begitu lancar."Enak aja lu, Bang. Pacar dari Hongkong!" bentak Ryu tidak terima."Heh, kurang ajar ma orangtua lu. Kagak ada sopannya," dengus Hamdan mendengar jawaban Ryu.Pemuda itu hanya mencibir ke arah pria kekar bertato itu."Terus kalo bukan pacar siapa? Mesra banget sampe peluk-pelukan. Gue ma istri aja lom pernah begitu.""Dia itu Tante Agatha. Seorang wanita yang paling baik di muka bumi ini bagi gue," ucap Ryu yang terdengar seperti sebuah gumaman.Hamdan menoleh padanya yang masih saja senyum-senyum sendiri. Hingga dia berpikir bahwa otak pemuda di sebelahnya ini tidak beres. Mereka berhenti di sebuah warung untuk istirahat makan siang. Dan saat makan pun, Ryu masih sering senyum dan melamun. Hamdan merasa gusar melihatnya.Setelah sampai di rumah, Hamdan la
Hamdan dan Dipa mengangguk-angguk tanda mengerti."Itu sebabnya, lu belum bisa bilang yang sebenarnya sama Ryu, Bang?" tanya Hamdan. "Selain itu, gue juga mau memastikan tentang kematian Dirman, apakah ada hubungannya dengan Agatha. Gue yakin, Dirman melihat suatu benda tentang identitas si penabrak kemudian menggambarnya di tanah. Cuma yang bikin gue bingung ... kenapa tanda yang digambar Dirman, sama persis dengan kalung liontin milik Ryu dan Agatha." Simon termenung nampak memikirkan sesuatu. "Jika benar Ryu putra Nyonya Agatha, berarti dia saudaranya Jason dan juga putra Tuan Dean. Maka dua orang bapak beranak itu telah salah memilih musuh. Benar begitu, Bang?" Dipa ikut menimpali. Simon masih termenung dengan wajah serius. "Gue rasa bukan," jawabnya lirih."Ryu memang saudara Jason karena mereka terlahir dari rahim yang sama. Tapi Dean ... bukan ayah kandung dari Ryu," lanjutnya lagi pelan. "Darimana lu tahu, Bang?" tanya
Sore yang kelabu dengan awan gelap menggelayut di angkasa. Ryu baru saja mandi dan keluar dari dalam kamar sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk.Sebuah mobil hitam metalik berhenti di depan rumah tepat saat hujan tumpah dengan derasnya membasahi bumi.Simon keluar dari mobil bersama Hamdan."Narti dah pulang?" tanya Simon. Asisten rumah yang membantu di rumahnya memang tidak menginap dan selalu pulang jika semua pekerjaan telah selesai."Udah dari tadi, Bang.""Lu dah makan?" Simon mengambil sebuah softdrink dari dalam lemari pendingin dan meneguknya dengan cepat. Pria itu seperti sangat kehausan."Iyes," jawab Ryu singkat."Duduk sini, gue mau bicara." Simon memberi isyarat juga pada Hamdan untuk duduk dan mendengarkannya."Ada apa, Bang? Kek serius banget." Ryu mengusap setetes air yang menetes di dahinya."Iya, serius. Makanya selama gue bicara, jangan ada yang menyela sampai gue sel
"Tuan muda, makasih. Anda tidak hanya menolong saya, tapi juga abang saya," ucap Ryu tulus.Faris membalikkan badannya. "Seharusnya lu bunuh Jason, agar tidak selalu menindas lu," ucapnya datar dengan tatapan dingin.Ryu tersenyum dan mengangguk. Karena Ryu tahu sedikit banyak cerita tentang kehidupan pemuda di depannya ini dari Simon. Masa kecilnya yang miskin dan kekurangan, padahal sesungguhnya dia adalah pewaris sah dari perusahaan besar. Faris adalah cucu satu-satunya dari Damar Abimanyu, seorang milyarder yang terkenal. Karena sebuah perebutan kekuasaan membuat Faris harus hidup terlunta.Faris beranjak pergi meninggalkan mereka berdua yang masih menatap dengan pandangan kagum. Seharusnya dia libur hari ini karena untuk ujian kakak kelasnya. Namun, karena ada sesuatu yang tertinggal di loker pribadinya, maka pagi ini dia datang ke sekolah untuk mengambilnya.Bel berbunyi tanda masuk untuk memulai ujian.
Ryu menitipkan motor sport-nya di markas Tigor, karena Agatha ingin mengajaknya pergi. Mobil Agatha meluncur ke arah luar kota dan menuju ke sebuah restoran yang terdapat danau buatan yang indah. Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam sebuah gazebo pinggir danau. Ada sampan kecil bertengger di samping gazebo untuk siapa saja yang ingin menaikinya."Tante mau ke tengah danau itu?" Ryu menawari Agatha untuk naik ke sampan."Saya takut," jawabnya ragu."Ga papa, Tan. Ryu pegangin, sini tangannya." Dia menyambut uluran tangan Agatha dan membimbingnya naik ke dalam sampan. Setelah itu Ryu mendayung hingga ke tengah danau."Nah, di sini indah bukan pemandangannya.""Iya. Semilir anginnya juga lebih sejuk. Ryu sudah selesai ujian kan?""Sudah dua hari yang lalu. Ini masuk bebas aja di sekolah, lihat class meeting para adik kelas," jawab Ryu."Ryu nanti mau melanjutkan kuliah di mana?" Agatha me
Simon dan Dipa bergegas menuju mobil di parkiran black house. Pria itu cemas setelah mendapat kabar dari salah satu anak buahnya tentang keadaan Ryu yang mabuk berat dan membuat onar.Mobil segera melesat pergi meninggalkan black house menuju Jakarta.Sekitar dua jam kemudian, mobil Simon sampai di markas Tigor. Mereka disambut oleh Tigor dan beberapa anak buahnya yang berdiri di depan markas.Simon menghampiri mereka dan melihat Ryu yang tergolek di sebuah kursi kayu depan rumah."Dari tadi begini, Bang keadaannya. Tadi waktu awal minum, dia ngoceh sama nantang orang-orang di depan," ujar Tigor."Siapa yang kasih dia minum?""Kagak tahu, Bang. Dia datang udah dalam keadaan mabuk berat. Mana masih pake seragam sekolah lagi.""Jadi lu ga tahu kejadiannya, kenapa dia bisa datang kemari? Di mana motornya," tanya Simon dengan masih menatap Ryu yang tertidur dengan sesekali dia mengigau tak jelas."Tadi s
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Bella menelisik seorang pria yang berdiri di samping Dean dengan wajahnya tertutup sebuah topi."Jason?" ucap Bella pelan, membuat pria itu melepas topinya dengan kesal."Kenapa sih, kalian selalu muncul di saat yang tidak tepat?" seru Jason.Dan di saat bersamaan, Agatha dan Angel muncul. Wanita itu menutup mulut saat melihat putranya berdiri dengan wajah kesal di depannya."Jason …." Ingin sekali wanita itu merengkuh putra yang telah lama menghilang. Meski dia benci dengan sifat Jason, bagaimana pun juga, pria itu adalah putranya."Halo, Mami. Apakah mami merindukan aku?" Jason menatap sang Ibu dengan tatapan benci membuat wanita itu terpukul."Untuk apa kalian datang ke sini lagi?" Ryu menatap mereka tajam."Tentu saja untuk mengambil hak kami," jawab Dean ketus."Tunggu, Pi. Sepertinya ada yang tidak beres." Jason menatap murka pada Bella."Kamu hamil? Pria mana yang menidurimu, jalang!" teriak J
Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan seorang istri jika bukan cinta dan perhatian dari seorang suami. Seperti hal nya apa yang dirasakan oleh Bella sejak menikah dengan Ryu. Wajah bahagia selalu terpancar dari wajahnya.Perhatian dan kasih sayang yang diberikan padanya tidak pernah berbeda dengan Angel.Sore yang cerah dengan semilir angin yang menyejukkan.Brisena berlari kecil dengan riang saat melihat Ryu datang."A … yah …." Dia menyongsong putri kecilnya dan mengangkatnya tinggi membuat gadis kecil itu terkekeh senang."Sena dah maem?" Ryu menciumi pipi gembulnya dengan gemas."Dah …," jawabnya dengan kegelian."Yah … Nda …." Brisena menunjuk pada Bella yang sedang duduk di taman dengan melihat mereka dan tertawa kecil.Ryu menghampiri Bella sambil menggendong Sena."Sayang, Ayah capek baru pulang kerja. Sena sama Bunda di sini, biarkan ayah ganti baju dulu."
Bau harum sabun menguar harum dari tubuh Ryu ketika Bella memeluknya dari belakang, saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.Ryu tersenyum dan membalikkan tubuh istrinya. "Kenapa? Kok kelihatannya bahagia banget.""Makasih udah dibelikan makanan siap saji dan kamu yang membelinya langsung dengan turun dari mobil," ucap Bella bahagia."Kok kamu tahu, aku yang membelinya sendiri?""Ya tanya sama Evan lah," jawab Bella tertawa."Oh gitu. Jadi kamu jadikan Evan sekarang mata-mata buat aku?" Ryu menatap masam sambil menggelitik tubuh Bella membuatnya tertawa kegelian."