Sepuluh menit lagi, gerbang akan ditutup. Ia tidak boleh terkena sanksi keterlambatan lagi karena sebentar lagi akan naik ke kelas dua. Tinggal satu minggu lagi untuk menghadapi ujian semester akhir.
Ryu masuk kelas dengan napas memburu, tepat bel tanda masuk sekolah berbunyi.
"Olahraga pagi lagi?" sindir Bella sinis. Ryu hanya mengedipkan mata kirinya pada gadis cantik itu.
Bella menatapnya malas dan kembali fokus pada buku di depannya."Nih, buat lu," ujar Bella menyerahkan sebuah undangan bersampul ungu muda pada Ryu setelah bel istirahat berbunyi.
"Apa ini?"
"Undangan pernikahan gue," ketus Bella.
Ryu tertawa, gadis jutek di depannya ini tidak berubah sama sekali sejak mereka pertama bertemu saat kelas satu Sekolah Menengah Pertama dulu.
"Wah, dah seventeen lu. Congrat, ya."
"Lu ga lihat itu tanggal berapa? Emang ada orang ngucapin sebelum tanggalnya?" sahut Bella dengan mata melotot, menambah wajahnya semakin cantik menggemaskan.
"Ini party pasti tar yang datang ...."
"Halah, apaan sih? Cuek aja, ga usah minder kenapa?" jawab Bella karena tahu latar belakang Ryu.
Ryu menatapnya hangat. Ia tahu Bella adalah seorang gadis yang baik meski sangat cerewet. Tapi bukan itu yang ia pikirkan. Selama ini ia telah menahan lama untuk tidak membalas semua perbuatan Jason padanya. Selama tiga tahun mereka di sekolah yang sama saat SMP dulu, membuat Ryu merasa sedikit sakit hati pada pemuda itu. Entah apa salahnya, hingga Jason sangat membencinya. Bahkan sampai dulu satu sekolah menjuluki mereka 'si kembar yang tak akur.' Menurut banyak orang, ia dan Jason terlihat mempunyai wajah yang mirip, seperti kakak beradik.
Tentu saja ia tertawa karena nasib mereka sangat jauh berbeda.
"Kamu mikirin Jason?" Bella menatap Ryu, seakan tahu apa yang dipikirkan pemuda di depannya ini.
Ryu hanya tersenyum canggung. Ia sudah terbiasa dipermalukan. Namun kali ini, ia tidak ingin membuat pesta Bella rusak karena perseteruannya dengan Jason.
"Tar lihat-lihat ya, gue boleh keluar ga sama Abang gue," ujar Ryu tersenyum manis dan meninggalkan Bella sendiri di kelas.
***Hotel mewah bintang empat sebagai tempat acara pesta ulangtahun seventene Bella.
Ryu yang memakai tuxedo hitam tampil sangat menawan malam itu. Beberapa gadis meliriknya takjub. Wajahnya yang tampan serta memiliki rahang yang kuat, membuat siapapun yang melihat akan terpesona. Ia melangkah masuk di antara para tamu undangan. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari keberadaan Bella.
Bella yang sedang berbincang dengan temannya, terpesona pada tampilan Ryu malam itu saat sudut matanya tidak sengaja melihat pemuda itu tengah berdiri canggung di tengah ruangan.
"Kamu datang juga," sapa Bella tersenyum hangat. Gadis itu memakai gaun malam berwarna peach dengan belahan dada yang tidak begitu vulgar. Ia tampak cantik dan anggun.
"Ini buat kamu. Happy birtday, princess. Doa terbaik selalu buatmu," ucap tulus Ryu dengan menyerahkan sebuah kotak kecil untuk gadis itu.
Bella tersipu malu. Sekian tahun mereka berteman, baru disadarinya sekarang, Ryu sangat tampan sebenarnya.
"Makasih. Kamu ga usah canggung, nikmati malam ini sepuasnya." Bella menyentuh lembut bahu Ryu, lalu meninggalkannya untuk menyapa teman yang lain.
Pemuda itu kemudian keluar ruangan dan duduk di pinggir kolam renang, setelah sebelumnya sempat mengambil segelas minuman.
Tidak berapa lama, acara di mulai. Disamping Bella tentu saja orang tuanya. Netra Ryu menyipit saat melihat orang tua Jason juga hadir dalam pesta itu. Ia ingat dengan ibu Jason, beberapa kali mereka bertemu, dan wanita cantik itu selalu bersikap baik juga lembut padanya. Berbanding terbalik dengan sikap Jason padanya selama ini.
Setelah acara potong kue seperti pesta biasanya berakhir, maka acara adalah bebas, dengan mengambil hidangan yang sudah di sediakan. Ryu hendak menuju toilet, ketika tanpa sengaja, ia menabrak seorang pemuda di koridor.
"Ah, shit! Jalan pake mata, bukan ...," umpat pemuda yang ditabraknya.
Ryu yang terkejut karena ternyata Jason yang telah ditabraknya, menghembuskan napas kesal. Ia sudah berusaha untuk menghindari makhluk sialan satu itu.
"Oh ... si gelandangan rupanya. Punya nyali juga buat datang ke pestanya Bella," sinis Jason seperti biasa.
Ryu tidak menanggapinya, ia hendak beranjak pergi, namun dengan sigap, Jason menyambar lengannya dengan kasar.
"Udah nabrak, ga mau tanggung jawab, lu!"
Ryu menghela napas kasar. "Gue ga mau berantem ma lu. Maaf, karena dah ga sengaja tadi."
"Udah. Gitu aja?" Ejek Jason.
"Enak sekali. Orang miskin aja belagu. Ga pantes lu, berada di tempat mewah ini," lanjut Jason tidak terima."Please, Jason. Ini pesta Bella, hargai sedikit dia. Kesampingkan masalah kita."
"Kalau gue ga mau? Lu mau apa?" sahut Jason dengan senyum miringnya.
"Terus mau lu apa?" tantang Ryu gemas.
Bug!
Tiba-tiba Jason memukul rahangnya dengan keras, hingga ia mundur beberapa langkah ke belakang. Ryu merasakan nyeri.
Ryu menatap tajam Jason. Ia bisa saja membalas pemuda itu, namun disadarinya semua orang pasti akan mendekat dan melihat perkelahian mereka, dan ia tidak mau membuat keributan pada pesta Bella.
Tanpa membalas sama sekali, Ryu beranjak pergi meninggalkan Jason. Namun sayang, pemuda itu mengejarnya dan menendang tubuh Ryu dari belakang hingga ia jatuh tertelungkup.
Ryu menggeram dengan tangan terkepal. Ia bangkit dan menatap murka pada Jason yang tersenyum mengejek serta merendahkan. Tanpa aba-aba, Ryu menerjang ke arah Jason hingga jatuh. Ia menindih tubuh pemuda itu dan memukulinya tanpa ampun. Dendamnya selama lebih dari tiga tahun membara. Cukup sudah selama ini ia direndahkan dan dihina oleh pemuda kaya itu. Amarahnya memuncak dan ia tidak dapat mengendalikannya.
"Hentikan!" Sebuah suara bariton seorang laki-laki di belakang mereka menghentikan tangan Ryu yang sedang memukuli wajah Jason.
Ryu hendak berdiri saat tiba-tiba ada yang menendang tubuhnya dengan kuat hingga ia jatuh terjengkang. Ia menoleh dan melihat seorang pria menatap murka kepadanya.
"Bangsat! Berani kamu pukuli anakku." Pria itu menendang tubuh Ryu tanpa ampun.
Beberapa orang datang ke tempat kejadian, namun tidak ada satupun yang bisa menolong Ryu.
"Dean! Apa-apaan ini, hentikan." Seorang wanita mencoba menarik dan menghentikan pria itu.
"Berandal itu menghajar anak kita. Apa kamu masih mau diam saja?" Pria itu terengah-engah mengatur napasnya yang memburu.
Wanita itu membantu Jason berdiri. "Bisa kita bicarakan baik-baik, tanpa harus memakai kekerasan." Kemudian ia juga membantu Ryu untuk berdiri.
"Kamu. Bukankah kamu teman Jason waktu SMP?" tanya Agatha saat melihat wajah Ryu.
Pemuda itu mengangguk canggung"Aku tidak terima. Akan kutuntut berandal itu." Dean menatap tajam pada Ryu.
Kerumunan orang semakin banyak hingga semakin menambah sesak koridor. Kemudian muncullah Bella dengan wajah sendu menatap Ryu dan Jason bergantian. Ia tahu perseteruan dua orang itu, namun ia tak menyangka jika di hari jadinya, ditengah pesta yang berlangsung, mereka akan berkelahi seperti itu.
Keadaan semakin memanas karena Dean berteriak dan terus memaki Ryu. Pria itu seperti tidak bisa mengendalikan diri. Ayah Bella yang sedari tadi diam akhirnya turun tangan mencoba menenangkan sahabatnya itu.Kemudian Ryu dan Jason dibawa ke dalam salah satu ruangan hotel untuk dimintai penjelasan."Saya akan bertanya pada setiap salah satu dari mereka. Dan untuk yang tidak ditanya, saya tidak ingin mendengarkan apapun darinya." Ayah Bella mencoba bersikap sebijaksana mungkin.Beberapa orang yang hadir di ruangan itu diam dan mencoba menyimak. Hanya Dean yang terlihat tidak sabar dengan wajah memerah murka."Jason. Apa yang terjadi dengan kalian?" tanya Ayah Bella lembut."Dia sengaja menabrakku, Om. Saat ku tanya baik-baik, dia ga terima lalu memukuliku," jawab Jason dengan melirik sinis pada Ryu.Ayah Bella menghela napas panjang dan akan mulai beralih pada Ryu, ketika Dean tiba-tiba berteriak. "Sudah jelas anak itu yang
Pagi yang sedikit kelabu dengan mentari yang bersinar malu-malu.Bella berjalan sepanjang koridor sekolah dengan mendendangkan sebuah lagu. Bel tanda masuk berbunyi, tepat saat Ryu berhasil masuk ke dalam gerbang yang sudah mulai ditutup."Bella!" teriak Ryu saat melihat Bella yang berjalan dengan santai.Gadis itu menoleh ke arahnya."Tumben bisa ngelewatin gerbang dengan mulus," sindirnya.Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Bell ... m-m yang kemarin, aku beneran minta maaf ya.""Apa sih, ga penting juga," jawab gadis itu jutek."Ya ga enak aja, Bell. Sama Bokap lu, terutama.""Udahlah. Papa juga tahu kok gimana sikap Jason. Dah, masuk yuk."Bella menggandeng tangan Ryu berjalan menuju kelas. Ryu agak sedikit terhenyak dengan sikap gadis itu. Namun sedetik kemudian, pemuda berwajah oriental itu tersenyum..Rintik hujan membasahi bumi pada siang harinya
Perseteruan antara Ryu dan Jason semakin memanas. Jason selalu mencari gara-gara dan kesalahan pada Ryu. Pemuda itu seperti tidak terima telah dipermalukan saat berada di pesta Bella. Namun Ryu selalu menghindar darinya. Bukan karena dia takut pada Jason, tapi karena dia menghormati Agatha, Mami Jason yang telah begitu baik padanya.Saat makan siang di restoran itu, Agatha berulang kali meminta maaf padanya atas sikap buruk suami dan putranya. Wanita berkelas itu, bahkan tidak menyinggung sama sekali tentang tuntutan yang akan dilakukan oleh suaminya. Dia begitu lembut dan hangat pada Ryu.Bahkan Ryu mulai menyayangi wanita ituKelas dua di semester satu.Ryu mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, karena dia menyukai sains. Sedangkan Bella ambil kelas bahasa Inggris. Jason juga mengikuti Bella. Anak itu seperti tidak ingin jauh dari gadis berlesung pipit di pipi kiri itu. Dan sikap Jason itu semakin membuat Bella muak. Dia
Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon."Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan deng
Aroma obat khas rumah sakit menyengat masuk indra penciuman. Ryu duduk termenung di sebuah bangku luar ruangan Unit Gawat Darurat.Terdengar derap langkah kaki mendekat padanya."Hei, kamu!" teriak seorang pria padanya.Ryu mendongak dan terlihat, Ayah Jason memasang wajah murka padanya."Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Bentaknya menbuat beberapa orang menoleh padanya."Dean, ini rumah sakit, kendalikan dirimu." Agatha mencoba menenangkan suaminya."Lebih baik kita masuk dan tanyakan pada Jason." Wanita itu menarik lengan suaminya.Ryu hanya menatap mereka dengan gamang. Seorang pria paruh baya mendekatinya."Kamu ...."Pria itu menatap Ryu tak yakin."Ya, Pak. Ada apa?" sapa Ryu sopan."Kamu bukanya bocah yang dulu jadi kuli panggul di pasar?" Pria itu semakin mendekat dan mengamati dengan seksama wajah pemuda di hadapannya."Iya. Oh, mungkin bapak dulu pernah jadi langganan saya, ya
Malam yang cerah dengan kerlip bintang bertaburan di angkasa.Sebuah mobil sedan warna hitam berhenti di tepat di depan rumah bedeng. Terlihat dua orang laki-laki turun dari mobil itu."Kenapa gelap sekali? Ryu! Di mana kamu," teriak Simon sambil menggedor pintu dari seng."Berisik banget sih lu." Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah bedeng sebelah."Dimana Ryu, Nek?" tanya Simon pada si wanita tua."Emang gue neneknya. Ya kagak tahulah. Anak tengik itu dah dua hari kagak pulang.""Dua hari kagak pulang?" Simon tertegun."Kemarin terakhir gua ke sini, dia baik-baik aja, Bang," jawab Dipa cemas."Dua hari ini ada wanita kaya, cantik, berdiri di sini kek orang bingung. Waktu gue tanya, dia bilang cari pemilik rumah. Nah pemilik rumah kan, elu, Mon.""Wanita cantik sapa, Nek? Dia bilang apa ama lu, Nek?" Simon mengernyitkan keningnya."Ya gue kagak tahu, dodol. Dia bilang cari pemilik
"Apa lagi yang kamu minta? Uang?" Pria paruh baya itu menatap laki-laki di depannya dengan gusar."Kenapa setiap aku mengunjungimu, selalu uang yang ada dipikiranmu?" jawab lelaki itu tersenyum sinis."Lalu apa lagi jika bukan karena uang? Kamu selalu beralasan tentang uang untuk melindungi Faris. Melindungi yang bagaimana?" Pria itu menatap dalam padanya."Ayolah, Radit. Aku datang ke sini bukan karena uang lagi. Tapi aku butuh bantuanmu."Tuan Radit mengernyit heran. "Kau butuh bantuanku, Deri?""Iya. Tapi lebih tepatnya, temanku yang meminta bantuanmu," ujar Deri dengan menghisap rokoknya."Temanmu siapa?""Kamu masih ingat Simon?" Deri menatap dalam Tuan Radit.Wajah Tuan Radit berubah kaku. "Simon ... preman jalanan itu? Pria yang dekat dengan Devira, istriku?" Dia terlihat tidak suka."Come on, Radit. Kita berdua juga tahu, Simon bukan selingkuhan Devira, kakakku. Bukankah istrimu-
Malam yang cerah dengan semilir angin yang berhembus menenangkan. Kerlip bintang bertaburan menghiasi angkasa dengan rembulan bulat penuh memancarkan sinarnya yang pucat.Sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit yang banyak dihuni oleh para konglomerat, terdengar teriakan nyaring disertai lemparan sebuah benda dari kaca."Brengsek! Kenapa anak itu bisa lolos?" Dean menendang sebuah kursi kayu jati seperti orang kalap.Jason tampak termangu dan hanya menatap sang Papi dengan pandangan kosong. Pemuda itu juga marah dan murka, namun apa yang bisa dia perbuat? Bahkan Papinya pun seperti tak punya kuasa.Sedangkan Agatha, hanya diam melamun. Dia bahagia, Ryu akhirnya bisa bebas. Namun, ada yang mengganjal di hatinya. Perkataan Simon yang begitu yakin bisa membebaskan anak itu. Bagaimana seorang preman jalanan punya kuasa hingga meminta bantuan pada Tuan Radit Wicaksono? Siapa pria berwajah garang dan bertato itu? Mungkin pertanyaan ini
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Bella menelisik seorang pria yang berdiri di samping Dean dengan wajahnya tertutup sebuah topi."Jason?" ucap Bella pelan, membuat pria itu melepas topinya dengan kesal."Kenapa sih, kalian selalu muncul di saat yang tidak tepat?" seru Jason.Dan di saat bersamaan, Agatha dan Angel muncul. Wanita itu menutup mulut saat melihat putranya berdiri dengan wajah kesal di depannya."Jason …." Ingin sekali wanita itu merengkuh putra yang telah lama menghilang. Meski dia benci dengan sifat Jason, bagaimana pun juga, pria itu adalah putranya."Halo, Mami. Apakah mami merindukan aku?" Jason menatap sang Ibu dengan tatapan benci membuat wanita itu terpukul."Untuk apa kalian datang ke sini lagi?" Ryu menatap mereka tajam."Tentu saja untuk mengambil hak kami," jawab Dean ketus."Tunggu, Pi. Sepertinya ada yang tidak beres." Jason menatap murka pada Bella."Kamu hamil? Pria mana yang menidurimu, jalang!" teriak J
Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan seorang istri jika bukan cinta dan perhatian dari seorang suami. Seperti hal nya apa yang dirasakan oleh Bella sejak menikah dengan Ryu. Wajah bahagia selalu terpancar dari wajahnya.Perhatian dan kasih sayang yang diberikan padanya tidak pernah berbeda dengan Angel.Sore yang cerah dengan semilir angin yang menyejukkan.Brisena berlari kecil dengan riang saat melihat Ryu datang."A … yah …." Dia menyongsong putri kecilnya dan mengangkatnya tinggi membuat gadis kecil itu terkekeh senang."Sena dah maem?" Ryu menciumi pipi gembulnya dengan gemas."Dah …," jawabnya dengan kegelian."Yah … Nda …." Brisena menunjuk pada Bella yang sedang duduk di taman dengan melihat mereka dan tertawa kecil.Ryu menghampiri Bella sambil menggendong Sena."Sayang, Ayah capek baru pulang kerja. Sena sama Bunda di sini, biarkan ayah ganti baju dulu."
Bau harum sabun menguar harum dari tubuh Ryu ketika Bella memeluknya dari belakang, saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.Ryu tersenyum dan membalikkan tubuh istrinya. "Kenapa? Kok kelihatannya bahagia banget.""Makasih udah dibelikan makanan siap saji dan kamu yang membelinya langsung dengan turun dari mobil," ucap Bella bahagia."Kok kamu tahu, aku yang membelinya sendiri?""Ya tanya sama Evan lah," jawab Bella tertawa."Oh gitu. Jadi kamu jadikan Evan sekarang mata-mata buat aku?" Ryu menatap masam sambil menggelitik tubuh Bella membuatnya tertawa kegelian."