Kemudian Ryu dan Jason dibawa ke dalam salah satu ruangan hotel untuk dimintai penjelasan.
"Saya akan bertanya pada setiap salah satu dari mereka. Dan untuk yang tidak ditanya, saya tidak ingin mendengarkan apapun darinya." Ayah Bella mencoba bersikap sebijaksana mungkin.
Beberapa orang yang hadir di ruangan itu diam dan mencoba menyimak. Hanya Dean yang terlihat tidak sabar dengan wajah memerah murka.
"Jason. Apa yang terjadi dengan kalian?" tanya Ayah Bella lembut.
"Dia sengaja menabrakku, Om. Saat ku tanya baik-baik, dia ga terima lalu memukuliku," jawab Jason dengan melirik sinis pada Ryu.
Ayah Bella menghela napas panjang dan akan mulai beralih pada Ryu, ketika Dean tiba-tiba berteriak. "Sudah jelas anak itu yang brengsek!"
"Dean, tenanglah." Agatha menarik bahu Dean yang berusaha menerjang Ryu.
"Siapa namamu, Nak? Dan apa yang terjadi pada kalian?" tanya Ayah Bella tanpa mengacuhkan sikap Dean.
"Nama saya, Ryu, Om. Saya memang menabrak Jason, tapi tidak sengaja. Saya sudah minta maaf, tapi dia tetap tidak terima, dan memukul duluan," bela Ryu.
"Bohong! Kalian lihat sendiri dia yang memukuli gue," teriak Jason dengan menunjuk Ryu.
"Lihat saja di cctv, siapa yang mulai duluan," sahut Ryu dengan tenang. Dia mengusap sudut bibirnya yang masih mengeluarkan darah.
Semua orang saling berpandangan. Jason terpaku dengan jawaban Ryu. Perasaan cemas mulai menggelayut di hatinya.
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, dan muncul seorang laki-laki dengan pakaian formal yang sopan.
"Selamat malam. Saya Andre, manager hotel. Maaf saya ikut campur, karena apapun yang terjadi di hotel ini masih dalam kewenangan saya. Dan saya sudah melihat rekaman cctv di koridor tadi, dan melihat sendiri, bahwa pemuda itu yang memukul duluan," jelas si manager hotel dengan menunjuk Jason.
"Bohong! Tidak mungkin!" seru Dean tidak terima.
"Silakan Anda pergi ke ruang cctv bersama saya, Tuan." Andre menantang Dean.
Semua orang yang hadir mulai berkasak-kusuk, membuat Dean semakin berang.
"Baiklah. Kami percaya dengan penjelasan Anda, Tuan Andre. Untuk mengakhiri masalah ini, saya minta pada kedua belah pihak, Jason dan Ryu untuk bersalaman dan saling memaafkan." Ayah Bella mencoba menengahi.
"Jason ga sudi minta maaf sama dia!" teriak Jason kemudian keluar ruangan dengan wajah memerah menahan malu dan juga geram.
Dean yang juga malu dan geram pergi keluar menyusul putranya. Sedang Agatha hanya menggeleng pelan melihat sikap suami dan anaknya.
Setelah menyatakan permintaan maaf pada Bella beserta orang tuanya dan juga Ryu, Agatha keluar menyusul suami dan anaknya.
Agatha masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya. Wanita itu hanya diam memendam kecewa pada dua orang yang sekarang juga ikut diam dengan pikiran masing-masing.
Mobil melaju pergi meninggalkan hotel tempat pesta Bella.
"Aku tetap tidak terima, Jason dipukuli anak itu. Setelah ini panggil Om Daris--pengacara kita, Jason," ujar Dean berapi-api.
"Ada ya, orang salah tapi tetap merasa ga bersalah." Agatha membuka suara.
"Kamu membela anak itu?" Dean menoleh ke arah istrinya.
"Apakah karena aku tidak setuju dengan sikapmu, lalu kamu menuduhku membelanya?" sahut Agatha tak mau kalah.
"Kali ini kamu benar-benar sudah keterlaluan dan membuat Mami malu, Jason!" lanjut Agatha dengan menghardik putranya.
"Kok nyalahin Jason?" ucap Dean tidak terima.
"Terus mau nyalahin siapa? Sikap arogannya itu sama seperti kamu!"
"Mami!" seru Dean dengan wajah geram.
"Terserah kamu mau apa. Panggil semua pengacara terbaik di negri ini, tuntut anak itu, jika itu semua membuatmu puas. Aku ga akan peduli lagi!" teriak Agatha lalu membelakangi suaminya dan melihat ke arah luar jendela.
Dean ingin membalasnya, namun urung karena tahu sifat Agatha jika sudah marah, maka dia akan betah mendiamkannya bisa selama sebulan.
Sedangkan Jason yang duduk di depan menelan salivanya dengan getir, karena pertengkaran kedua orangtuanya. Dan semua ini karena Ryu. Pemuda itu kini semakin membenci Ryu dan bertekad akan membuatnya semakin menderita.
Parman yang sedang menyetir, hanya diam karena tahu watak satu-persatu majikannya.
***
Simon hendak pergi bersama Dipa saat melihay Ryu pulang dengan lesu dan wajah lebam.
"Berantem ma sapa lagi, lu?"Ryu duduk di sebuah kursi bambu. "Dihajar sama papinya temanku, Bang."
"Kenapa bisa? Ceritakan sama abang." Simon menatap Ryu dengan gusar.
Kemudian pemuda itu menceritakan semuanya pada Simon."Wah, mentang-mentang mereka orang kaya, mau seenaknya sendiri," ujar Dipa prihatin.
"Untuk sementara ini, lu diam dulu aja deh. Tar kalo orang itu beneran mau nuntut lu, baru kita bertindak," kata Simon sambil mengisap rokoknya.
"Emang kita bisa melawan mereka, Bang? Duit daramana?" tanya Dipa.
"He dodol! Kita bentar lagi bakal jadi orang kaya. Apa lu lupa? Ada Deri yang bisa bikin kita melawan orang-orang kaya macam itu," seru Simon sambil memukul kepala Dipa.
Dipa tertawa dan seakan baru menyadarinya. "Ah, iya, Bang. Gue lupa. Bisnis bos Deri bentar lagi mulai jalan."
"Emang bisnis apaan sih, Bang?" tanya Ryu penasaran.
"Anak kecil ga perlu tahu. Udah masuk sana, obati luka lu. Jangan ngeluh, jadi laki emang harus gitu, sering babak belur. Ada nasi sama ayam noh, kalo lu belom makan."
"Iya, Bang." Kemudian Ryu masuk ke dalam rumah, sementara Simon dan Dipa pergi entah kemana.
Ryu membaringkan tubuhnya yang penat di ranjang. Pikirannya melayang pada kejadian di hotel tadi.
"Bella … maaf ya, udah bikin hancur pesta kamu." Ryu menatap wajah Bella dengan sendu.
"Bukan salahmu kok. Toh kamu hanya membela diri." Bella tersenyum manis padanya.
"Tapi tetap saja, aku …."
"Ssstt …." Bella menempelkan jarinya pada bibir Ryu, yang membuatnya diam dan tertegun.
"Tidak perlu dibahas lagi. Nanti, jika Om Dean--papi Jason beneran mau menuntut kamu, aku orang pertama yang akan membela dan membantumu," ucap gadis itu tulus.
Ryu tersenyum, dan berkali mengusap bibirnya. Sentuhan Bella tadi sangat lembut dan terasa hingga kini. Gadis cantik itu sungguh mulia hatinya. Sejak lama, sebenarnya Ryu menaruh hati padanya. Tapi karena status sosial mereka yang sangat berbeda jauh, Ryu sangat tahu diri dan mencoba untuk melupakan perasaannya.
Selama ini dia menilai, jika Bella dan Jason sangat serasi. Lagipula, keluarga mereka juga sangat dekat dan sama-sama kaya. Ryu tahu, Jason selalu cemburu jika melihat dia dekat dengan Bella.
Mungkin karena itu, Jason selalu mencari gara-gara padanya. Pemuda itu tidak ingin melihat Bella dekat dengan laki-laki lain selain dirinya. Sikap posesif nya itu sebenarnya membuat Bella jengah dan mulai menghindari Jason.Pagi yang sedikit kelabu dengan mentari yang bersinar malu-malu.Bella berjalan sepanjang koridor sekolah dengan mendendangkan sebuah lagu. Bel tanda masuk berbunyi, tepat saat Ryu berhasil masuk ke dalam gerbang yang sudah mulai ditutup."Bella!" teriak Ryu saat melihat Bella yang berjalan dengan santai.Gadis itu menoleh ke arahnya."Tumben bisa ngelewatin gerbang dengan mulus," sindirnya.Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Bell ... m-m yang kemarin, aku beneran minta maaf ya.""Apa sih, ga penting juga," jawab gadis itu jutek."Ya ga enak aja, Bell. Sama Bokap lu, terutama.""Udahlah. Papa juga tahu kok gimana sikap Jason. Dah, masuk yuk."Bella menggandeng tangan Ryu berjalan menuju kelas. Ryu agak sedikit terhenyak dengan sikap gadis itu. Namun sedetik kemudian, pemuda berwajah oriental itu tersenyum..Rintik hujan membasahi bumi pada siang harinya
Perseteruan antara Ryu dan Jason semakin memanas. Jason selalu mencari gara-gara dan kesalahan pada Ryu. Pemuda itu seperti tidak terima telah dipermalukan saat berada di pesta Bella. Namun Ryu selalu menghindar darinya. Bukan karena dia takut pada Jason, tapi karena dia menghormati Agatha, Mami Jason yang telah begitu baik padanya.Saat makan siang di restoran itu, Agatha berulang kali meminta maaf padanya atas sikap buruk suami dan putranya. Wanita berkelas itu, bahkan tidak menyinggung sama sekali tentang tuntutan yang akan dilakukan oleh suaminya. Dia begitu lembut dan hangat pada Ryu.Bahkan Ryu mulai menyayangi wanita ituKelas dua di semester satu.Ryu mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, karena dia menyukai sains. Sedangkan Bella ambil kelas bahasa Inggris. Jason juga mengikuti Bella. Anak itu seperti tidak ingin jauh dari gadis berlesung pipit di pipi kiri itu. Dan sikap Jason itu semakin membuat Bella muak. Dia
Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon."Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan deng
Aroma obat khas rumah sakit menyengat masuk indra penciuman. Ryu duduk termenung di sebuah bangku luar ruangan Unit Gawat Darurat.Terdengar derap langkah kaki mendekat padanya."Hei, kamu!" teriak seorang pria padanya.Ryu mendongak dan terlihat, Ayah Jason memasang wajah murka padanya."Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Bentaknya menbuat beberapa orang menoleh padanya."Dean, ini rumah sakit, kendalikan dirimu." Agatha mencoba menenangkan suaminya."Lebih baik kita masuk dan tanyakan pada Jason." Wanita itu menarik lengan suaminya.Ryu hanya menatap mereka dengan gamang. Seorang pria paruh baya mendekatinya."Kamu ...."Pria itu menatap Ryu tak yakin."Ya, Pak. Ada apa?" sapa Ryu sopan."Kamu bukanya bocah yang dulu jadi kuli panggul di pasar?" Pria itu semakin mendekat dan mengamati dengan seksama wajah pemuda di hadapannya."Iya. Oh, mungkin bapak dulu pernah jadi langganan saya, ya
Malam yang cerah dengan kerlip bintang bertaburan di angkasa.Sebuah mobil sedan warna hitam berhenti di tepat di depan rumah bedeng. Terlihat dua orang laki-laki turun dari mobil itu."Kenapa gelap sekali? Ryu! Di mana kamu," teriak Simon sambil menggedor pintu dari seng."Berisik banget sih lu." Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah bedeng sebelah."Dimana Ryu, Nek?" tanya Simon pada si wanita tua."Emang gue neneknya. Ya kagak tahulah. Anak tengik itu dah dua hari kagak pulang.""Dua hari kagak pulang?" Simon tertegun."Kemarin terakhir gua ke sini, dia baik-baik aja, Bang," jawab Dipa cemas."Dua hari ini ada wanita kaya, cantik, berdiri di sini kek orang bingung. Waktu gue tanya, dia bilang cari pemilik rumah. Nah pemilik rumah kan, elu, Mon.""Wanita cantik sapa, Nek? Dia bilang apa ama lu, Nek?" Simon mengernyitkan keningnya."Ya gue kagak tahu, dodol. Dia bilang cari pemilik
"Apa lagi yang kamu minta? Uang?" Pria paruh baya itu menatap laki-laki di depannya dengan gusar."Kenapa setiap aku mengunjungimu, selalu uang yang ada dipikiranmu?" jawab lelaki itu tersenyum sinis."Lalu apa lagi jika bukan karena uang? Kamu selalu beralasan tentang uang untuk melindungi Faris. Melindungi yang bagaimana?" Pria itu menatap dalam padanya."Ayolah, Radit. Aku datang ke sini bukan karena uang lagi. Tapi aku butuh bantuanmu."Tuan Radit mengernyit heran. "Kau butuh bantuanku, Deri?""Iya. Tapi lebih tepatnya, temanku yang meminta bantuanmu," ujar Deri dengan menghisap rokoknya."Temanmu siapa?""Kamu masih ingat Simon?" Deri menatap dalam Tuan Radit.Wajah Tuan Radit berubah kaku. "Simon ... preman jalanan itu? Pria yang dekat dengan Devira, istriku?" Dia terlihat tidak suka."Come on, Radit. Kita berdua juga tahu, Simon bukan selingkuhan Devira, kakakku. Bukankah istrimu-
Malam yang cerah dengan semilir angin yang berhembus menenangkan. Kerlip bintang bertaburan menghiasi angkasa dengan rembulan bulat penuh memancarkan sinarnya yang pucat.Sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit yang banyak dihuni oleh para konglomerat, terdengar teriakan nyaring disertai lemparan sebuah benda dari kaca."Brengsek! Kenapa anak itu bisa lolos?" Dean menendang sebuah kursi kayu jati seperti orang kalap.Jason tampak termangu dan hanya menatap sang Papi dengan pandangan kosong. Pemuda itu juga marah dan murka, namun apa yang bisa dia perbuat? Bahkan Papinya pun seperti tak punya kuasa.Sedangkan Agatha, hanya diam melamun. Dia bahagia, Ryu akhirnya bisa bebas. Namun, ada yang mengganjal di hatinya. Perkataan Simon yang begitu yakin bisa membebaskan anak itu. Bagaimana seorang preman jalanan punya kuasa hingga meminta bantuan pada Tuan Radit Wicaksono? Siapa pria berwajah garang dan bertato itu? Mungkin pertanyaan ini
Ryu hanya diam menunduk. Matanya memandang lantai keramik di bawahnya.Dia sudah terbiasa mendengar kalimat seperti itu. Yang kecil, yang lemah dan yang miskin selalu harus mengalah pada mereka yang berkuasa dan yang kaya. Seakan rakyat kecil dan miskin sepertinya harus menurut dan diam meski harus diinjak harga dirinya. Batinnya tertawa miris oleh semua kenyataan ini."Saya tidak bermaksud apa-apa, hanya mengingatkanmu. Karena pemuda seperti Jason, di sekolah ini banyak. Mereka yang merasa mempunyai orangtua kaya dan berpengaruh, sering berbuat semena-mena. Apakah kamu pikir, saya sebagai kapala sekolah juga tidak pernah mendapatkan perundungan seperti itu?" Sang kepala sekolah menjeda kalimatnya. Sekali lagi dia menarik napas panjang."Mereka yang berkuasa, sering melemahkan rakyat kecil seperti kita. Bahkan sering saya mengalami hal yang harus membuat saya mengalah dan meletakkan harga diri saya dibawah kaki mereka. Kamu masih muda,
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Bella menelisik seorang pria yang berdiri di samping Dean dengan wajahnya tertutup sebuah topi."Jason?" ucap Bella pelan, membuat pria itu melepas topinya dengan kesal."Kenapa sih, kalian selalu muncul di saat yang tidak tepat?" seru Jason.Dan di saat bersamaan, Agatha dan Angel muncul. Wanita itu menutup mulut saat melihat putranya berdiri dengan wajah kesal di depannya."Jason …." Ingin sekali wanita itu merengkuh putra yang telah lama menghilang. Meski dia benci dengan sifat Jason, bagaimana pun juga, pria itu adalah putranya."Halo, Mami. Apakah mami merindukan aku?" Jason menatap sang Ibu dengan tatapan benci membuat wanita itu terpukul."Untuk apa kalian datang ke sini lagi?" Ryu menatap mereka tajam."Tentu saja untuk mengambil hak kami," jawab Dean ketus."Tunggu, Pi. Sepertinya ada yang tidak beres." Jason menatap murka pada Bella."Kamu hamil? Pria mana yang menidurimu, jalang!" teriak J
Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan seorang istri jika bukan cinta dan perhatian dari seorang suami. Seperti hal nya apa yang dirasakan oleh Bella sejak menikah dengan Ryu. Wajah bahagia selalu terpancar dari wajahnya.Perhatian dan kasih sayang yang diberikan padanya tidak pernah berbeda dengan Angel.Sore yang cerah dengan semilir angin yang menyejukkan.Brisena berlari kecil dengan riang saat melihat Ryu datang."A … yah …." Dia menyongsong putri kecilnya dan mengangkatnya tinggi membuat gadis kecil itu terkekeh senang."Sena dah maem?" Ryu menciumi pipi gembulnya dengan gemas."Dah …," jawabnya dengan kegelian."Yah … Nda …." Brisena menunjuk pada Bella yang sedang duduk di taman dengan melihat mereka dan tertawa kecil.Ryu menghampiri Bella sambil menggendong Sena."Sayang, Ayah capek baru pulang kerja. Sena sama Bunda di sini, biarkan ayah ganti baju dulu."
Bau harum sabun menguar harum dari tubuh Ryu ketika Bella memeluknya dari belakang, saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.Ryu tersenyum dan membalikkan tubuh istrinya. "Kenapa? Kok kelihatannya bahagia banget.""Makasih udah dibelikan makanan siap saji dan kamu yang membelinya langsung dengan turun dari mobil," ucap Bella bahagia."Kok kamu tahu, aku yang membelinya sendiri?""Ya tanya sama Evan lah," jawab Bella tertawa."Oh gitu. Jadi kamu jadikan Evan sekarang mata-mata buat aku?" Ryu menatap masam sambil menggelitik tubuh Bella membuatnya tertawa kegelian."