Bu Vina berjalan dengan berfikir panjang. Lalu Dewi menghampirinya. Terlihat mertua yang kebingungan, dewipun bertanya kepada mertuanya."Ada apa, Bu? Kenapa ibu seperti bingung begitu?""Ibu hanya heran saja. Kamu bilang makanan nggak ada didapur. Sementara Hana bilang, Hana sudah masak. Apa kamu nggak cek dapur?"Dewi menggelengkan kepalanya. Lalu Bu Vina menonyor menantunya."Kenapa kamu nggak cek itu dapur. Kamu buat malu ibu saja, sih Dewi????"Dewi tersenyum dengan tak enak."Maaf, Bu. Dewi tadi laper jadi nggak konsen. Dewi fikir Hana nggak masak!""Hana itu beda sama kamu. Dia itu selalu masak pagi-pagi sekali. Jadi mana mungkin Hana tidak masak!""Buat malu saja, kamu!" Imbuhnya."Maaf, Bu. Ya udah kita makan saja ya Bu, lapar banget soalnya." Ucap Dewi dengan menepuk-nepuk perutnya yang keroncongan."Vino kemana? Kok nggak sama kamu?""Vino dibawa mas Riki. Katanya sih diajak jalan-jalan keliling komplek. Ngadem gitu!""Terus ayah kamu!""Iya sama. Ikut mas Riki.""Danang ke
Ting! Suara notifikasi dihandphone-ku yang butut terdengar. Aku langsung mengelap tanganku yang basah akibat mencuci pakaian. Karena aku dirumah ini tak pernah memakai mesin cuci bila mencuci. Kata mertuaku jika aku mencuci menggunakan mesin cuci akan menambah watt listrik yang akan termakan banyak. Itulah sebabnya aku tak pernah memakai mesin cuci karena takut boros. Mbak Dewi diratukan oleh mertuaku. Karena mbak Dewi dari keluarga mampu, sedangkan aku dari keluarga tak mampu. Bahkan baju mbak Dewi sering kali aku yang mencucinya. Dan aku mendapatkan upah sepuluh ribu terkadang lima ribu dari mbak Dewi. Namun aku terpaksa melakukan ini semua karena tak ada pilihan lain untuk menambah uang untuk membeli popok Shifa, sampai uang aku bekerja di online akan cair. Aku selalu meninggalkan Shifa didalam keadaan tidur. Jika Shifa belum tertidur aku tak bisa mencuci pakaian dan juga berkemas-kemas, dan pasti ibu akan memarahiku jika aku bermalas-malasan. Berbeda denga mbak Dewi yang isti
Pagi ini aku bersemangat untuk beres-beres rumah. Bahkan semua pekerjaan yang aku kerjakan dengan senang tanpa ngeluh. Aku sangat menikmati pekerjaanku saat ini. "Setelah semuanya beres. Nanti aku akan kembali bekerja, agar gajiku bisa bertambah dan bisa segera keluar dari rumah ini." Gumamku dalam hati. "Hana....!!!" "Hana....!!" "Astaghfirullah. Nggak bisa banget orang dirumah ini, kalau nggak teriak-teriak seperti udah ciri khasnya gitu. Teriak-teriak mulu udah seperti dihutan saja!" Ocehku namun tetap saja aku tak berani mengeraskan suara. Sebelum uangku terkumpul banyak aku tak ingin mengali lobang untuk mengubur diri sendiri. Maka dari itu aku tetap bertahan walau bagaimanapun keadaannya. "Hana......!" "Iya, Bu. Sebentar. Iya-iya." Ucap Hana yang menuju ruang makan. "Ada apa Bu??" "Kamu ini lama banget!" "Maaf!" "Mana makanannya??" "Udah ada, Bu" "Mana!! Aku nggak lihat ada makanan dimeja makan!" "Masih diatas kompor, Bu. Sebentar!" "Cepet Hana. Ibu sudah terlambat
"Mbak!" "Mbak...." Hana melambaikan tangannya didepan wajah Dewi, seketika lamunan Dewi terbuyar saat Hana memanggilnya. "Haaa!" Ucap Dewi saat lamunannya terbuyar. "Mbak, disuruh ibu untuk menyuapinya!" "Kenapa nggak kamu aja, Hana?" "Tadi udah aku tawarin, tapi ibu maunya sama Mbak!" Ucapku. "Iihh... Bener-bener deh. Ganggu orang lagi santai aja, itu tua bangka!" Gerutuk Dewi dalam hatinya. "Mbak, kenapa ngelamun. Itu ibu sudah menunggu sejak tadi" "Iya, iya. Dimana ibu?" "Ada diruang tamu, mbak!" "Ya udah, kamu keluar aja dulu, nanti mbak nyusul" "Nggak bisa mbak. Itu ibu minta suapin sekarang!" "Hadeh! Iya deh iya." Ucap Dewi dengan wajah lesu. Dewi dan Hana keluar dari dalam kamar Dewi dan menuju keruang tamu. Disana Bu Vina sedang terbaring menunggu menantu kesayangannya untuk menyuapi dirinya saat ini. "Bu, ini mbak Dewi!" Ucap Hana. Lalu Bu Vina menoleh kearah Dewi dengan tersenyum. "Dewi, kamu maukan suapin ibu!" Ucap Bu Vina kemudian memegang tangan menantunya
Pagi yang cerah disambut dengan mentari yang indah dan aku melihat suamiku Mas Danang sudah bersiap-siap untuk pergi mencari lowongan pekerjaan. Aku menyambutnya dengan senyuman yang manis dan juga menghidangkan beberapa camilan dan juga teh hangat untuk diseduh Mas Danang sebelum berangkat mencari pekerjaan. "Ini mas, teh dan camilannya." Ucapku dengan menyuguhkan camilan yang aku buat, hanya goreng pisang yang aku buat untuk Mas Danang sarapan pagi ini. Mas Danang memberikan senyuman sebelum duduk, dan kali ini aku benar-benar melihat senyum suamiku walau kami berdua sekarang mengalami masa-masa sulit untuk menitis karir. "Mas berangkat dulu ya, soalnya udah siang." "Iya mas, hati-hati dijalan!" Ucapku dengan meraih tangan Mas Danang dan mencium punggung tangannya. "Iya, doain mas ya, mudah-mudahan mas bisa mendapatkan pekerjaan, agar kita bisa hidup yang lebih layak dari pada tinggal disini!" Ucap Mas Danang. "Iya mas. Aku selalu mendoakanmu!" "Trimkasih ya, Hana. Kamu mema
Hari ini Danang dan juga Hana resmi membuka resto kecil-kecilan. Namun pembukaan pertama seperti biasanya, masih sepi belum ada pembeli. "Hana. Kenapa belum ada pembeli ya?" Ucap Danang gelisah. Hana hanya terdiam tanpa kata saat ini. "Sabar ya, mas. Ingsya'allah nanti ada pembeli. Sekarang kamu istirahat saja dulu mas. Ini juga baru jam sepuluh. Mungkin orang-orang belum ada yang tahu kalau ruko ini sudah menjadi restoran!" Ucap Hana dengan tersenyum. Tak lama kemudian resto mereka kedatangan pelanggan yang membuat Hana dan Danang tersenyum. "Mas, waktunya kita berkerja!" Ucap Hana dengan tersenyum. Danang yang melihat pelangganpun tersenyum. Pelanggan memesan berbagai makanan yang tersedia diresto Danang dan juga Hana. Danang yang mengantarkan pesanan sementara Hana yang menyiapkan semuanya. Begitu kewalahan mereka mendapatkan banyak sekali pesanan dihari pertama kalinya buka resto. Hingga waktu petang semua makanan yang mereka jual ludes diborong pembeli. Hana yang kelelaha
"Mas, aku ingin bicara denganmu?"Hana menantap suaminya yang hendak pergi."Ada apa?" Jawab Danang."Aku menyetujui yang kamu minta. Tapi aku minta kamu menepati janjimu, mas!"Danang langsung berbalik badan dan langsung tersenyum menantap Hana. Danang langsung mendekati Hana dan langsung memegang kedua tangan Hana dengan penuh senyuman."Kamu srius sayang!" Ucap Danang.Hana mengangguk dan mengedipkan matanya."Makasih Hana!" Danang memeluk tubuh Hana untuk yang pertama kalinya. Hana hanya terdiam tanpa kata.Entah kenapa rasa pelukan Danang begitu hambar dirasa Hana. Begitu tak menyentuh hatinya. Bahkan Hana juga tak dapat merasakan rasa cinta danang."Kenapa aku tak merasakan cinta dan kasih sayangmu, mas. Apakah hatiku sesakit ini untuk bisa merasakan rasa cintamu!" Hujan Hana."Ataukah kamu hanya memperalat aku, sehingga aku tak dapat merasakan rasa cinta mu padaku mas! Ini sungguh tak adil bagiku, aku hanya ingin merasakan cinta dan kasih sayang dari suamiku. Tapi kenapa aku ta
"Ibu, kita pulang saja ya. Sepertinya Danang tidak menginginkan kita datang kesini!" Ucap dewi mengelus Bu Vina memainkan rencana mereka berdua saat ini.saat mereka berdua hendak pergi tiba-tiba saja langkahnya dihentikan oleh Danang."Tunggu!" Ucap Danang.Bu Vina dan juga Dewi menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Danang kembali."Ada apa Danang? Bukannya kamu tak menginginkan aku dan ibu datang setelah kamu sukses!" Ucap Dewi seketika."Aku bukan orang yang begitu mbak. Maafkan aku kalau aku berprilaku ketus. Mari kita masuk kedalam ruanganku dan kita mengobrol disana!" Tawar Danang."Tidak usah nak. Ibu dan mbak mu Dewi akan pulang saja. Soalnya kamu kan sekarang bekerja, jadi ibu tidak ingin menganggu konsentrasi mu!" Ucap Bu Vina."Kenapa ibu berbicara begitu?""Lain kali saja kita ketemu lagi nak!""Baiklah kalau begitu Bu, hati-hati dijalan!""Iya Danang!"Akhirnya Bu Vina pulang bersama Dewi saat ini juga. Ia kembali kerumahnya dan Dewi terheran kenapa Bu Vina tak berbi